22 May 2009
Beda Warna
20 May 2009
Komplek Pemakaman KI Gede Ing Suro
Komplek Pemakaman KI Gede Ing Sura di kawasan 2 ilir Palembang |
Palembang - Kompleks pemakaman kuno ini sekarang
menjadi bagian dari jalur hijau (green barrier) PT Pusri. Di kompleks
pemakaman yang masuk dalam wilayah administratif Kelurahan 1 Ilir,
Kecamatan IT II Palembang, ini terdapat delapan bangunan dengan jumlah
makam keseluruhan 38.
Salah satu tokoh yang dimakamkan di kompleks pemakaman yang dibangun sekitar pertengahan abad 16 ini adalah Ki Gede Ing Suro. Dialah pendiri kerajaan Islam Palembang, yang kemudian menjadi Kesultanan Palembang Darussalam.
Ki Gede Ing Suro adalah putra Ki Gede Ing Lautan, salah satu dari 24 bangsawan dari Demak yang menyingkir ke Palembang, setelah terjadi kekacauan di kerajaan Islam terbesar di pulau Jawa itu. Kekisruhan ini merupakan rangkaian panjang dari sejarah kerajaan terbesar di Nusantara, setelah Kerajaan Sriwijaya yaitu Kerajaan Majapahit.
Raden Fatah yang lahir di Palembang adalah putra Raja Majapahit terakhir, yaitu Brawijaya V. Raden Fatah lahir dari Putri China yang disebut Putri Champa, setelah istri Brawijaya itu dikirim ke Palembang dan diberikan kepada putra Brawijaya, Ariodamar atau Ario Abdillah atau Ario Dillah.
Setelah dewasa, Raden Fatah bersama Raden Kusen, putra Ario Dillah dengan Putri China dikirim kembali ke Majapahit. Oleh Brawijaya V, Raden Fatah diperintahkan untuk menetap di Demak atau Bintoro sedangkan adiknya lain bapak, Raden Kusen, diangkat sebagai Adipati di Terung.
Pada masa menjelang akhir abad XV ini, Islam di Pulau Jawa mulai kuat. Saat terjadi penyerbuan oleh orang Islam terhadap Majapahit, prajurit kerajaan Hindu itu kalah dan Raja Brawijaya V menyingkir hingga kemudian mangkat. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Majapahit.
Setelah keruntuhan Majapahit, Sunan Ngampel Denta (wali tertua dalam Walisongo) menetapkan Raden Fatah sebagai Raja Jawa menggantikan ayahnya. Tentu saja, dengan pemerintahan Islam.
Raden Fatah, dibantu para wali, kemudian memindahkan pusat kekuasaan dari Surabaya ke Demak sekaligus menyebarkan agama Islam di daerah ini. Atas bantuan penguasa dan rakyat di
daerah yang sudah lepas dari Majapahit, antara lain Tuban, Gresik, Jepara, Raden Fatah mendirikan Kerajaan Islam Demak sekitar tahun 1481 M.
Dia menjadi raja pertama dengan gelar Jimbun Ngabdur-Rahman Panembahan Palembang Sayidin Panata Agama. Raden Fatah yang wafat sekitar tahun 1518 M, digantikan putranya, Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor yang wafat tahun 1521 M.
Pengganti Pati Unus adalah Pangeran Trenggono (wafat tahun 1546 M). Wafatnya Sultan ketiga Demak ini merupakan awal dari kisruh berkepanjangan di kerajaan Islam yang sempat punya pengaruh besar di Nusantara itu. Tahta kerajaan menjadi rebutan antara saudara Trenggono dengan putranya.
Saudaranya, yang dikenal sebagai Pangeran Seda Ing Lepen dibunuh putra Trenggono, Pangeran Prawata. Prahara berlanjut dengan pembunuhan terhadap Prawata oleh Putra Seda Ing Lepen, Arya Penangsang atau Arya Jipang pada tahun 1549 M.
Menantu Trenggono, Pangeran Kalinyamat, juga dibunuh. Arya Penangsang akhirnya wafat dibunuh Adiwijaya. Menantu Trenggono yang terkenal sebagai Jaka Tingkir, Adipati penguasa Pajang ini kemudian memindahkan pusat kerajaan ke Pajang. Dengan demikian, berakhir pula kekuasaan Demak pada tahun 1546 M setelah berjaya selama 65 tahun.
Akibat kemelut itu, sebanyak 24 orang keturunan Sultan Trenggono (artinya, keturunan Raden Fatah) hijrah ke Palembang di bawah pimpinan Ki Gede Sido Ing Lautan. Setelah Ki Gede Sido Ing Lautan yang sempat berkuasa di Palembang wafat, digantikan putranya, Ki Gede Ing Suro. Karena raja ini tidak memiliki keturunan, dia digantikan saudaranya, Ki Gede Ing Suro Mudo.
Salah satu tokoh yang dimakamkan di kompleks pemakaman yang dibangun sekitar pertengahan abad 16 ini adalah Ki Gede Ing Suro. Dialah pendiri kerajaan Islam Palembang, yang kemudian menjadi Kesultanan Palembang Darussalam.
Ki Gede Ing Suro adalah putra Ki Gede Ing Lautan, salah satu dari 24 bangsawan dari Demak yang menyingkir ke Palembang, setelah terjadi kekacauan di kerajaan Islam terbesar di pulau Jawa itu. Kekisruhan ini merupakan rangkaian panjang dari sejarah kerajaan terbesar di Nusantara, setelah Kerajaan Sriwijaya yaitu Kerajaan Majapahit.
Raden Fatah yang lahir di Palembang adalah putra Raja Majapahit terakhir, yaitu Brawijaya V. Raden Fatah lahir dari Putri China yang disebut Putri Champa, setelah istri Brawijaya itu dikirim ke Palembang dan diberikan kepada putra Brawijaya, Ariodamar atau Ario Abdillah atau Ario Dillah.
Setelah dewasa, Raden Fatah bersama Raden Kusen, putra Ario Dillah dengan Putri China dikirim kembali ke Majapahit. Oleh Brawijaya V, Raden Fatah diperintahkan untuk menetap di Demak atau Bintoro sedangkan adiknya lain bapak, Raden Kusen, diangkat sebagai Adipati di Terung.
Pada masa menjelang akhir abad XV ini, Islam di Pulau Jawa mulai kuat. Saat terjadi penyerbuan oleh orang Islam terhadap Majapahit, prajurit kerajaan Hindu itu kalah dan Raja Brawijaya V menyingkir hingga kemudian mangkat. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Majapahit.
Setelah keruntuhan Majapahit, Sunan Ngampel Denta (wali tertua dalam Walisongo) menetapkan Raden Fatah sebagai Raja Jawa menggantikan ayahnya. Tentu saja, dengan pemerintahan Islam.
Raden Fatah, dibantu para wali, kemudian memindahkan pusat kekuasaan dari Surabaya ke Demak sekaligus menyebarkan agama Islam di daerah ini. Atas bantuan penguasa dan rakyat di
daerah yang sudah lepas dari Majapahit, antara lain Tuban, Gresik, Jepara, Raden Fatah mendirikan Kerajaan Islam Demak sekitar tahun 1481 M.
Dia menjadi raja pertama dengan gelar Jimbun Ngabdur-Rahman Panembahan Palembang Sayidin Panata Agama. Raden Fatah yang wafat sekitar tahun 1518 M, digantikan putranya, Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor yang wafat tahun 1521 M.
Pengganti Pati Unus adalah Pangeran Trenggono (wafat tahun 1546 M). Wafatnya Sultan ketiga Demak ini merupakan awal dari kisruh berkepanjangan di kerajaan Islam yang sempat punya pengaruh besar di Nusantara itu. Tahta kerajaan menjadi rebutan antara saudara Trenggono dengan putranya.
Saudaranya, yang dikenal sebagai Pangeran Seda Ing Lepen dibunuh putra Trenggono, Pangeran Prawata. Prahara berlanjut dengan pembunuhan terhadap Prawata oleh Putra Seda Ing Lepen, Arya Penangsang atau Arya Jipang pada tahun 1549 M.
Menantu Trenggono, Pangeran Kalinyamat, juga dibunuh. Arya Penangsang akhirnya wafat dibunuh Adiwijaya. Menantu Trenggono yang terkenal sebagai Jaka Tingkir, Adipati penguasa Pajang ini kemudian memindahkan pusat kerajaan ke Pajang. Dengan demikian, berakhir pula kekuasaan Demak pada tahun 1546 M setelah berjaya selama 65 tahun.
Akibat kemelut itu, sebanyak 24 orang keturunan Sultan Trenggono (artinya, keturunan Raden Fatah) hijrah ke Palembang di bawah pimpinan Ki Gede Sido Ing Lautan. Setelah Ki Gede Sido Ing Lautan yang sempat berkuasa di Palembang wafat, digantikan putranya, Ki Gede Ing Suro. Karena raja ini tidak memiliki keturunan, dia digantikan saudaranya, Ki Gede Ing Suro Mudo.
Sumber Tulisan : ramadan.detik.com
RSUP Moh Hoesin Palembang
RSUP Moh Hoesin Palembang |
14 May 2009
Angkot Kertapati
13 May 2009
Guguk Jero Pager Plembang lamo
Tanggo Rajo |
Lokasi : Kawasan 1 Ilir
DALAM sebuah perjalanan peninjauan dengan perahu kesultanan ke
wilayah hilir Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo melihat sesuatu
yang bercahaya. Sinar terang itu memancar dari gelapnya hutan di kawasan 1
Ilir.
Raja dari kesultanan Palembang ini memerintahkan hulubalangnya
turun ke darat. Apa yang didapat Tampak olehnya dua gadis tengah mendenggung
(menidurkan bayi dengan nyanyian) di buaian yang diikatkan pada galar rumah.
Kedua gadis itu, Nyimas Naimah dan adiknya, Nyimas Perak, sedang menidurkan
adik bungsu mereka, Kemas Jauddin. Cahaya yang memencar itu, bagi Sultan,
merupakan sesuatu yang istimewa.
Karenanya, Sultan berkeinginan untuk bertemu dengan keluarga sang
gadis. Nyimas Naimah merupakan putri sulung Tumenggung Jompong, keturunan bangsawan
dari masa Kerajaan Palembang (semasa kekuasaan di Benteng Kuto Gawang, 1 Ilir).
Seusai pertemuan, timbul hasrat Sultan untuk meminang Nyimas
Naimah. Inilah merupakan cikal bakal tumbuhnya GugukJero Pager Kota Plembang
Lamo.
Perkataan ini mungkin ada benarnya, sebab berdasarkan deskripsi
dari keluarga Nyimas Naimah yang ada saat ini, perempuan itu tidak dapat
digolongkan berparas cantik. Namun, kenyataan memang berkata lain dan gadis ini
kemudian menjadi istri keempat Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo. Dari perkawinan
itu, lahir dua anak, yaitu Pangeran Yusuf dan seorang putri bernama Putri Batu
Genem.
Hal yang patut disayangkan juga, dokumen berisi peta, surat
keterangan, dan silsilah keluarga yang disimpan di rumah Tumenggung Jompong
(saat ini masih berdiri di tempatnya) diambil Belanda pada 1940, tepat dua
tahun sebelum kekalahan penjajah ini dari Jepang. Selain bertahta di Benteng
Kuto Kecik, rumahnya yang didiami bersama Nyimas Naimah, dijadikan sebagai
istana. Di lokasi tepian Sungai Musi dekat kawasan ini, masih ditemukan tangga
batu, tempat naik turunnya Sultan dari perahu kerajaan.
Stadion Kamboja Palembang
Stadion yang sudah lama terbengkalai ini sejak PS Palembang tidak lagi bergaung di kota ini di karenakan kalah bersaing dengan klub-klub sepak bola lainnya, sehingga markas nya sekarang ini juga ikut terbengkalai padahal dulu sering sekali nonton bola di stadion ini, sekarang stadion ini hanya di gunakan untuk konser, itupun fasilitasnya sudah banyak yang rusak.
Kantor Eks Pengembangan Kawasan TAA Palembang
Kantor Eks Pengembangan Kawasan TAA yang sekarang sudah beralih fungsi menjadi kantor Disperindag ini, karena sejak di tiadakannya lagi badan pengembangan kawasan TAA di karenakan terganjal kasus korupsi, maka sempat beberapa saat gedung ini fakum kegiatan walaupun BAZ masih berjalan di sini.
Angkot Bukit Besar
12 May 2009
Simpang Talang Kerangga Palembang
Simpang yang menghubungkan keberapa jalan ini di mana di bagian barat menghubungkan ke Jl. Jaksa Agung R Suprapto (Bukit Besar) di sebelah utara ke Jalan Kapt A Rivai di sebelah timur menghubungkan ke jalan KH Ahmad Dahlan dan di selatan menghubungkan ke Jalan KI Ronggo wiro sentiko.
Pasar Padang Selasa Palembang
Pasar yang tidak terlalu besar ini terletak di ujung jalan Padang selasa dan jalan Purti rambut selako, tetapi walau tidak terlalu besar banyak masyarakat sekitar yang menggantungkan pemenuhan kebutuhan sehari-harinya di pasar ini, dan walau kecil pasar ini cukup bersih.
Green Barrier PT Pusri Update
tempat yang merupakan kawasan hijau dari PT Pusri ini pada saat sore hari sering di jadikan tempat bersantai dan bagi anak muda untuk pacaran di sini, dengan rimbunya tanaman bambu dan sejuknya angin dari sungai musi membuat betah berlama-lama di sini.
-------------------------------
PALEMBANG –
Tiga kelurahan di lingkungan Kecamatan Ilir Timur (IT) II yang meliputi
Kelurahan 1 Ilir, 3 Ilir, dan Kelurahan Sei Buah, disiapkan untuk
menjadi kawasan hijau atau green barrier. Tiga kelurahan ini menjadi
kawasan hijau sebagai salah satu program dari PT Pusri dalam menciptakan
hutan kota dikecamatan IT II.
Untuk lahan yang dibutuhkan untuk program green barrier ini mencapai
37 hektare dari sebelumnya yang hanya 25 hektare. Awalnya direncanakan
lahan yang akan digunakan mencapai 25 hektare dan melalui kawasan
Kelurahan 1 Ilir, Kelurahan 3 Ilir dan Kelurahan Sei Buah. “Sekarang
sedang dilakukan pengukuran ulang sehingga untuk kawasan green barrier
ini akan mencapai 37 hektare,” ujar Zain Ismed, manajer humas dan hukum
PT Pusri saat menghadiri halal bihalal Perhimpunan Pensiunan Karyawan PT
Pusri belum lama.
Untuk realisasi pelaksanaannya sendiri dikatannya, dilakukan setelah
semua lahan yang akan digunakan untuk program green barrier selesai
dilakukan pengukuran oleh tim PT Pusri. “Begitu semua sudah selesai
diukur, kita baru bisa membiracakan ganti rugi lahan kepada masyarakat
yang terkena program green barrier PT Pusri,” sambungnya.
Sri Hendra SE MM, lurah 1 Ilir, mengatakan, untuk wilayah Kelurahan 1
Ilir lahan yang terkena program green barrier dari PT Pusri tidak
kurang 100 persil dari 3 RT yang di Kelurahan 1 Ilir. “Saat ini masih
dalam tahap pengukuran ulang, karena sebelumnya sempat tertunda,”
ujarnya Jumat (22/10) di ruangannya.
Sementara itu, mengenai tanggapan masyarakat terhadap program green
barrier ini dijelaskannya sudah disetujui oleh masyarakat selama besaran
ganti rugi yang diberikan oleh PT Pusri sesuai dengan harga dan luas
lahan yang akan digunakan untuk program green barrier ini. “Kita juga
minta PT Pusri untuk memberikan ganti rugi yang layak bagi masyarakat
yang tanahnya terkena program ini,” harapnya.
Apalagi, dari informasi yang diterima pihak kelurahan, pembangunan
program green barrier ini akan dilaksanakan bulan Desember mendatang.
“Bila benar Desember sudah mulai dikerjakan, kita minta pembayaran ganti
rugi dapat dipercepat. Sehingga sebelum pengerjaan green barrier
dimulai, warga sudah pindah dari lahannya sekarang. Selain itu, ini juga
untuk mempercepat masyarakat dalam mencari rumah,” terangnya.
Abu Bakar, ketua RT 12 Kelurahan 1 Ilir menyambut baik program ini,
hanya saja biaya ganti rugi hendaknya dapat disesuaikan dengan harga
pasar atau setidak-tidaknya sama dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
“Pada tahun 2004 yang lalu saja, harga tanah yang ada di sini di kisaran
Rp300 ribu hingga Rp400 ribu per meter. Jadi paling tidak untuk ganti
rugi tanah milik warga tidak kurang dari harga tersebut. Atau kalau bisa
di atas harga tahun 2004 yang lalu,” pintanya.
Karena itu, warga yang ada saat ini sangat menantikan program ini
untuk dipercepat. Baru setelah itu dilakukan perhitungan oleh PT Pusri
dapat secepat mungkin dilakukan negosiasi dengan warga mengenai besaran
ganti rugi yang akan diberikan. “Begitu proses pengukuran ulang ini
selesai, hendaknya PT Pusri dapat melakukan penetapan ganti rugi,
sehingga bisa langsung dilakukan negosiasi dengan warga terhadap besaran
ganti rugi yang ditawarkan,” tandasnya. (mg23)
Sumber Tulisan : Sumatera Ekspres, Senin, 26 Oktober 2009.
Angkot Tangga Buntung
09 May 2009
06 May 2009
Simpang Boom Baru Palembang
Jalan yang menghubungkan kawasan lembang dengan kawasan BOOM baru ini, bisa terlihat dengan adanya tabung-tabung raksasa di sisi kiri jalan, dan di sisi kanan markas PMPB dan kantor POM AL juga berdiri si ini.
kawasan 5 Ulu Laut Palembang
Jalan yang masih memiliki nama KH Azhari ini sering di sebut juga daerah 5 ulu, dimana kalu di lihat banyak bangunan tua di sisi kiri dan kanan jalan dan banyak juga di temui pengerajin dan penjual makanan tradisional terutama kerupuk kemplang.
Makam Panembahan
Tidak ada catatan yang jelas mengenai makam panembahaan ini, makam yang letaknya tidak terlalu jauh dengan Makam KI Gede Ing Suro ini sama persisn konstruksi bangunannya dengan makam KI Gede Ing Suro mungkin masih berkaitan erat. apakah ini Kiai Mas Adipati atau bukan ?
Daftar Penguasa dan Sultan Palembang Darussalam
Sejarah panjang terbentuknya Kesultanan Palembang Darussalam pada abad
ke-17, dapat kita runut dari tokoh Aria Damar, seorang keturunan dari
raja Majapahit yang terakhir. Kesultanan Palembang Darussalam secara
resmi diproklamirkan oleh Pangeran Ratu Kimas Hindi Sri Susuhanan
Abdurrahman Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul Iman (atau lebih
dikenal Kimas Hindi/Kimas Cinde) sebagai sultan pertama (1643-1651),
terlepas dari pengaruh kerajaan Mataram (Jawa). Corak pemerintahanya
dirubah condong ke corak Melayu dan lebih disesuaikan dengan ajaran
agama Islam.
Tanggal 7 Oktober 1823, Kesultanan Palembang Darussalam dihapuskan oleh
penjajah Belanda dan kota Palembang dijadikan Komisariat di bawah
Pemerintahan Hindia Belanda (kontrak terhitung 18 Agustus 1823).
Berikut beberapa nama penguasa/raja dan Sultan yang pernah memimpin Kesultanan Palembang Darussalam.
No Nama Penguasa Tahun Makam Keturunan
1 Ario Dillah (Ario Damar) 1455 – 1486 Jl. Ario Dillah III, 20 ilr Anak Brawijaya V
2 Pangeran Sedo ing Lautan (diganti putranya) s.d 1528 1 Ilir, di sebelah Masjid Sultan Agung Keturunan R. Fatah
3 Kiai Gede in Suro Tuo (diganti saudaranya) 1528 – 1545 1 Ilir, halaman musim Gedeng Suro Anak R Fatah
4 Kiai Gede in Suro Mudo (Kiai Mas Anom Adipati ing Suro/Ki Gede ing
Ilir) (diganti putranya) 1546 – 1575 1 Ilir, kompleks makam utama
Gedeng Suro Saudara Kiai Gede in Suro Tuo
5 Kiai Mas Adipati (diganti saudaranya) 1575 – 1587 1 Ilir, makam
Panembahan selatan Sabo Kingking Anak Kiai Gede in Suro Mudo
6 Pangeran Madi ing Angsoko (diganti adiknya) 1588 – 1623 20 ilir, candi Angsoko Anak Kiai Gede in Suro Mudo
7 Pangeran Madi Alit (diganti saudaranya) 1623 – 1624 20 Ilir, sebelah RS Charitas Anak Kiai Gede in Suro Mudo
8 Pangeran Sedo ing Puro (diganti keponakannya) 1624 – 1630 Wafat di Indralaya Anak Kiai Gede in Suro Mudo
9 Pangeran Sedo ing Kenayan (diganti keponakannya) 1630 – 1642 2 Ilir, Sabokingking
10 Pangeran Sedo ing Pasarean (Nyai Gede Pembayun) (diganti putranya) 1642 – 1643 2 Ilir, Sabokingking Cucu Kiai Mas Adipati
11 Pangeran Mangkurat Sedo ing Rejek (diganti saudaranya) 1643 – 1659
Saka Tiga, Tanjung Raja Anak Pangeran Sedo ing Pasarean
12 Kiai Mas Hindi, Pangeran Kesumo Abdurrohim (Susuhunan Abdurrahman
Khalifatul Mukminin Sayyidul Imam) (diganti putranya) 1662 – 1706
Candi Walang (Gelar Sultan Palembang Darusslam 1675) Anak Pangeran Sedo
ing Pasarean
13 Sultan Muhammad (Ratu) Mansyur Jayo ing Lago (Diganti saudaranya) 1706 – 1718 32 Ilir, Kebon Gede Anak Kiai Mas Hindi
14 Sultan Agung Komaruddin Sri teruno (diganti keponakannya) 1718 –
1727 1 Ilir, sebelah Masjid Sultan Agung Anak Kiai Mas Hindi
15 Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikromo (diganti putranya) 1727 –
1756 3 Ilir, Lamehabang Kawmah Tengkurap Anak Sultan Muhammad Mansyur
Jayo ing Lago
16 Sultan/Susuhunan Ahmad Najamuddin I Adi Kesumo (diganti putranya)
1756 – 1774 3 Ilir, Lemahabang (wafat 1776) Anak Sultan Mahmud
Badaruddin I
17 Sultan Muhammad Bahauddin 1774 – 1803 3 Ilir, Lemahabang Anak Sultan Ahmad Najamuddin I
18 Sultan/Susuhunan Mahmud Badaruddin II R. Hasan 1803 – 1821 Dibuang ke Ternate (wafat 1852) Anak Sultan Muhammad Bahauddin
19 Sultan/Susuhunan Husin Dhiauddin (adik SMB II) 1812 – 1813 Wafat
1826 di Jakarta. Makam di Krukut, lalu dipindah ke Lemahabang Anak
Sultan Muhammad Bahauddin
20 Sultan Ahmad Najamuddin III Pangeran Ratu (putra SMB II) 1819 – 1821 Dibuang ke Ternate Anak SMB II
21 Sultan Ahmad najamuddin IV Prabu Anom (putra Najamuddin II) 1821 –
1823 Dibuang ke Manado 25-10-1825. Wafat usia 59 tahun Anak Sultan
Husin Dhiauddin
22 Pangeran Kramo Jayo, Keluarga SMB II. Pejabat yang diangkat
Pemerintah Belanda sebangai Pejabat Negara Palembang 1823 – 1825
Dibuangke Purbalingga Banyumas. Makam di 15 Ilir, sebelah SDN 2, Jl.
Segaran Anak Pangeran Natadiraja M. Hanafiah
sumber: INFOKITO