CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.

30 September 2016

Mobil Ketek "Sejarah Yang Tiada Berbekas"



Masih ingat gambar mobil di atas, gambar mobil ketek tersebut saya Upload pada tahun 2008 di kisaran bulan April yang di ambil di kawasan 7 Ulu Palembang, jenis Jeep Lansiran 50-an ini pada mesin sudah di ganti dengan mesin kijang yang informasinya lebih irit dan bertenaga di banding masin aslinya. Dokumen yang tersisa pada saat saya melakukan tour de ketek 2008 ini ......

 1. Bagian Depan Mobil





2 Bagian Ruang Kemudi







3 Bagian Dalam Mobil


Penumpang mobil ketek

Kursi panjang yang tebuat dari kayu di lapisi busa kursi
Menutup pintunya agak harus di banting
4 Bagian Luar ketek

Engsel pintu seperti di kijang doyok
Tutup ban depan



Bagian samping mobil

Ban belakang mobil

Tutup ban depan khas jeep

Brand nya.....

DNP - Memories Tour de Ketek 2008

29 September 2016

Jejak Peninggalan Jepang Di Palembang (Bagian 2)

400117_2441747246536_1526778997_n
Gambar 1.  Sisa Peninggalan Jepang Di Palembang “Sejarah Yang Terlupakan” (Bagian 2)

A. EKSPEDISI KE EMPAT (Komplek Pertahanan Jepang)

406339_2441748286562_693305669_n
Gambar 2.  Sisa Bangunan Barak Tentara Jepang, Di Komplek Pertahanan Lorong Sikam

Selasa, 13 Desember 2011.  Kali ini perjalanan ekspedisi kami hanya berdua saja saya (Adrian Fajriansyah) dan Kgs. M. Habibillah.  Tujuan kami hari itu adalah ke Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang.  Menurut informasi yang saya dapatkan di Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang ini merupakan salah satu tempat ditemukannya sisa peninggalan tentara Jepang saat Perang Dunia Ke II.
Perjalanan ekspedisi kali ini kami lalui dengan menggunakan transportasi umum BRT (Buss Rapit Transit) atau biasa dikenal Transmusi.  Sesampainya di depan halte Jalan Pertahanan, Plaju kami langsung bergegas mencari komplek pertahanan tentara Jepang tersebut.

Selama diperjalanan mencari komplek pertahanan Jepang tersebut kami selalu bertanya dengan penduduk setempat agar tidak tersesat di jalan.  Info dari penduduk setempat mengatakan bahwa komplek pertahanan Jepang berada di Lorong Sikam yang masih berada di satu kawasan dengan Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang.  Setelah melewati beberapa lorong akhirnya kami sampai di komplek pertahanan Jepang tersebut.  Sesampai kami di komplek pertahanan Jepang tersebut kami bertemu dengan seorang warga setempat yang bernama Iwan.  Bapak Iwan merupakan penduduk setempat yang tinggal tidak jauh dari tempat sisa puing-puing komplek pertahanan tentara Jepang.

Setelah berbincang beberapa saat akhirnya dengan suka rela bapak Iwan yang kurang lebih berusia 30 tahun ini dengan senang hati mengantarkan kami ke sisa-sisa komplek pertahanan Jepang yang ada di Lorong Sikam tersebut.

Dengan jiwa berapi-api dan penuh semangat bapak Iwan menceritakan satu persatu fungsi dan nama dari bangunan-bangunan sisa komplek pertahanan Jepang tersebut.

Pertama-tama kami diajak oleh bapak Iwan ke sebuah rumah, menurut bapak Iwan rumah yang sekarang dihuni oleh warga setempat dulunya berfungsi sebagai sebuah Barak Tentara Jepang.  Barak Tentara Jepang itu memiliki dinding yang sangat tebal yang memungkinkan barak tersebut tahan dari gempuran serangan tentara Sekutu, dahulu Barak Tentara Jepang memiliki bangunan yang jauh lebih besar lagi namun sekarang salah satu sisi barak tersebut telah dirobohkan dan dijadikan rumah warga dengan bentuk bangunan baru.

Ada satu kejadian konyol, saat saya ditawarkan oleh bapak Iwan untuk melihat bagian atas bangunan barak, saya yang penuh rasa penasaran tanpa pikir panjang tidak menolak tawaran itu, dengan ligat saya menaiki bagian atas barak, sesampai ke bagian atas ternyata bekas Barak Tentara Jepang tersebut penuh digenangi air sehingga saat saya mencoba untuk berdiri sangat lincin sekali karena banyaknya lumut dipermukaan lantai atas bangunan, maka akhirnya demi keselamatan saya dengan pasrah menginjakan kedua kaki ke genangan air tersebut tanpa melepas alas kaki terlebih dahulu, tak dihayal lagi sepatu saya basah digenangi air, dengan perasaan menyesal saya bergerutuk dalam hati “kenapa harus naik ke bagian atas dari barak tersebut padahal di atas tidak tedapat apa-apa?, ooh malangnya nasib saya”.

Lanjut ke bangunan lain sisa Tentara Jepang, kali ini kami berdua dibawak bapak Iwan menujuh ke sebuah lorong yang tidak jauh dari bangunan barak, di lorong yang padat rumah penduduk tersebut di tengah-tenganya terdapat sebuah sisa bangunan yang dahulu merupakan Menara Bunker Anti Aircraft Artillery, fungsi dari Menara Bunker Anti Aircraft Artillery adalah sebagai menara pengintai pesawat udara musuh yang dilengkapi dengan senapa laras panjang sehingga memukinkan Tentara Jepang untuk menembak jatuh pesawat udara Sekutu yang terbang di atasnya.  Sayang sekali Menara Bunker Anti Aircraft Artillery  pertama (anggaplah sebagai yang pertama karena dikunjungi pertama kali) yang kami lihat di komplek pertahanan Jepang ini keadaannya sudah tidak utuh lagi karena dinding bagian atas dari bunker tersebut sudah dihancurkan warga setempat.

Sekedar info Menara Bunker Anti Aircraft Artillery di komplek pertahanan Tentara Jepang, Lorong Sikam – Jalan Pertahanan –Plaju – Palembang ini hampir sama dengan bangunan Bunker yang kami lihat di Jalan Majahpahit – Kelurahan 1 Ulu – Kertapati – Palembang.

Setelah itu bapak Iwan mengajak kami untuk melihat Menara Bunker Anti Aircraft Artillery ke dua yang ada di komplek pertahanan Tentara Jepang.  Keadaan Menara Bunker Anti Aircraft Artillery ke dua ini tidak jauh lebih baik dari menara bunker pertama yang kami lihat karena hampir semua dinding bangunan telah hancur dan hilang, menurut bapak Iwan dinding bangunan itu banyak digunakan warga untuk menimbun tanah di rumahnya.

Kemudian tidak jauh dari menara bunker yang ke dua kami melihat Menara Bunker Anti Aircraft Artillery yang ke tiga.  Kali ini Menara Bunker Anti Aircraft Artillery ke tiga keadaannya jauh lebih baik dibandingkan yang pertama dan ke dua karena bantuknya yang masih utuh walaupun tidak terawat dengan baik karena banyak ditumbuhi oleh rumput dan ilalang.  Tidak jauh dari menara bunker ke tiga terdapat sebuah bangunan tua berbentuk persegi panjang di dalamnnya banyak terdapat tumpukan sampah, menurut bapak Iwan bangunan ini dulunya adalah sebuah ruang tahanan dan tempat penyiksaan para romusha atau pekerja paksa dari warga Indonesia, salah satu info menarik dari bapak Iwan tidak jauh dari bangunan tua itu dulunya ada sebuah lorong yang menurut warga setempat lorong tersebut bila dimasuki akan ke luar di daerah Tegal Binangun daerah Jakabaring di mana di sana juga terdapat sisa bangunan Jepang yang diyakini warga sebagai Benteng Jepang.

Selanjutnya tidak jauh dari bangunan tua yang diyakini sebagai ruang tahanan dan penyiksaan para romusha itu terdapat sebuah lagi Menara Bunker Anti Aircraft Artillery yang ke empat, kali ini fungsi bangunan menara bunker itu sudah dirubah oleh warga setempat sebagai tempat kadang ayam, bapak Iwan memberikan julukan tempat tersebut sebagai “benteng kandang ayam” karena banyaknya kandang ayam yang terdapat di sisa menara bunker tersebut.

Sebenarnya masih ada dua lagi Menara Bunker Anti Aircraft Artillery milik tentara Jepang di komplek pertahanan ini, hanya saja satu buah menara bunker telah ditimbun sebagai rumah warga dan satu lainnya dijadikan kolam ikam oleh warga setempat, ke dua bangunan sisa menara bunker tersebut berada di halaman rumah warga sehingga tidak memungkinkan kami untuk melihatnya.
Menurut bapak Iwan dahulu sering para arkeolog dari luar maupun dalam negeri yang berkunjung melihat bangunan sisa Tentara Jepang di komplek pertahanan tersebut.

Secara keseluruhan menurut informasi dari bapak Iwan di komplek Pertahanan Tentara Jepang daerah Lorong Sikam, Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang terdapat kurang lebih 6 buah Menara Bunker Anti Aircraft Artillery yang jarak dari menara bunker satu ke menara bunker lainnya kurang lebih 50 meter, satu buah Barak Tentara Jepang, satu buah Ruang Tahanan atau Tempat Penyiksaan para romusha, dan satu buah lorong bawah tanah.

Kesemua tinggalan sejarah Tentara Jepang saat menduduki kota Palembang tersebut keadaannya jauh dari kata terawat atau bisa dinilai sangat memperihatinkan karena tidak adanya perhatian dan kepedulian pemerintah terhadap bangunan sejarah tersebut.

a.  Dokumentasi Komplek Pertahanan Jepang
Alamat : Komplek Pertahan Tentara Jepang, Lorong Sikam – Jalan Pertahanan – Plaju – Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.

 406608_2441747566544_590127167_n
Gambar 3.  Bagian Atap Barak Tentara Jepang

380413_2441747846551_2044178072_n
Gambar 4.  Bagian Dalam Barak Tentara Jepang, Sekarang Menjadi Rumah Warga

401063_2441748926578_1596623522_n
Gambar 5.  Sisa Menara Bunker Anti Aircraft Artillery “Pertama”, Komplek Pertahanan Jepang

397903_2441749526593_1402891906_n
Gambar 6.  Sisa Menara Bunker Anti Aircraft Artillery “Kedua”, Komplek Pertahanan Jepang

405273_2441749846601_2116451865_n
Gambar 7.  Sisa Menara Bunker Anti Aircraft Artillery “Ketiga”, Komplek Pertahanan Jepang

388303_2441751126633_1180179933_n
Gambar 8.  Sisa Menara Bunker Anti Aircraft Artillery “Keempat”, Dijuluki “Benteng Kandang Ayam”

396720_2441750326613_897413370_n
Gambar 9.  Tempat Tahanan Atau Ruang Penyiksaan Romusha

382734_2441750646621_87016776_n
Gambar 10.  Ruang Penyiksaan Atau Tempat Tahanan

380544_2441751686647_166340178_n
Gambar 11.  Di Bawah Genangan Air Tersebut Konon Katanya Ada Terowongan Yang Tembus Ke Benteng Jepang Di Jakabaring

394729_2441751926653_507102682_n
Gambar 12.  Saya (Kanan) Bersama “Guide” Bapak Iwan (Kiri)

383810_2441752326663_688274884_n
Gambar 13.  Lorong Sikam Tempat Menujuh Situs Komplek Pertahanan Jepang

B. EKSPEDISI KE LIMA (Benteng Jepang) 

403169_2441763806950_2090700793_n
Gambar 14.  Sisa Puing Bangunan “Benteng Jepang” Di Jakabaring Dekat SMAN 19 Palembang

Selasa, 13 Desember 2011.  Ekspedisi ini sebelumnya tidak direncanakan, berawal dari informasi warga bahwa di daerah Tegal Binangun Jakabaring dekat SMA Negeri 19 Palembang terdapat sebuah bangunan yang diatasnya berbentuk seperti kawah tengkurep atau topi Jepang, warga sekitar menyebutnya sebagai Benteng Jepang karena bangunannya yang besar dan kokoh layaknya sebuah benteng

Untuk menujuh ke Benteng Jepang itu kami berdua (saya Adrian Fajriansyah dan Kgs. M. Habibillah) terlebih dahulu singgah ke rumah saudara Almaarif PP (Alma) yang merupakan salah satu sahabat kami.  Saudara Alma kami kunjungi dengan pertimbangan pertama beliau tau jalan dan lokasi dari Benteng Jepang, ke dua beliau memiliki kendaraan yang dapat mengantarkan kami menujuh ke lokasi Benteng Jepang tersebut.

Benteng Jepang tersebut berada di dekat sekolahan yang notabene ibunda dari saudara Alma mengajar, ibunda saudara Alma merupakan seorang guru yang mengajar di SMA Negeri 19 Jakabaring, Palembang.

Sesampai di rumah Alma kami disambut dengan sedikit kejutan, karena saudara Alma tak menyangka kami datang pada hari itu karena sebelumnya kami tidak mengabarkan akan berkunjung ke rumahnya.  Setelah menceritakan niat kami ingin mengunjungi Benteng Jepang di Jakabaring saudara Alma dengan baik hati mau menjadi “guide” kami untuk menghantarkan kami berkunjung ke salah satu situs yang dianggap peninggalan Jepang tersebut

Dengan menggunakan kendaraan motor roda dua milik saudara Alma kami bergegas menujuh “TKP” tempat dari keberadaan Benteng Jepang tersebut.  Setelah kurang lebih 15 menit perjalanan dari rumah Alma yang berada di Plaju akhirnya kami sampai di sisa puing bangunan Benteng Jepang dekat SMA Negeri 19 Jakabaring, Palembang.

Ternyata bangunan kokoh yang dulu dijuluki oleh warga setempat sebagai Benteng Jepang bentunya sudah tak utuh lagi atau bisa dikatakan hancur lebur yang ada tinggal puing sisa-sisa tembok bangunan yang berserakan di tanah.  Sangat menyedihkan, dahulu di atas puing tersebut berdiri sebuah bangunan megah yang dianggap warga sebagai Benteng Jepang ada juga warga yang berkata bahwa itu kuburan Jepang namun sayang sekarang hanya tinggal kenangan karena bangunan itu sudah hancur entah karena apa.

Menurut kesaksiaan saudara Alma beberapa waktu yang lalu bangunan ini masih berdiri dengan kokoh, bangunannya sangat unik dimana di atasnya berbentuk seperti sebuah kawah tengkurep, ada seorang bapak yang cobah mendekati kami pun membenarkan perkataan saudara Alma bahwa dahulu bangunan yang katanya Benteng Jepang ini bentuknya sangat menarik mirip sebuah Topi Jepang.

Sekarang sangat disayangkan, bangunan yang katanya Benteng Jepang sudah tidak unik dan menarik lagi karena daya tariknya telah roboh berserakan di atas tanah, yang ada sekarang hanya cerita dan kisah dari warga yang pernah melihat langsung saat bangunan itu masih berdiri kokoh, sekarang siapa yang harus disalahkan?  Siapa yang harus bertanggungjawab atas kehancuran bangunan ini?   Generasi selanjutnya tidak akan pernah lagi tahu bagaimana bentuk dari “Benteng Jepang”, generasi selanjutnya hanya akan dapat mendengarkan cerita bahwa dahulu di sini pernah ada “Benteng Jepang” namun tidak akan pernah bisa melihat bagaimana bentuknya.  Menyedihkan.

Selepas menyasikan puing-puing sisa “Benteng Jepang” kami kembali pulang ke rumah saudara Alma, namun malang tak bisa ditolak karena tiba-tiba saat berada di tengah perjalanan hujan turun dengan derasnya, terpaksa kami berteduh sejenak di sebuah pondok tua yang reok, tidak lama hujan sedikit meredah maka kami pun melanjutkan perjalanan pulang, namun beberapa saat kemudian hujan turun lagi dengan lebih deras, kali ini kami putuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan walaupun harus basah kehujanan.  Setelah melalui perjuangan panjang di jalanan kehujanan kami sampai di rumah saudara Alma dengan keadaan basa kuyup,  tidak ada satupun bagian tubuh kami yang terlihat kering.  Akan tetapi hujan bukan soal karena banyak pelajaran yang didapat dari sebuah ekspedisi ini, perlajaran tentang sejarah bangsa yang tidak ternilai harganya.

Setelah istirahat sejenak di rumah Alma, kami berdua (saya Adrian Fajriansyah dan Kgs. M. Habibillah) bergegas untuk pulang apalagi waktu telah menujukan pukul setengah enam sore.  Kami pulang menggunakan kendaraan umum Transmusi, sesaat memasuki Transmusi hawah dingin langsung menusuk tubuh karena AC di dalam bus BRT itu sangat dingin apalagi kondisi cuaca saat itu gerimis ditambah lagi pakaian kami yang belum kering benar maka jadilah saat-saat di dalam Transmusi itu adalah sebuah “penderitaan” karena harus menahan rasa dingin yang begitu menusuk ke tubuh kurang lebih 1 jam lamanya.  Setelah sampai dan keluar dari Transmusi rasanya sangat menyenangkan dan lega karena baru saja lepas dari “penderitaan” menahan dingin yang sangat luar biasa.

Sekarang saya baru sadar bahwa benar kata orang bahwa bumi Indonesia adalah tempat tebaik untuk di tinggali di dunia karena cuacanya yang sangat pas ditubuh di mana cuaca di Indonesia tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas.  Saya senang dan bangga tinggal di Indonesia.

b.  Dokumentasi Benteng Jepang
Alamat : Benteng Jepang, Daerah Tegal Binangun – Dekat SMA Negeri 19 – Jakabaring – Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.
393667_2441763326938_776408851_n
Gambar 15.  Dahulu Di Sini Berdiri Sebuah Bangunan Yang Dijuluki Sebagai “Benteng Jepang”

375283_2441762846926_2032964814_n
Gambar 16.  Benteng Jepang Sekarang Tinggal Kenangan

407508_2441764286962_970299219_n
Gambar 17.  Tim Ekspedisi Berdiri Di Atas Reruntuhan Bangunan Benteng Jepang

401341_2441765686997_1379863511_n
Gambar 18.  Sebuah Lorong Menujuh Bagian Dalam Benteng Jepang

376008_2441765206985_681242058_n
Gambar 19.  Sekarang Di Halaman Benteng Jepang Telah Di Bangun Sebuah Masjid

405144_2441764806975_218897220_n
Gambat 20.  Special Thanks For Kgs. M. Habibillah

C.  EKSPEDISI KE ENAM (Bunker Utama Pertahanan Udara Jepang)

397026_2441780247361_980972994_n
Gambar 21.  Bunker Pertahanan Udara Jepang, Samping RSK Charitas, Jalan Jendral Sudirman

Rabu, 14 Desember 2011.  Ekspedisi kali ini lagi-lagi hanya berdua saja saya (Adrian Fajriansyah) dan Kgs. M. Habibillah.  Tempat tujuan kami kali ini adalah sebuah Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang yang berada di samping RSK (Rumah Sakit Kristen) Charitas, Jalan Jendral Sudirman, Palembang.

Saat kami akan menujuh ke Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang terlihat banyak pemuda yang duduk diatas tangga menujuh ke bunker tersebut sehingga membuat kami harus menunggu sejenak pemuda itu pergi dari tempat tersebut, hal ini dikarenakan kami tidak ingin saat kami meliput tempat tersebut terlalu banyak orang yang tau sehingga nantinya membuat keramaian menjadikan ekspidisi ini tak nyaman lagi.

Cukup lama kami munggu pemuda itu pergi, entah apa yang dilakukan para pemuda tanggung itu di atas tangga tersebut, bercerita menghabis-habisakan waktu cuma-cuma mungkin itu yang dilakukan oleh para pemuda tersebut.  Sangkin lamanya kami berdua sampai sempat sarapan terlebih dahulu karena lapar menunggu para pemuda itu pergi.  Setelah kurang lebih 1 jam lamanya menunggu akhirnya para pemuda tersebut pergi dari tangga menujuh ke bunker sebelah charitas.

Kami berdua lalu bergegas menujuh ke bunker dengan menaiki anak tangga, lalu membuka pintu pagar di mana di dalamnya terdapat rumah penunggu tanah di daerah itu dan tidak jauh dari sana terdapat bunker peninggalan tentara Jepang yang kami ingin kunjungi.

Sesaat setelah membuka pagar rumah tersebut tiba-tiba kami disambut dengan lolongan anjing si pemilik tanah dan rumah tersebut kontan saja saya shok dan ingin kabur dari tempat itu, namun sang anjing tiba-tiba dengan cepatnya langsung menghampiri saya, si Abi (Kgs. M. Habibillah) yang notabene berada di belakang saya berada di dekat pagar kontan langsung membuka pintu pagar bersiap untuk kabur sedangkan saya yang langsung berhadapan “empat mata” dengan anjing si pemilik rumah tidak dapat lagi untuk pergi ke mana-mana karena dalam hati saya berkata bila saya lari untuk kabur tentunya anjing ini akan lebih ganas dan mungkin akan mengigit saya maka akhirnya dengan perasaan takut dan pasrah saya hadapi anjing itu dengan sebuah tas ransel.  Huus.. huus.. itulah kata-kata yang terucap dari mulut saya sambil gemetar saat anjing itu melolong dengan kerasnya, untung saja sang pemilik rumah mendengar lalu keluar dan menghampir saya, lalu sang anjing pun pergi, dalam hati saya berkata “selamat, selamat”.

Ika namanya adalah seorang gadis kecil anak dari pemilik rumah dan tanah di tempat itu, berusia kurang lebih 8 tahunan, telah menyelamatkan saya dari “keganasan” lolongan si anjing yang ternyata setelah berkenalan bernama eko.

Kemudian kami diajak oleh Ika bertemu denga ibunya yang ternyata masih berdarah Palembang bergelar Raden, menurut cerita ibu pemilik rumah beliau terlahir dari keturunan langsung Sultan Mahmud Badaruddin II atau keturunan orang Palembang yang ada di Ternate tempat sang sultan di makamkan.  Lalu kami berdua izin dengan ibu pemilik rumah untuk dapat melihat dan mendokumentasikan keberadaan Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang yang ada di halaman tanah milik leluruhnya itu.  Dengan ramah dan senang hati ibu pemilik rumah mengizinkan kami untuk melihat-lihat bagian luar bunker Jepang tersebut, beliau berkata kami sebenarnya bisa saja untuk melihat bagian dalam ruangan bunker namun karena ada sarang burung wallet di dalamnya sehingga untuk saat ini kami tidak bisa memasukinya kecuali saat panen datang.

Dengan ditemani Ika anak dari ibu pemilik rumah kami berkeliling melihat tinggalan sejarah dari Tentara Jepang saat Perang Dunia Ke II tersebut.  Kami diajak melihat bagian sisi luar dinding bangunan, kemudian pintu masuk bangunan, lalu kami juga diajak melihat bagian atap bangunan, dibagian atap bangunan bunker terdapat sebuah cerobong besar, menurut Ika dari cerobong itulah para burung wallet masuk menujuh ke sarangnnya dan dari cerobong itu juga kita dapat melihat bagian dalam ruangan bunker.  Dari lubang cerobong terlihat bagian dalam ruang bunker sangat kokoh, dindingnya terlihat begitu tebal dan keras, hawa udara di dalam ruangan terasa begitu sejuk.

Ika berkata bahwa di dalam bunker tersebut terdapat banyak ruangan seperti lorong yang berhubungan satu sama lainnya, kemudian ditengah-tengahnya terdapat sebuah meja besar yang terbuat dari beton, dengan berandai-andai saya membayangkan meja tersebut pastilah dulunya digunakan oleh para serdadu Jepang untuk merapatkan stratergi perang mereka.

Kemudian Ika mengajak kami ke sebuah bangunan mirip bak besar namun di dalamnya terdapat sebuah tangga menujuh ke dalam tanah, sebuah ruang kecil menujuh dalam tanah tersebut terlihat sudah tergenang air sehingga tampak menyerupai sebuah sumur.

Tidak terasa perjalanan kami mengelilingi Bunker Utama Pertahanan Udara Jepang tersebut juga ditemani oleh Eko si anjing, lama-kelamaan Eko menjadi akrab dengan kami sehingga tak ada rasa curiga lagi terhadap kami.

Setelah kami puas mengelilingi dan mendokumentasikan bangunan bunker, kami lalu bercerita dengan sang Ibu pemilik rumah dan tanah di tempat itu, menurut sang Ibu di dalam ruangan dalam bunker juga terdapat sebuah lorong bawah tanah namun lorong tersebut sudah tidak bisa dimasuki karena bagian tengah lorong telah buntu akibat pembangunan pondasi dari Hotel Sandjaja Palembang mungkin saat Hotel tersebut meningkatkan tarafnya ke jenjang Internasional saat pembangunan gedungnya yang berlantai 7 ditahun 80an.  Padahal menurut informasi yang saya dapat dahulu lorong bawah tanah yang terdapat di bawah Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang di sebelah RSK Charitas tersebut terkoneksi langsung dengan lorong bawah tanah yang berada di pinggiran sungai musi, namun keberadaan lorong bawah tanah di sungai musi sampai sekarang belum diketahui.  Diperkirakan lorong bawah tanah di bawah bunker sebelah charitas tersebut berfungsi sebagai tempat melarikan diri ketika pihak Jepang terdesak oleh serangan tentara Sekutu.

Saya sempat menanyakan kepada ibu pemilik rumah apakah pernah mengalami situasi mistis selama tinggal berdampingan dengan sisa peninggalan Jepang tersebut, sang ibu menjawab tidak pernah sama sekali tapi menurutnya para satpam RSK Charitas sering mengalami pengalaman mistis yang diantaranya ada yang bercerita bahwa mereka sering bermimpi di kejar oleh tentara Jepang, lalu ada juga yang bercerita bahwa pernah suatu malam mereka mendengar langkah kaki segerombolan serdadu namun tidak penah terlihat siapa yang melakukannya dan masih banyak lagi pengalaman mistis yang dialami oleh para satpam di RSK Charitas namun tidak pernah sama sekali dialami oleh ibu dan penghuni rumah lainnya.

Secara keseluruhan bangunan Bunker Utama Pertahanan Udara Tantara Jepang di Jalan Jendral Sudirman samping RSK Charitas ini keadaannya jauh lebih baik dari semua sisa peninggalan Tentara Jepang di Palembang.  Keadaan bangunan masih kokok walaupun tidak terawat selain itu bangunan ini pun ruang di dalamnya masih terlihat dalam kondisi baik dan dapat dimasuki.  Diperkirakan dahulu bangunan ini digunakan sebagai markas utama tentara Jepang dalam menghalau serangan udara tentara Sekutu ini dapat dibuktikan dari besarnya bangunan ini yang mengidikasikan bahwa tempat ini mungkin adalah markas utama.

Puas mendapatkan cerita yang sangat bermanfaat dari ibu si pemilik rumah kami kemudian bersiap untuk pulang, namun saat bergegas pulang si ibu menyajikan kami minum terlebih dahulu dengan senang hati kami minum air yang telah disajikan oleh si ibu, lalu ibu itu pun dengan baiknya menawarkan kami untuk ikut masuk ke dalam bunker bila berminat saat panen wallet di lakukan sekitar tanggal 23-24 Desember 2011 mendatang, dengan senang hati kami menerima tawaran sang ibu.  Sekarang dengan perasaan antusias dan penasaran kami menanti kesempatan masuk ke dalam Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang tersebut tiba.

c.  Dokumentasi Bunker Utama Pertahanan Udara Jepang
Alamat : Bunker Utama Pertahanan Udara Jepang, Jalan Jendral Sudirman – Di Samping RSK Charitas – Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.
395816_2441776447266_1941596725_n
Gambar 22.  Bagian Samping Bunker Pertahanan Udara Jepang

388758_2441775887252_1892547375_n
Gambar 23.  Keadaan Bangunan Yang Masih Sangat Kokoh Dan Kuat

407841_2441778767324_1512123685_n
Gambar 24.  Sekarang Bunker Ini Berfungsi Sebagai Sarang Burung Walet

393425_2441778287312_1139160172_n
Gambar 25.  Bagian Atas Bunker Pertahanan Udara Tentara Jepang, Di Jalan Jendral Sudirman Palembang

379395_2441776847276_2023042883_n
Gambar 26.  Cerobong Bunker Digunakan Sebagai Ruang Keluar Dan Masuk Burung Walet

386640_2441777167284_855277278_n
Gambar 27.  Bagian Dalam Bunker Pertahanan Udara Jepang Yang Tampak Masih Kokoh Dan Kuat

408479_2441774247211_726376293_n
Gambar 28.  Bunker Pertahanan Udara Jepang, Sisa Tinggalan Sejarah Jepang Yang Masih Berdiri Kokoh

390604_2441780087357_229949072_n
Gambar 29.  Sebuah Bak Di Mana Di Dalamnya Terdapat Tangga Menujuh Ke Sebuah Lorong Bawah Tanah

393329_2441779527343_1373670845_n
Gambar 30.  Tangga Menujuh Lorong Bawah Tanah

399603_2441777607295_1187736375_n
Gambar 31.  Bunker Pertahanan Udara Jepang Berhadap-hadapan Dengan Gedung Bank Indonesia Palembang

405817_2441780687372_989831756_n
Gambar 32.  Saya (Kiri) Bersama “Guide Cilik” Ika (Kanan)

392752_2441781447391_1740553035_n
Gambar 33.  Sang Penjaga Si Eko

Sejarah Yang Terlupakan
By Adrian Fajriansyah 17/12/2011
Sumber foto dan tulisan : https://adrian10fajri.wordpress.com/

28 September 2016

Jejak Peninggalan Jepang Di Palembang (Bagian 1)

Gambar 1.  Sisa Peninggalan Jepang Pada Perang Dunia Ke II Di Palembang (Bagian 1).
           
Hari Minggu lalu tepatnya tanggal 4 Desember 2011 saya menyaksikan acara jalan-jalan misteri siaran televisi swasta yang di bawakan oleh Om Tukul Arwana, acara tersebut kebetulan sedang berada di kota kelahiran saya Palembang.  Penasaran bagaimana sih acara misteri jalan-jalan di kota kelahiran saya maka saya saksikan tayangan tersebut mulai dari awal hingga akhir acara walaupun saat itu acara tersebut berlangsung di waktu yang sudah larut malam.

Acara yang dibawakan oleh Om Tukul tersebut mengambil seting lokasi di Goa Jepang (Jl. AKBP. H Umar, Kelurahan Ariokemuning), Bukit Siguntang (Kawasan Kelurahan Bukit Besar) dan Kawah Tengkurep (Makam Raja-raja Palembang Darussalam).

Acaranya sendiri berlangsung cukup menyeramkan itu mungkin karena tempat-tempat tersebut sudah pernah saya singgahi, terbukti adik saya tidak mau menyasikan acara tersebut.  Untuk saya sendiri sangat antusias dan penasaran bagaimana keadaan yang terjadi di tempat-tempat yang sudah cukup familiar dan pernah saya singgahi tersebut.

Dari semua tempat yang dikunjungi oleh Om Tukul bersama teman-temannya hanya Gua Jepang lah yang berlum pernah saya kunjungi, sudah sedari dulu saya ingin mengunjungi Gua Jepang namun hingga sekarang (5 Desember 2011) belum kesampaian, jangankan berkunjung melihat Gua Jepang itu sendiri saya pun belum pernah, untunglah ada acara Om Tukul Jalan-Jalan karena berkat acara tersebut akhirnya untuk pertama kalinya dalam hidup saya bisa melihat bagaimana bentuk dan keadaan Gua Jepang yang sangat legendaries tersebut.

Ternyata Gua Jepang yang berada di belakang Pasar Km 5, Palembang tersebut cukup menyeramkan, apalagi saat Om Tukul dan Ustad Sholeh Pati masuk ke dalamnya suasana angker langsung dirasakan oleh mereka, bahkan Ustad Sholeh Pati sempat terkejut saat pertama kali masuk ke dalam ruangan dalam Gua Jepang itu, menurut info dari Ustad Sholeh Pati di dalam Gua Jepang di daerah Sosial itu terdapat sebuah kerajaan gaib yang cukup besar dengan kekuatan mistis yang sangat kuat, itulah mengapa Om Tukul bersama teman-temannya tidak mau berlama-lama berada di dalam Gua atau Bunker Pertahanan Jepang tersebut apalagi keadaan di dalamnya memang sangat tidak kondusif karena sangat bau dan kotor di mana sampah berserakan di mana-mana.

Setelah menyaksikan acara Om Tukul Jalan-Jalan bukannya menjadi takut, saya malah semakin penasaran untuk melihat langsung bagaimana keadaan Gua Jepang tersebut, bukannya ingin sok berani atau gaya-gayaan tetapi karena rasa penasaran dan haus akan ilmu sejarah tentang jejak peninggalan Jepang yang ada di Palembang akhirnya saya beranikan diri dan bertekat untuk mengunjungi langsung Gua Jepang (Komplek Pertahanan Jepang) tersebut.

A.  EKSPEDISI PERTAMA
Gambar 2.  Gua Atau Bunker Pertahanan Tentara Jepang Di Jalan AKBP. H Umar, Km 5, Palembang, Sumatera Selatan.

Hari selasa, 6 Desember 2011, bersama teman-teman diantarnya ada Kgs. M. Habibillah, M. Hafid Fitrian dan Januar Rojali (sekaligus Guide) juga saya tentunya kami memulai ekspedisi pencarian jejak-jejak peninggalan Jepang di Palembang, tadinya ekspedisi ini hanya sebuah usulan saja dari saya yang ingin melihat langsung bagaimana bentuk dan kondisi Gua Jepang yang berada di Km 5, namun ternyata semua teman-teman saya juga antusias ingin melihat bagaimana bentuk bangunan peninggalan tentara Jepang pada Perang Dunia Ke II tersebut, sehinggah akhirnya ekspedisi ini pun dimulai dengan antusias.

Gambar 3.  Lokasi Gua Jepang Atau Bunker Pertahanan Tentara Jepang Di Km 5, Palembang.

Gambar 4.  Gua Jepang Terletak Di Lokasi Yang Ditutupi Oleh Semak Belukar.
         
Ekspedisi “iseng-iseng” ini kami mulai dari daerah Km 5, tepatnya di belakang pasar tradisional Km 5, melawati Jalan Sosial kemudian tembus ke Jalan AKBP H. Umar, Kelurahan Ario kemuning, Palembang, yaitu tak lain dan tak bukan lokasi tempat keberadaan Gua Jepang atau Komplek (Bunker) Pertahanan Tentara Jepang.  Berkat keberadaan “Guide” Januar Rojali kami pun bisa dengan lancar tanpa hambatan menujuh ke lokasi Gua Jepang.  Tempat ini menurut info yang saya dapat dari berbagai sumber merupakan Bunker Utama Pertahanan Jepang saat Perang Dunia Ke II (1942-1945).  Bunker Pertahan Jepang di daerah AKBP H Umar di bangun sekitar tahun 1942 sampai 1945 tepatnya saat Jepang menduduki Indonesia selepas Belanda angkat kaki “sementara” dari Bumi Nusantara.

Gambar 5.  Sampah Berserakan Di Mana-Mana Sehingga Terlihat Sekali Kalau Tempat Ini Sangat Tidak Terawat.

Awalnya kami sempat takut untuk memasuki bagian dalam Gua karena keadaannya yang cukup mistis dan menyeramkan, akan tetapi berkat keberanian dan ajakan dari “Guide” Januar Rojali kami semua akhirnya berani memasuki bagian dalam Gua.  Bagian dalam Gua sangat kotor, jorok dan bau karena sampah yang bergeletakan di mana-mana, tampaknya tempat ini telah dijadikan tempat pembuangan sampah illegal oleh warga sekitar.  Di dalam Gua Jepang tadinya menurut info yang saya dapat terdapat sebuah ruangan yang ditutupi dengan terali besi di mana di dalamnya ada sebuah lorong atau terowongan yang terkoneksi langsung ke Gua atau Komplek (Bunker) Pertahanan Udara Jepang di sebelah RSK Charitas tepatnya di Jalan Jendral Sudirman di depan Gedung BI, Palembang, namun sungguh ironis terali besi dalam ruangan tersebut tidak ada lagi karena sudah lama diambil oleh orang yang tidak bertanggungjawab mungkin dijadikan besi kiloan untuk dijual dan karena tumpukan sampah yang dibiarkan terus menerus akhirnya lorong tersebut tertimbun sehingga tidak dapat dimasuki lagi.

Puas mengamati bagian dalam kami kemudian mengitari bagian luar Gua Jepang melihat bagaimana kontruksi dan arsitektur bangunan itu, secara keseluruhan bangunan ini bentuknya tidak istimewah namun sangat tangguh karena dibangun dengan menggunakan pondasi baja “asli” yang dilapisi dengan beton berlapis yang sangat kuat dan kokoh, dari filosofi pembangunannya tampak jelas orang Jepang sudah dari dulu tidak terlalu mementingkan bentuk estetika atau keindahan melainkan lebih mengutamakan kinerja dan kualitas.  Di bagian atas Bunker atau Gua Jepang terdapat sebuah cerobong entah apa fungsinya munkin sebagai ventilasi udara atau sebagai tempat keluarnya asap dan uap dapur dari bagian dalam Gua itu.

Setelah terpuaskan harsat ingin tau dan menyalurkan rasa penasaran mengelilingi banguan Pertahanan Utama Tentara Jepang di daerah km 5 tepatnya di Jl. AKBP H. Umar,  kami kemudian bergegas meninggalkan lokasi tersebut, selanjutnya kami pun di ajak singgah oleh saudara “Guide” Januar Rojali ke rumahnya, dan tanpa disangka-sangka di rumahnya kami disajikan makan siang lengkap bersama minuman es sirup yang sangat segar serta buah embam sebagai penutup atau cuci mulutnya.  Mungkin baru kali ini Guide yang memberikan tips atau hadiah untuk wisatawannya bukan wisatawannya yang memberikan hadiah untuk si Guide.  Satu kalimat Thanks a lot Mas Bro Januar Rojali.

a.  Hasil Liputan Di Komplek (Bunker) Pertahanan Jepang atau Gua Jepang (Km 5 (Palimo), Jl Sosial – Jl. AKBP. H. Umar, Kelurahan Ariokemuning, Palembang)

Gambar 6.  Pintu Masuk Gua Jepang (Dari Luar Gua).

Gambar 7.  Pintu Masuk Gua Jepang (Dari Dalam Gua).
         
Bunker Pertahanan Jepang di daerah AKBP H. Umar ini lebih dikenal oleh warga sekitar dengan sebutan Gua Jepang karena letak awalnya yang berada di dalam permukaan tanah di mana hanya ada satu lorong sebagai pintu masuk layaknya sebuah Gua, akan tetapi kini keadaannya sangat memperihatinkan di mana keberadaan Bunker Pertahanan Jepang ini tidak lagi berada di bawah permukaan tanah melainkan sudah menganga di atas permukaan tanah karena tanah disekitarnya telah dikeruk oleh orang-orang yang kurang peduli dengan peninggalan sejarah.

Gambar 8.  Ruang Di Dalam Gua Jepang Gelap, Pengap, Kotor Dan Berbau Akibat Sampah Yang Banyak Berserakan Di Dalamnya.

Gambar 9.  Ruang Di Dalam Gua Terlihat Sangat Tidak Terawat.

Dari hasil ekspedisi ini dapat digambarkan keadaan Gua Jepang sudah sangat mengenaskan, lokasi keberadaan Gua Jepang telah dikepung oleh rumah-rumah warga di kanan-kiri, depan-belakang bahkan di atas Gua Jepang itu sendiri.  Bagian dalam Gua Jepang juga tidak kalah mengenaskan karena tempat ini merupakan tempat pembuangan sampah illegal oleh warga sekitar.  Akibat sampah “illegal” yang berserakan bagian lorong yang berada di dalam Gua Jepang tertimbun oleh tumpukan sampah sehingga tidak bisa dimasuki lagi, padahal konon katanya terowongan atau lorong tersebut terkoneksi langsung dengan Komplek (Bunker) Pertahanan Udara Jepang di sebelah RSK (Rumah Sakit Kristen) Charitas di Jalan Jendral Sudirman, Palembang.

Gambar 10.  Sampah Banyak Berserakan Di Lantai Gua Yang Sekarang Tampaknya Dijadikan Tempat Pembuangan Sampah “Ilegal” Oleh  Warga Sekitar.

Gua Jepang itu sendiri secara kontruksi masih sangat kuat karena dari hasil liputan langsung kami memang bangunan tersebut dibangun dengan menggunakan podasi Baja “asli” kemudian dilapisi dengan beton yang kuat sehingga sangat tangguh walaupun digempur dengan terpedo sekalipun.  Sangat pintar otak Jepang karena sedari dulu kemampuan Jepang memang sangat menjanjikan, lihatlah bagaimana mereka membangun tempat pertahanan ini sangat tangguh dan terbukti sangat menyulitkan tentara sekutu saat Perang Dunia Ke II terjadi.

Gambar 11.  Ventilasi Udara Yang Terdapat Di Dalam Gua Jepang Km 5.

Akan tetapi setangguh-tangguhnya bangunan bila tidak mendapatkan perawatan yang baik maka hancur juga akhirnya, sekarang keberadaan Gua Jepang di Km 5 semakin mengkhawatirkan, keadaannya semakin tidak jelas, padang ilalang berserakan di halaman Gua, banyak dari bagian bangunan Gua yang hancur entah karena dimakan usia atau karena keusilan dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan yang paling mengenaskan bagian dalam Gua sangat penggap dan bau akibat sampah-sampah yang dibiarkan tertumpuk.

Gambar 12.  Kontruksi Bangunan Gua Jepang Yang Kokoh Semakin Lama Semakin Terkikis Akibat Kurangnya Perhatian Dari Pemerintah Akan Bangunan Sejarah Ini.


Gambar 13.  Ini Diperkirakan Kontruksi Dari Lorong Atau Terowongan Di Dalam Gua Namun Sekarang Sudah Tertimbun Sehingga Tidak Bisa Di Masuki Lagi.

Gambar 14.  Secara Kontruksi Bangunan Jepang Dibangun Sangat Kokoh Dan Kuat Karena Dibangun Dengan Kontruksi Baja “Asli” Yang Diperkuat Dengan Beton Berlapis.

Sungguh sedih melihatnya, memang keberadaan Jepang di masa lalu tidak menguntungkan bagi Indonesia atau tidak lebih baik dari Penjajah Belanda akan tetapi bangunan sejarah ini tidaklah salah, bahkan mungkin bangunan sejarah ini sangat penting keberadaannya bagi generasi penerus bangsa sebagai sumber ilmu pengetahuan bahkan juga bisa menjadi potensi wisata daerah yang ujung-ujungnya akan menguntungkan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Gambar 15.  Kontruksi Beton Bangunan Gua Jepang Di Jalan AKBP. H Umar, Km 5.

Gambar 16.  Cerobong Udara Yang Mungkin Digunakan Sebagai Tempat Keluar Masuk Udara Dan Asap Dapur Di Dalam Gua Jepang.

Saya berandai-andai bila nanti bisa menjadi seorang pemimpin alangkah baiknya bekas atau sisa peninggalan Perang Dunia Ke II (1942-1945) atau sisa bangunan Jepang tersebut lebih diperhatikan, dirawat dan dijaga oleh kita bersama, saya yakin bila semua peninggalan tersebut bisa lebih diperhatikan terutama oleh pemerintah setempat akan menjadi objek wisata yang sangat pontensial terutama untuk wisatawan asing dari Jepang karena secara budaya orang Jepang sangat menghargai sejarah sehingga mereka pasti akan sangat antusias melihat sisa peninggalan nenek moyang mereka di Negara orang.

Masih kurang percaya bila sisa peninggalan Jepang tersebut merupakan objek wisata potensial, lihatlah Bunker-Bunker atau Gua-Gua Jepang di daerah lain, tidak usah jauh-jauh ke luar negeri kita ambil contoh di Provinsi tetangga Sumsel yaitu Sumatera Barat tepatnya di Bukit Tinggi di sana terdapat Gua (Bunker) Peninggalan Jepang saat Perang Dunia Ke II, bangunannya hampir mirip dengan yang ada di Palembang hanya saja pemerintah kota Bukit Tinggi sangat pandai menggarap potensi wisatanya sehingga Gua Jepang tersebut bisa menjadi tempat tujuan wisata andalan di sana selain wisata alamnya.

Gambar 17.  Gua Jepang Keberadaan Mu Kini, Dihimpit Oleh Pemukiman Warga Dan Dikepung Oleh Sampah Tanpa Pernah Mendapatkan Perhatian Dari Pemerintah.

Gambar 18.  Saya (Kanan) Bersama “Guide” Januar Rojali (Kiri).

Keberadaan Gua Jepang di Bukit Tinggi sangat terawat baik bahkan sisa-sisa peralatan tentara Jepang pun masih ada di dalamnya ini mencerminkan bagaimana orang Bukit Tinggi sangat menghargai sejarah, buah dari menghargai sejarah adalah Bukit Tinggi menjadi salah satu daerah wisata terkenal di Indonesia bahkan dunia, ini berbanding terbalik dari Palembang karena di sini semua peninggalan sejarah sangat jauh dari kata terawat dan diperhatikan sehingga saya tidak yakin Palembang bisa menjadi tempat tujuan wisata yang lebih baik dari Bukit Tinggi kecuali suatu hari nanti ada pemimpin Palembang yang lebih mencintai sejarah, menghargai semua peninggalan sejarah yang ada di kota Palembang dan terutama dapat memimpin Palembang dengan hati yang tulus ikhlas, ingatlah Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai sejarahnya.

B.  EKSPEDISI KE DUA

Gambar 19.  Pintu Masuk Menujuh Ke Ruangan Dalam Rumah Pertahanan Jepang Di Jalan Joko, Kelurahan Talang Semut, Kecamatan Bukit Kecil, Palembang, Sumatera Selatan.

Ekspedisi ke dua masih berlangsung di hari yang sama yaitu selasa tanggal 6 Desember 2011.  Di ekspedisi ke dua tempat tujuan kami adalah Rumah Pertahanan Jepang di Jalan Joko, Kelurahan Talang Semut, Kecamatan Bukit Kecil, Palembang atau lebih tepatnya di samping Aula Gereja Imanuel (gereja kuno peninggalan Belanda).  Di ekspedisi ke dua ini anggota rombongan kami berkurang satu orang karena sang Guide Januar Rojali ada tugas yang tidak bisa untuk ditinggalkan.  Walaupun hanya tinggal beranggotakan 3 orang saya sendiri, Kgs. M. Habibillah dan M. Hafid Fitian namun ekspedisi ini tetap berlangsung dengan antuasias yang tinggi karena penasaran bagaimana bentuk dari rumah pertahanan tersebut.

Gambar 20.  Rumah Pertahanan Atau Perlindungan Tentara Jepang Talang Semut Berada Persis Bersebarangan Atau Di Samping Aula Gereja Imanuel Palembang.

Karena hanya bermodalkan pengetahuan tentang Rumah Pertahanan Jepang di Talang Semut tanpa tahu alamat persisnya akhirnya kami pun hanya berputar-putar dari Mall PIM – kawasan Talang Semut – Jalan Merdeka hingga mendekati daerah Ki Gede Ing Suro dengan hasil nihil.  Walaupun telah bermandikan keringat setelah berjalan cukup jauh tanpa hasil apapun kami bertiga tidak berputus asa dan meneruskan perjalanan mencari tempat peris dari peninggalan Jepang tersebut.  Kebetulan kami berada di daerah Ki Gede Ing Suro di mana lokasi ini tidak jauh dari rumah saudara Kgs. M. Habibillah maka diputuskan untuk mampir senjenak di rumah beliau untuk beristirahat sekaligus mencari alamat pastinya letak dari Rumah Pertahanan Jepang di Talang Semut dengan menggunakan media Online atau Internet.

Benar saja penggunaan media internet sangat praktis dan bermanfaat alamat dari Rumah Pertahanan Jepang yang kami cari di dapatkan, langsung saja tanpa pikir panjang saya dan saudara Kgs. M. Habibillah langsung berangkat dengan menggunakan motor menujuh ke “TKP” letak dari rumah pertahanan tersebut, sedangkan saudara M. Hafid Fitrian dengan berat hati kami tinggalkan karena motor yang tersedia hanya satu di mana muatannya hanya dua orang saja, akan tetapi dengan jiwa besar saudara M. Hafid Fitian ikhlas kami pergi dan berharap kami menemukan letak tempat tersebut sehingga dia (M. Hafid Fitian) bisa melihat bentuk dari rumah pertahanan itu dari foto dokumentasi.

Alamat yang kami dapatkan adalah Jalan Joko, Kelurahan Talang Semut, Kecamatan Bukit Kecil tepatnya di samping Aula Gereja Imanuel Palembang.  Dengan mudah alamat tersebut kami dapatkan akan tetapi sesampainya di lokasi alamat itu kami tidak menemukan jejak-jejak dari Rumah Pertahanan Jepang tersebut, yang ada di sana hanyalah rumah-rumah elite orang-orang berduit, kuburan, dan tentu saja Gereja Imanuel.  Kami terus coba mencari lokasi rumah pertahanan itu, kami masuki lorong-lorong yang terdapat di belakang Aula Gereja Imanuel hasilnya nol, kemudian kami putari lagi kawasan Jalan Joko hasilnya tetap nol, dengan inisiatif saya kemudian kami kembali ke Aula Gereja Imanuel lalu dengan teliti kami lihat satu persatu bangunan yang ada di dekatnya, nah benar saja setelah diteliti dengan baik akhirnya kami menemukan Rumah Pertahanan Jepang tersebut.
Lokasi dari Rumah Pertahanan Jepang tersebut persis di samping Aula Gereja Imanuel, lebih tepatnya di seberangan jalan di samping sebuah rumah kayu panjang.  Letak lokasi Rumah Pertahanan Jepang persis di bawah rumah penduduk itulah mengapa saat kami memutari lokasi tersebut kami tidak menemukannya karena keberadaan sisa peninggalan Jepang tersebut berada di bawah rumah warga yang tentunya tidak kami sangka-sangka karena menurut bayangan kami rumah pertahanan itu pastinya terletak di sebuah lahan kosong yang ditumbuhi banyak ilalang (semak belukar), penuh dengan sampah dan tentunya tidak terawat.

Menurut saudara Kgs. M. Habibillah, dia telah sedari dulu mengetahui keberadaan rumah itu namun dia tidak menyangka kalau itu merupakan sisa dari Perang Dunia Ke II atau sisa dari Rumah Pertahanan atau Perlindungan Jepang.  Lagi-lagi menurut saudara Kgs. M. Habibillah, orang-orang di sekitar lokasi tersebut tahunya bahwa itu adalah rumah bawah tanah dan tidak tahu kalau itu merupakan bekas tempat persembunyian tentara Jepang.

Dari hasil pengamatan di lapangan Rumah Pertahanan Jepang di Talang Semut masih lebih baik dari Gua Jepang yang terdapat di Km 5 Jalan AKBP H. Umar.  Rumah Pertahanan Jepang tersebut telihat masih sangat kokoh dan kuat, di sekeliling dindingnya terdapat ventilasi udara, di sana juga terdapat sebuah tangga menujuh ke pintu masuk ke dalam Rumah Pertahanan Jepang itu, saat kami berada di sana bagian lantai Rumah Pertahanan Jepang tersebut terlihat tergenang air dan banyak lumut di lantai pastinya tempat itu sangat licin apabila di masuki, kami sendiri tidak tahu persis bagaimana keadaan di dalam Rumah Pertahanan Jepang tersebut karena waktu sudah hampir malam jadi kami putuskan hanya melihat-lihat dan mendokumentasikan bentuk dari bangunan peninggalan Jepang tersebut.

Walaupun keadaannya masih lebih baik dari Gua Jepang namun tetaplah Rumah Pertahanan Jepang di Talang Semut ini tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah terkait, lihatlah bangunan bersejarah itu yang tadinya terdapat di bawah permukaan tanah sekarang sudah ternganga di atas permukaan tanah, kemudian di atasnya dibangun oleh warga penunggu lokasi itu dengan bangunan semi permanen dan informasi tentang keberadaan Rumah Pertahanan Jepang  tersebut tidak tersedia sehingga warga tidak tahu bahwa itu peninggalan Perang Dunia Ke II.

Sangat ironis di tengah kepunggan rumah-rumah elite warga kelas kakap yang berduit, Rumah Pertahanan Jepang yang notabene merupakan harta sejarah ditelantarkan, dibiarkan tua dimakan usia, dibiarkan hancur tak terkenang, bahkan masyarakat sekitar pun tidak banyak yang tau tentang keberadaannya, orang-orang berduit itu pun acuh dengan harta sejarah tersebut karena bagi mereka itu tidak bernilai, bagi mereka itu tidak bisa dijadikan uang, bagi mereka harta sejarah itu tidak penting untuk diperhatikan.

Kapan? Itulah pertanyaannya, kapan pemerintah akan memperhatikan bangunan sejarah tersebut?, kapan pemerintah akan peduli dengan harta sejarah yang tidak ternilai itu?, dan kapan pemerintahan akan mencerdaskan kehidupan masyarakatnya khususnya untuk informasi dan pengetahuan sejarah?.  Entalah karena kita hanya bisa bertanya tanpa pernah akan mendengar jawabannya.

Setelah puas mendokumentasikan Rumah Pertahanan Jepang, kami kembali pulang namun sebelum menujuh ke rumah saudara Kgs. M. Habibillah terdahulu membeli pempek sebagai santapan sore bersama di rumah dengan saudara M. Hafid Fitrian yang telah menunggu lama.  Thanks a lot for Kgs. M. Habibillah.

b.  Hasil Liputan Di Rumah Pertahanan Atau Perlindungan Jepang Talang Semut (Jalan Joko, Kelurahan Talang Semut, Kecamatan Bukit Kecil, Palembang. Tepatnya Di Samping Aula Gereja Imanuel Palembang)

Gambar 21.  Rumah Pertahanan Jepang Di Talang Semut Berada Di Halaman Rumah Penduduk.

Rumah Pertahanan atau Rumah Perlindungan Jepang konon dari info yang saya dapat tadinya adalah tempat persembunyian yang di bangun Belanda untuk persiapan saat Jepang masuk ke Indonesia, namun karena Belanda telah angkat kaki terlebih dahulu dari Indonesia maka bangunan persembunyian ini diambil ahli oleh Jepang sebagai tempat persembunyian mereka.

Gambar 22.  Keadaan Rumah Pertahanan Jepang Talang Semut Tidak Lebih Baik Daripada Gua Jepang Di Jalan AKBP. H Umar, Km 5, Palembang.

Gambar 23.  Lokasi Rumah Pertahanan Jepang Ini Terletak Di Komplek Perumahan Elite Namun Keberadaannya Tidak Banyak Diketahui Warga Sekitar.

Rumah Persembunyian yang lebih dikenal sebagai Rumah Pertahanan Jepang ini diprediksi dibangun antara tahun 1942-1945 tepat saat berlangsungnya Perang Dunia Ke II.

Gambar 24.  Ventilasi Udara Yang Mengelilingi Dinding Atas Rumah Pertahanan Jepang, Ventilasi Ini Digunakan Sebagai Lubang Udara Agar Ruang Di Dalamnya Bisa Lebih Segar.

Dari hasil liputan langsung ke lapangan bangunan ini berbentuk seperti rumah pada umumnya namun dibangun di bawah permukaan tanah, disekeliling bagian atas dinding bangunan terdapat ventilasi udara, terdapat jalan atau tangga menujuh pintu masuk ke dalam ruangan di dalam Rumah Pertahanan.  Rumah pertahanan itu sendiri terlantar tanpa penghuni semenjak selesainya Perang Dunia Ke II dengan ditandai kalahnya Jepang terhapat sekutu setelah peristiwa bom di Hiroshima dan Nagasaki.  Setelah itu diatas Rumah Pertahanan tersebut kemudian dibangun rumah semi permanen oleh warga yang menurut info adalah penunggu/juru kunci lokasi tersebut.

Gambar 25.  Keadaan Rumah Pertahanan Jepang Talang Semut Ditutupi Oleh Pepohonan Sehingga Bila Tidak Teliti Kita Tidak Akan Mengenalinya.

Tidak banyak informasi mengenai bangunan bersejarah tersebut sehingga warga sekitar tidak banyak yang tahu bahwa itu adalah bangunan bernilai sejarah bekas Perang Dunia Ke II yang dahulu digunakan sebagai Rumah Pertahanan dan Perlindungan tentara Jepang.

Gambar 26.  Rumah Pertahanan Jepang Talang Semut Keadaan Mu Sekarang Ditutupi Oleh Pepohonan Sehingga Tidak Akan Mampu Terlihat Sekilas Mata, Ibarat Sang Pemimpin Yang Tertutup Mata Dan Hati Perasaannya Untuk Lebih Memperhatikan Kalian.

            Kekurangan kepedulian dan perhatian dari pemerintah membuat bangunan ini semakin terlantar, diharapkan agar pemerintah lekas membuka mata dan hatinya untuk lebih peduli kepada semua harta sejarah yang ada di Palembang khususnya.

C.  EKSPEDISI KE TIGA

Gambar 27.  Bunker Pertahanan Anti Aircraft Artillery Tentara Jepang, Berlokasi Di Jalan Majahpahit, Kelurahan 1 Ulu, Kertapati, Palembang, Sumatera Selatan.

Ekspedisi ke tiga berlansung pada hari kamis, 8 Desember 2011.  Kali ini kami melakukan pertualangan kembali hanya bertiga di mana terdapat saya sendiri, Kgs. M. Habibillah dan tentunya si M. Hafid Firian yang tidak pernah ketinggalan.

Gambar 28.  Bunker Pertahanan Anti Aircraft Artillery Tentara Jepang Di Halaman Sekolahan SD Negeri 91 Palembang, Di Dalam Halaman Sekolahan Ini Terhitung Terdapat Tiga Bangunan Bunker, Tapi Hanya Dua Buah Yang Utuh Sementara Satunya Sudah Rusak.

Perjalanan ekspedisi kami kali ini akan menujuh ke sisa peninggalan Jepang saat Perang Dunia Ke II di daerah Jalan Majahpahit, tepatnya di Kelurahan 1 Ulu, Kertapati, Palembang.  Tempat yang akan kami singgahi kali ini menurut info yang saya himpun adalah sebuah Bunker Pertahanan Anti Pesawat Udara (Anti Aircraft Artillery) Tentara Jepang yang dibangun antara tahun 1942 sampai 1945.

Gambar 29.  Ekspedisi Kami Kali Ini Cukup Meleahkan Dan Membingungkan Karena Kekurangan Info Akan Alamat Dan Lokasi Keberadaan Bunker Pertahanan Jepang Tersebut.

Sangat sedikti informasi yang kami dapat tentang keberadaan lokasi Bunker Pertahanan Jepang di Daerah Majahpahit ini, selain kurangnya informasi yang kami dapat dari media internet, orang-orang di daerah sekitat yang notabene telah lama mendiami lokasi ini juga tidak tahu letak bahkan informasi tentang kebaradaan Bunker Pertahanan Jepang di Daerah Majahpahit, I Ulu, Kertapati, Palembang.

Gambar 30.  Ekspedisi Kali Ini Kami Sampai Tersesat Ke Lokasi Di Daerah Migguan 15 Ulu Yang Menurut Warga Terdapat Peninggalan Bangunan Kuno.

Akibat kurang informasi dan banyak warga yang tidak memahami tentang peninggalan sejarah dari tentara Jepang tersebut sehingga membuat ekspedisi kami kali ini sangat rumit, berbelit dan melelahkan.

Gambar 31.  Ekspedisi Bersama Dua Sahabat Kgs. M. Habibillah (Kanan) Dan M. Hafid Fitrian (Kiri).

Dari gerbang masuk Jalan Majahpahit kami sempat bertanya kepada seorang bapak kurang lebih berusia 70 tahun tentang keberadaan Bunker Jepang, namun sang bapak tidak tahu banyak tentang keberadaan Bunker Jepang itu, yang beliau tahu hanyalah letak bangsal yang ternyata merupakan tempat perkampungan orang cina di daerah 1 ulu.

Gambar 32.  Perjalanan Kami Melalui Pinggiran Sungai Kemudian Naik Turun Jembatan Kayu Dan Memasuki Perumahan Warga Di Daerah Migguan 15 Ulu.

Kami terus bejalan dan mencari, setiap tempat yang kami lewati kami selalu bertanya tetapi semua jawaban sama tidak tahu-menahu tentang sisa peninggalan Jepang yang mereka tahu justru sebuah bangunan tua yang katanya adalah bangunan bekas Belanda di daerah Migguan.  Daripada tidak mendapatkan hasil apa-apa akhirnya kami pergi ke daerah Migguan berdasarkan informasi yang didapat dari sepasang suami istri Cina yang tinggal di daerah bangsal Cina.  Jalan berliku dan berkelok kami bertiga lewati, menyisirih sisi sungai kemudian masuk ke dalam lorong, melintasi jembatan kayu hingga kemudian sampailah kami ke bangunan tua yang menurut masyarakat setempat adalah bangunan Belanda.

Setelah melihat bangunan tua itu kami sedikit kecewah karena apa yang kami cari tidak sesuai harapan, setelah bercerita dengan warga setempat yaitu seorang Bapak berusia kurang lebih 40 tahun, dia berkata bahwa tidak ada bunker peninggalan Jepang di daerah Migguan 15 Ulu ini yang ada hanyalah sebuah bangunan tua menurut kata beliau adalah bekas pabrik karet peninggalan Belanda.  Akhirnya setelah mengusik sedikit banyak info dari daerah tersebut kami putuskan untuk kembali ke Jalan Majahpahit sesuai dena tempat yang kami dapat pada awal ke datangan kami.

Putar haluan, kami kembali ke daerah 1 Ulu tepatnya di Jalan Majahpahit, Kertapati, Palembang, sesampai ke tempat semula kami bertanya ke Bapak Tukang Becak, kami bertanya apakah bapak tahu tentang bangunan sisa tentara Jepang, kami ceritakan bentuk bangunan sesuai foto yang kami lihat di Internet bahwa bangunan tersebut bentuknya bulat lebar terbuat dari Benton cor yang sangat kokoh dan letaknya dibawah permukaan tanah di mana hanya bagian atasnya saja yang terlihat sedikit, ternyata setelah digambarkan bentuk tempat itu sang bapak teringat ke sebuah bangunan yang mirip dengan ilustrasi yang saya sampaikan.  Bangunan sisa Jepang yang kami cari menurut bapak tukang becak terdapat di dalam halaman SD Negeri 91, Jl. Majahpahit, Kelurahan 1 Ulu, Kertapati, Palembang. terang saja setelah kami masuki bagian dalam sekolah dasar tersebut memang terdapat 3 buah bangunan yang saya gambarkan.  Satu buah bangunan bentuknya tidak utuh lagi dan dua lainnya masih kokoh berdiri hanya saja bentuknya sudah sedikit berubah sehingga bila tidak memahaminya yang kita lihat tersebut seperti sebuah sumur atau sopsitenk atau juga pot besar.

Gambar 33.  Kami Putar Haluan Dan Kembali Ke Jalan Majahpahit Setelah Bertanya Dengan Warga Sekitar Akhirnya Kami Sampai Ke Bangunan Yang Menurut Warga Adalah Bekas Bunker Pertahanan Jepang Saat Perang Dunia Ke II.

Tidak lama kemudian datanglah berombongan anak-anak yang bersekolah di sd tersebut, mereka menjelaskan bahwa kata orang-orang tua mereka dibangunan sisa Jepang ini dulu ditemukan mayat dan senjata bekas perang, masih menurut anak-anak sd tersebut bangunan tersebut dahulu bisa dimasuki namun karena sudah tertimbun tanah sehingga tidak dapat dimasuki lagi.  Saat kami asik bercerita dengan anak-anak sd itu, tiba-tiba datang ibu-ibu dan ikut mendengarkan percakapan kami, para ibu itu membenarkan cerita dari anak-anak sd tersebut bahwa memang di sinilah letak bangunan sisa Jepang yang kami cari bahkan katanya masih banyak lagi bangunan sejenis yang terdapat di sana tapi yang utuh tidak ada lagi, berdasarkan informasi dari para ibu di bagian belakang SD Negeri 91 ini juga terdapat 2 bangunan lagi di dalam halaman rumah seorang warga.  Setelah banyak mendapatkan informasi dari warga setempat khususnya dari para ibu kami pun melanjutkan perjalanan ke dua bangunan yang katanya juga merupakan Bunker Pertahanan Jepang yang terdapat di halaman belakang SD Negeri  91.

Gambar 34.  Salah Satu Bangunan Bunker Pertahanan Peninggalan Jepang Yang Terdapat Di Halaman SD Negeri 91 Palembang.

Dua bangunan yang terdapat di belakang SD N 91 tadinya pada perjalanan awal kami sudah saya lihat namun saya tidak yakin bahwa itu adalah sisa dari Bunker Pertahanan Jepang yang saya kira itu adalah tempat pembuangan limbah (sopsiteng).  Sesampai ke rumah warga yang di halamanya terdapat Bunker Pertahanan Jepang kami disambut dengan baik dan ramah oleh ibu pemilik rumah, ibu itu dengan sangat baik dan antusias menceritakan bahwa ini memang bangunan Bunker Pertahanan Jepang yang kami cari, bahkan dengan meyakinkan ibu tersebut berkata bahwa dahulu juga pernah datang 3 orang bule yang berkunjung ke rumahnya untuk mempelajari kontruksi bangunan peninggalan Jepang di Perang Dunia Ke II tersebut, masih dengan antuias ibu itu berkata bahwa bangunan ini dahulu sebelum tertimbun tanah terdapat lorong menujuh ruang dibawah tanah, akan tetapi karena khawatir lorong itu amblas akhirnya bangunan ini ditimbun sehingga sekarang tidak bisa dimasuki lagi.  Ibu pemilik rumah itu juga bercerita sebenarnya bangunan ini sudah berapa kali akan dihancurkan karena cukup menggangu halaman rumahnya akan tetapi karena sangat kokoh dan kuat maka pekerjaan penghancuran pun sia-sia maka dari itu akhirnya mereka menimbun bangunan tersebut agar rata dengan permukaan tanah di atasnya.  Terdapat satu buah lagi bangunan sejenis di halaman rumah ibu pemilik rumah akan tetapi satu bangunan ini telah dibanguan rumah diatasnya, karena tidak dapat dihancurkan akhirnya mereka menjadikan Bunker Pertahanan Jepang tersebut menjadi pondasi lantai dasar dari rumah meraka.

Setelah puas berkeliling, berinteraksi, bercerita dan mendapatkan ilmu baru dari Bunker Pertahanan Jepang Anti Pesawat Udara (Anti Aircraft Artillery) di Jalan Majahpahit, Kelurahan 1 Ulu, Kertapati, Palembang, kemudian kami pulang dengan hasil ilmu baru yang didapat.  Capek dan letih dari ekspedisi yang cukup jauh dan menguras tenaga membuat perut kami lapar sehingga sebelum benar-benar pulang ke rumah kami mampir ke sebuah warung pempek di Jalan Mujahiddin, pasar 26 Ilir, Palembang untuk mengisi perut yang lapar, kenyang menyantap pempek dan model kemudian kami benar-benar pulang ke rumah masing-masing dengan bekal perut terisi penuh dan ilmu baru yang di dapat. Dan satu pelajaran juga di dapat adalah malu bertanya maka akan sesat di jalan itu pasti terbukti karena kami telah mengalaminya, apabila kita berada di daerah orang tanpa tahu seluk beluk daerah tersebut maka bertanya adalah kunci sukses anda berada di daerah tersebut, bertanyalah dengan nada rama dan lembut.

c.  Hasil Liputan Di Bunker Pertahanan Anti Pesawat Udara (Anti Aircraft Artillery) Atau Menara Meriam Anti Aircraft ArtilleryJepang (Jalan Majahpahit, Kelurahan 1 Ulu, Kertapati, Palembang. Tepatnya Di Halaman Dan Di Belakang SD Negeri 91 Palembang)

Gambar 35.  Bunker Pertahanan (Anti Aircraft Artillery) Jepang Di Halaman SD Negeri 91, Jalan Majahpahit, Kelurahan 1 Ulu, Kertapati, Palembang.  Menurut Warga Di Bunker Ini Dulu Ditemukan Banyak Mayat Entah Dari Pihak Jepang Atau Indonesia.

Bunker merupakan suatu tempat persembunyian yang pada umumnya berada di bawah permukaan tanah banyak di gunakan pada masa Perang Dunia khususnya Perang Dunia Ke II, di Indonesia sendiri kebanyakan sisa bangunan Bunker merupakan sisa dari pasukan Jepang yang pernah menduduki Indonesia pada tahun 1942 sampai dengan 1945, selama 3.5 tahun menjajah raykat Indonesia sangat menderita dibuat oleh Jepang, salah satu penderitaan yang sangat menyayat jiwa adalah romusa yaitu sebuah kerja paksa tanpa upah di jaman Jepang di mana saat itu warga jajahan Indonesia harus bekerja tanpa makan dan minum yang layak juga tanpa upah, sangat menderita.  Romusa sendiri dijadikan Jepang sebagai tenaga pembuat Bunker-Bunker pertahanan mereka, itulah mengapa dalam waktu yang relative singkat Jepang mampu membuat cukup banyak Bunker Pertahanan di Indonesia dengan fungsi yang berbeda-beda.

Gambar.  36.  Salah Satu Bunker Jepang Di Dalam Halaman SD Negeri 91, Bunker Yang Ini Dikenal Dengan Nama 91 Karena Ada Tulisan 91nya, Di Dalam Bunker Ini Dulu Menurut Warga Banyak Ditemui Senjata Bekas Tentara Jepang.

Salah satu Bunker Pertahanan Jepang yang digunakan sebagai tempat berlindung dari serangan pesawat udara adalah Bunker Pertahanan Anti Pesawat Udara (Anti Aircraft Artillery) Jepang di Jalan Majahpahit, Kelurahan 1 Ulu, Kertapati, Palembang.  Namun sayang keberadaannya sama dengan peninggalan Jepang lain di Palembang : terlantar, tidak terawat dan tidak ada perhatian dari pemerintah setempat.

Gambar 37.  Bunker Pertahanan Jepang Juga Terdapat Di Belakang Sekolahan SD Negeri 91 Palembang, Menurut Penjelasan Warga Sekitar Memang Banyak Terdapat Bangunan Bunker Jepang Di Daerah Tersebut, Kurang Lebih Ada Lima Buah Bangunan Sejenih Dengan Kontruksi Yang Sangat Kokoh Dan Kuat.

Pemerintah lebih mementingkan plesiran (jalan-jalan) dan penyediaan mobil dinas kepada pejabatnya dibandingkan perhatian dan perawatan bangunan bersejarah.  Kasihan, apabila dilihat bangunan sisa Jepang bisa dikatakan merupakan perasasti kenangan bagaimana dahulu rakyat Palembang dengan kerja paksa (romusa) disuruh membuat Bunker-Bunker untuk para serdadu Jepang.  Kenangan masa lalu hendaknya jangan dilupakan sekalipun itu menyedihkan justru itu dapat dijadikan pelajaran untuk bisa menjadi bangsa yang lebih baik dan lebih kuat.

Gambar 38.  Lokasi Bunker Pertahanan Jepang Terletak Di Dalam Halaman Rumah Warga, Sekarang Bunker Tersebut Tidak Bisa Dimasuki Lagi Karena Menurut Pemilik Rumah Sudah Lama Mereka Menimbunnya Dengan Alasan Keamanan Takut Kalau Nanti Bunker Akan Rubuh.

Dilihat dari bentuk dan kontruksinya, bunker di Jalan Majahpahit berfungsi sebagai tempat perlindungan bawah tanah terhadap serangan pesawat udara yang sangat kokoh, dimana terdapat cukup banyak ruang masuk bebentuk bulat dan menjorok ke bawah permukaan tanah, entah bagaimana bentuk asli bangunan ini kurang bisa dijelaskan karena keberadaannya yang sudah ditimbun tanah oleh warga sekitar sehingga jangankan untuk melihat isi di dalamnya, bentuknya pun sekarang tidak utuh lagi.

Berbeda dengan sisa Bunker Pertahanan Jepang lain yang sudah menganga di atas permukaan tanah padahal tadinya terletak di bawah permukaan tanah, di sini di Jalan Majahpahit justru berbeda karena Bunker Pertahanan Anti Aircraft Artillery di sini justru ditimbun oleh warga karena cukup menganggu daripada halaman bangunan baik itu rumah maupun sekolahan yang mereka bangun di atasnya.

Gambar 39.  Salah Satu Kontruksi Bunker Pertahanan Jepang Yang Dijadikan Lantai Rumah Warga, Menurut Pemilik Rumah Mereka Tidak Mampu Menghancurkan Sisa Bunker Tersebut Karena Kata Si Pemilik Rumah Kontruksi Bunker Sangat Kuat Dan Kokoh Oleh Karena Itu Akhirnya Bunker Itu Dijadikan Sebagai Pondasi Lantai Rumah.

Kita tidak bisa menyalahkan warga sekitar yang telah menimbun ataupun kurang memperhatikan juga menghargai bangunan peninggalan sejarah masa lalu karena pemerintah sendiripun tidak ada perhatian kepada bangunan-bangunan tersebut, rakyat cenderung mencontoh pemimpinnya, apabila pemimpinnya dapat memberikan contoh yang baik InsyaAllah rakyatnya juga akan berprilaku baik namun apabila pemimpinnya bobrok maka rakyatnya pun akan kacau.  Demikianlah apabilah pemerintah tidak ada perhatian, kepedulian dan penyelamatan terhadap bangunan peninggalan Jepang pada Perang Dunia Ke II ini maka lambat laun pasti akan hancur, musnah sehingga kelak hanya tinggal cerita, sungguh ironis keadaan demikian dikalah Negara-negara tetangga atau tak usah jauh-jauh provinsi-provinsi tetangga marak memikat wisatawan dengan keberadaan bangunan bersejarahnya dalam program wisata sejarah namun di Palembang yang notabene adalah kota tertua di Indonesia justru tidak peduli dengan bengunan tuanya.

Semoga kelak ada yang ibah dan tergerak hatinya untuk lebih peduli dengan si tua bangunan bersejarah walaupun mereka hanya tinggal puing belakah.!!!

Sisa-Sisa Perang Dunia Ke Dua Di Palembang
By Adrian Fajriansyah 09/12/2011
Sumber foto dan tulisan : https://adrian10fajri.wordpress.com/