Sebenarnya Dahlan bisa saja mematahkan kaki ataupun tangan para
pereman-pereman yang memalaknya tetapi ia tidak melakukannya walaupun para
preman tersebut kocar-kacir di hantam jurus-jurus silat Dahlan dan tidak tahu
juga alasannya mengapa, Dahlan memang sudah di kenal di kampungnya sebagai
pelatih pencak silat di kampungnya di mana sudah sedari kecil Dahlan, tetapi
baru sekali ini melihat Dahlan bertarung seperti sinetron laga yang ada di TV.
Dahlan memang di kenal sebagai orang yang ramah dan mudah dalam
pergaulan banyak siapa yang tak kenal dengan dengan guru silat Dahlan di
lingkungan tempat di tinggal, pada setiap malam Sabtu dan malam Selasa banyak
murid-muridnya berkumpul di sepetak tanah di dekat rumahnya tempat mereka
berlatih.
Silat dalam keseharian Dahlan bukan barang yang baru, dengan
pekerjaan sehari-hari penjual bumbu dapur dan rempah-rempah di salah satu pasar
tradisional di kota ini sudah cukup untuk menghidupi istri dan 3 orang anaknya,
dulu silat di dapatkannya dengan belajar dari pamannya yang memang jawara silat
pada masa itu, setelah selesai sholat Ashar paman dahlan mengajari pencak silat
kepada Dahlan keci dan itu berlangsung +/- 15 tahun sampai akhirnya paman
Dahlan pun wafat.
Dari sinilah keahliannya di sebarkan kepada para murid-muridnya
saat ini yang sudah banyak menjadi atlet yang menjadi asset kota ini, tetapi si
Dahlan ini masih seperti yang saya kenal dulu. Akhirnya saya memberanikan diri
untuk bertanya kenapa ilmu pencak silatnya sangat jarang di gunakan.
Dahlan hanya tersenyum, sembari berucap “silat sejati itu terletak
di sini sambil beliau menunjukan hatinya bukan di sini sambil dia menggenggam
telapak tangannya” memang perkataan yang mudah untuk di ucapkan tetapi sangat
susah dalam pelaksanaannya menurut saya, ia pun berujar lagi “ didalam kekuatan
yang besar terkandung tanggung jawab yang besar begitu juga keahlian yang kita
punya juga mempunyai tanggung jawab yang besar”, kalau seandainya saya
menggunakan keahlian saya untuk menyakiti atau membunuh orang lain apakah itu
tujuan dari silat, bukan silat bukan alat atau teknik untuk membunuh, silat
merupakan alternative terakhir saat memang kita harus membela diri, sesaat saya
terdiam, dimana kepulan asap rokok.
“Sebenarnya kalau mau menggunakan silat ini untuk gagah-gagahan
itu bisa, atau menjadi jawara seakalian juga bisa tetapi sekarang ini sudah
tidak zaman lagi, ada harmonisasi antara silat dan kehidupan”, Dahlan terhenti
sejenak,
“Kalau masalah masih bisa di selesaikan dengan kata-kata , kenapa
harus menggunakan kepalan tangan atau kalau masalah masih bisa di selesai kan
dengan tingkah laku mengapa harus menggunakan tendangan, silat sesungguhnya
adalah bagai mana kita bisa mengalahkan diri kita sendiri untuk menyerang,
menyakiti ataupun membunuh sesama mahluk tuhan” ucapnya lagi.
Saya terdiam di dalam batin, wajar kalau setiap sebelum latihan
dia berkata bahwa yang sulit dari latihan silat adalah memahami bahwa ilmu
pencak silat bukan sebagai sarana kejahatan tetapi menjadi sarana untuk
keselarasan kehidupan.
Banyak yang dapat di ambil sejak berteman dengan Dahlan ini, pada
intinya tidak perlu menggunakan otot untuk menyelesaikan suatu masalah tetapi
gunakan pendekatan hati, karena kalau otot berbicara bukan menyelesaikan
masalah tetapi mengalihkan masalah.
Dibalik pakaian silatnya Dahlan tampak gagah tetapi terbersit
kekawatiran akankah generasi yang akan datang akan terus melestarikan budaya
bangsa seperti yang di lakukannya saat ini.
“Salam IPSI”
No comments:
Post a Comment