CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.

24 November 2018

Macan Lindungan


Penamaan tempat atau kampung-kampung di Palembang tempo doeloe tentunya sarat akan nilai historis serta memiliki makna sejarah lingkungan tersebut masing-masing. Dalam buku Peringatan Kota Pelembang 1272 tahun dan 50 tahun Kotapraja (Haminte) Palembang oleh RHAMA, 1956, bahwa Kota Palembang didirikan dengan undang-undang kelahirannya yaitu Instellingordonnatie Gemeente Palembang, Staatblad No.126 tanggal 1 April 1906 yang mengatur luas daerahnya, keuangan, hak, kedudukan, kewajiban, Dewan Perwakilan Rakyatnya, penyerahan beberapa kekuasaan, lalu lintas, kesehatan, pengawasan dan penguasaan atas pekuburan umum, dan lain-lain.

Luas kawasan wilayah di Kota Palembang akan semakin nampak batasan-batasannya ketika kita melihat dan membaca peta-peta lama Kota Palembang, di antaranya peta tahun 1917. Dalam peta tersebut nampak sebuah nama kawasan yang tidak asing terdengar di telinga kita yaitu Macan Lindungan.

Di samping itu, berdasarkan catatan arsip lama, dulu kawasan wilayah Macan Lindungan ini sangat luas membentang sejauh ratusan kilo meter meliputi Bukit Lama, Bukit Besar, Bukit Baru hingga Talang Kelapa. Nama guguk Macan Lindungan sudah ada sejak jaman kerihin.

Kondisi agraris kawasan Macan Lindungan tipikal tanahnya termasuk dataran tinggi atau talang. Selain berfungsi sebagai kebon yang memiliki beraneka jenis tanaman seperti pohon Tembesu dan lainnya, juga terdapat berbagai spesies hewan ternak maupun hewan liar seperti macan dan lain-lain merasa dilindungi di kawasan ini.

Menurut informasi laporan Demang RM. Hasir, di Palembang sampai tahun 1917, banyak sekali binatang-binatang yang terdapat di Palembang di antara: rusa, kijang, kancil, napuh, pelanduk, landak, macan, beruang, babi hutan, badak, tenuk, ular, monyet, buaya, ular berbisa dan lainnya. Semua hewan liar tersebut menjadi incaran bagi para pemburu untuk ditangkap. Kebanyakan binatang seperti rusa, kijang, kancil dan pelanduk ditangkap dengan jaring atau jerat terbuat dari rotan, atau sesekali diburu dengan anjing. Ada pula dibunuh dengan tombak atau senapan. Sedang buaya dan ular berbisa habitatnya hidup di rawa-rawa. Untuk membunuh macan atau harimau yang merusak ternak ditangkap dengan perangkap khusus yang disebut belantik. Agaknya keberadaan 'macan' ini perlu mendapat per'lindungan' dari tindakan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dari kepunahan. Bahkan gajah, macan dan badak dijual ke luar negeri, dan ditempatkan di area Candi Angsoko untuk selanjutnya diangkut ke luar negeri. Kampung Candi ini dulu banyak ditumbuhi oleh pohon nangka besar.

Di samping itu, masyarakat wong Palembang selain pekerjaannya sebagai tukang dan pengrajin, juga ada yang beternak. Ternak yang dipelihara antara lain: sapi, kerbau, kambing, babi, ayam, itik, angsa dan kuda. Sapi diternak betul-betul oleh warga, lokasinya di sekitar kampung 5 ilir, 8 ilir, 20 ilir, 24 ilir, Talang Kerangga dan Bukit. Kerbau terdapat di Kampung Jawa (20 ilir), Talang Kerangga dan Bukit. Kambing, hampir di setiap kampung ada. Babi hanya diternak oleh orang Cina kebon di kampung 5 ilir, 8 ilir, 17 ilir, 20 ilir, Talang Kerangga dan Bukit. Ayam, itik dan angsa diingon hampir disetiap rumah warga. Sedang kuda sangat sedikit habitatnya.
Demikianlah gambaran keberadaan flora dan fauna masa itu. 

Salahsatu arsip catatan lama yang ditulis dalam aksara Arab-Melayu tentang keterangan nama Macan Lindungan di antaranya ditulis oleh Pangeran Haji Nata Diraja. Pangeran Haji Nata Diraja adalah tokoh priayi Palembang yang pernah menetap di lingkungan wilayah guguk Talang Macan Lindungan. Beliau putera Pangeran Krama Jaya Perdana Menteri, penguasa terakhir Palembang di masa kesultanan. Pangeran Haji Nata Diraja wafat dalam tahun 1896. Dalam catatannya Pangeran Haji Nata Diraja menjelaskan tentang nama dan batas-batas daerah ini sebagai berikut:
"Kebon Macan Lindungan bertapal watas Sungai Segenap, Solok Gajah Mati, Sungai Sahang, Durian Padu, Gandaraya Payung, watas Talang Kelapa terus Kali Musi, Langbidara, Sungai Rambutan, Pulau Salam sampai di Solok Gajah Mati. Apa-apa yang tersebut di dalam itu pohon Tembesu kata punya lain orang tidak boleh seteru ganggu di dalam kebon tersebut."

Kini nama jalan Macan Lindungan yang melintas kawasan Bukit sebagian dirobah menjadi nama lain yakni jalan Parameswara.
wallahu a'lam

Palembang, 18-11-2018
Kms.H. Andi Syarifuddin

Di sadur dari sebuah halaman facebook Ustadz Kms. H Andi Syarifuddin