CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.

30 November 2016

Dua Investor Siap Biayai Sirkuit MotoGP Jakabaring

Design sirkuit motor GP di Jakabaring foto : roda2blog.com
Sepang (K.Rakyat) – Gubernur Sumsel Alex Noerdin menegaskan saat ini sudah ada dua investor yang menyatakan berminat membiayai pembangunan sirkuit MotoGP di jabaring Sport City Palembang. Dengan demikian, pembangunan arena ini tidak akan mengusik dana APBN maupun APBD Sumsel.
“Ini dari investor sudah ada. Saat tahu rencana kami, memang banyak investor yang berebut mau masuk. “Nanti kami adu saja [kemampuan Investor-red],” ujar Alex saat diwawancari beberapa wartawan asing di Sepang Minggu (30/10) lalu.  Alex mengungkapkan sejauh ini ada dua pemodal kuat baik dari dalam dan luar negeri yang getol berharap bisa membangun sirkuit di Jakabaring.
Seperti diberitakan sebelumnya, Otoritas MotoGP, Dorna Motor Sport, secara prinsip menyetujui Sirkuit Jakabaring serta antusias terhadap rencana pengembangan akses transportasi menuju sirkuit yang diproyeksikan menjadi tuan rumah MotoGP Indonesia.
Hal ini terungkap setelah Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin bertemu CEO Dorna, Carmelo Ezpeleta, di sela gelaran MotoGP Malaysia di sirkuit Sepang, Sabtu sore (29/10).
Dalam pertemuan dengan Ezpeleta, Alex menjelaskan rancangan sirkuit yang akan dibangun di kawasan Jakabaring, Palembang, tersebut. Selanjutnya menurut Alex, tim teknis dari pihaknya pun menggelar pertemuan dengan tim teknis Dorna.
Lebih jauh Alex menuturkan jadwal penentuan investor adalah akhir November. Untuk mengejar target pembangunan rampung sehingga bisa dipakai pada MotoGP 2018, sirkuit itu setidaknya harus sudah mulai konstruksi pada Februari tahun depan.
Sementara itu Presiden Ikatan Motor Indonesia (IMI) Sadikin Aksa yang juga berada di Sepang mengatakan, sebaiknya memang pembangunan siruit MotorGP Palembang segera dilakukan ground breaking.
Sadikin yang ikut menemani Alex bertemu Dorna mengatakan Sirkuit Jakabaring kelak akan berkarakter cepat (high speed). Rancangan sirkuit yang dibuat konsultan kepercayaan Dorna, Hermann Tilke, itu bahkan disebutnya akan menjadi satu dari tiga besar sirkuit tercepat di dunia.
Sirkuit itu rencananya akan dibangun di lahan seluas 120 hektar yang telah disiapkan mengelilingi danau Jakabaring.

“Panjangnya akan 4314 meter, tikungan akan ada 14, rencananya trek paling panjang 750 meter, dan di trek start finish ada 545 meter,” ujar Sadikin.

Sadikin menyatakan karakter sirkuit itu akan cepat karena setelah dihitung Tilke pacuan motor rata-rata yang mungkin didapat pebalap di sana dengan kekuatan motor saat ini adalah 171 km per jam.
“Pembangunan ini diperkirakan akan menghabiskan anggaran hingga 30 juta Euro (nyaris Rp430 Miliar). Rencananya Hermann Tilke ini membangun salah satu sirkuit paling murah di dunia, tapi spesifikasinya luar biasa,” ujar Sadikin. (*)

29 November 2016

Sidang Pleno Pertama DPRD Sumatera Selatan di Gedung Nasional Curup

Sidang DPRD Propinsi Sumatera Selatan yang pertama dilaksanakan di kota Curup tanggal 20-23 Oktober 1948. Pada waktu itu, Curup menjadi ibukota propinsi Sumatera Selatan, karena Palembang dikuasai oleh Belanda
Foto : http://rejanglebong.blogspot.co.id/

Pada tanggal 13 Desember 1948 untuk pertama kalinya dilantik anggota DPRD Tingkat I Sumatera Selatan yang bertempat di Tapak Tuan, yang anggota-anggotanya berasal dari masing-masing sub Provinsi terdahulu. Dengan Undang-Undang No. 24/1956 dibentuklah Provinsi Palembang di bekas Keresidenan Palembang, dengan demikian Provinsi Sumatera Selatan otomatis menjadi tersendiri dari Keresidenan Sumatera Selatan. Sebagai pelaksana Undang-Undang No. 10/1974 dan Undang-Undang tertanggal 15 april 1948 tentang Penetapan Komisariat Pemerintahan Pusat di Sumatera yang kemudian diubah menjadi Peraturan Pemerintah No. 42/1948 maka komisariat ini menjalankan tugas Gubernur Sumatera sehingga tugas-tugas tersebut diserahkan kepada pelaksananya. Komisariat Pusat di Sumatera yang berkedudukan di Palembang dipimpin oleh Ketua DPRD.

Sekertariat DPRD dipimpin oleh seorang Sekertaris DPRD memegang peranan yang sangat penting dan Strategis karena diangkat dan diberhentikan oleh Keputusan Gubernur atas persetujuan DPRD.dalam alat kelengkapan DPRD, peranan sekertaris DPRD adalah sebagai Sekertaris Badan Musyawarah bukan Anggota, Sekertaris Badan Anggaran Bukan Anggota, Sekertaris Badan Kehormatan bukan anggota dalam hal komunikasi dan Konsultasi Sekertaris DPRD berperan pula untuk berkonsultasi dan komunikasi dalam suatu wahana Forum Komunikasi Pimpinan dan Sekertaris DPRD se-Indonesia dan Forum Komunikasi dan Konsultasi Sekertariat DPRD kabupaten/kota se-Sumatera Selatan. sumber : http://merinaastuti.blogspot.co.id/

28 November 2016

Toyota Buaya

Toyota Buaya (Missie) tahun 1979 Sumber : google

Pada masa orde lama bisa dibilang Toyota merupakan merk pendatang baru di pasar kendaraan Komersial Indonesia, saat itu kebanyakan kendaraan yang beredar di Indonesia merupakan merk merk dari Eropa dan Amerika seperti Thames Trader, Ford, GMC, Chevrolet, Dodge, dan Fargo.


Hasil gambar untuk toyota buaya
Toyota buaya sumber : gridoto.com
Pada tahun 1960 an Toyota Mulai masuk pasaran Indonesia, tidak diketahui importir pertamanya siapa karena saat itu tahun 1960an PT Toyota Astra Motor belum berdiri. Disebut Buaya karena kepala truk yang besar dan ketika kap mesin dibuka seperti buaya yang lagi mangap. Informasi awal truk Toyota sudah masuk Indonesia  gara gara buku sejarah di sekolah, ada foto di buku ketika pasukan RPKAD naik Toyota Buaya dalam Rangka Penumpasan G 30 S PKI pada tahun 1965.

Nama Asli Toyota Buaya adalah Toyota DA ( Diesel ), dan Toyota FA ( Bensin), Toyota DA yang masuk ke Indonesia merupakan Toyota DA Generasi kedua yang dipasarkan secara resmi mulai bulan September 1964 dengan kode kendaraan Toyota DA 115C. Truk ini dipersenjatai dengan mesin diesel Inline 6 silinder berkapasitas 6494 cc mampu menghasilkan tenaga maksimal cukup besar hingga 130 ps, keunggulan lain adalah sistem indirect Injection, sehingga tidak terlalu peka dengan kualitas solar.

toyotabuaya
Iklan toyota buaya sumber : awansan.com

Selain mesin Diesel, ada juga truk Toyota Buaya yang menggunakan mesin bensin dengan kode FA, seperti halnya Toyota DA, Toyota FA yang masuk Indonesia merupakan generasi kedua dengan Kode Toyota FA 100 , Mesin bensin yang digunakan merupakan bensin 6 silinder seri F andalan Toyota ( dipakai juga di land crusier ) , dengan kapasitas 3878cc, mesin ini mampu menghasilkan tenaga maksimal 130 ps .

Meskipun berumur tua, Hingga saat ini masih bisa Toyota Buaya mash bisa dijumpai di beberapa daerah Indonesia, biasanya di pinggiran kota dan digunakan sebagai sebagai truk angkutan galian, bagi awb Truk Toyota buaya mah seperti Kijang “ Memang Tiada Duanya” . Sumber : https://awansan.com/

Di Palembang sendiri kendaraan ini dulunya banyak di gunakan untuk angkutan pupuk dan angkutan karyawan/transport pada PT. Pupuk Sriwijaya (Pusri) dan juga  pada angkutan semen, walaupun saat ini bisa di hitung beberapa lagi yang terseisa di Palembang.

26 November 2016

Tradisi Menamatkan Al-Quran/ Khataman Al-Quran Di Palembang Yang Mulai Di Tinggalkan Masyarakat

Hasil gambar untuk mengaji
Mengaji Foto : http://www.harnas.co/
Adat yang paling utama dan masih dipakai oleh anak negeri waktu itu adalah tentang pemeliharaan anak . Anak yang telah berusia kira-kira 4-5 tahun, maka ia dibawa kepada seorang ustaz untuk belajar mengaji Alquran. Orangtua atau wali anak tersebut membawa satu rago (bakul/keranjang) berisi 20 keping opak, satu tandan pisang mas, sepiring nasi gemuk (uduk) dengan sebutir telor ayam yang direbus dibenamkan di tengah-tengah nasi itu dan satu botol minyak pasang yang maknanya supaya anak itu terang hatinya.

Kalau anak itu sudah dapat pertengahan Quran mengajinya, maka guru itu pun diberi pula nasi kunyit panggang ayam, opak, dan pisang mas selamatan. Setelah khatam (tamat) Alquran, apabila orangtuanya ada keluasan rezeki, maka anak itu diselamatkan tamat Quran. Waktu gurunya diberi sekurang-kurangnya 6 piring juadah (kue), 1 nasi dengan 6 piring gulai ayam, 2 gogok/geleta serbat (air jahe), 12 cangkir srikaya, 1 helai kain, baju, kopiah, dan satu sejadah petamatan namanya serta diberi uang. Jika anak itu laki-laki, maka sekaligus ia langsung dikhitan (sunat), agar supaya tidak terlalu repot mengerjakannya dua tiga kali.

Lebih kurang satu minggu sebelum anak itu akan ditamatkan, orang tua sianak tersebut memberitahu sekaligus mengundang sanak saudaranya dan para sesepuh bahwa pada hari itu ia akan menamatkan anaknya. Perlunya orang diberi tahu terlebih dahulu ialah supaya tuan rumah nantinya bisa mendapat pertolongan disaat membersihkan dan menghiasi rumahnya (majang).

Anak yang akan ditamatkan nanti disuruh istirahat di rumah dan dilarang untuk berjalan-jalan lagi, karena dikhawatirkan kalau-kalau anak itu mendapat bahaya dan terhambat akan tamat pada hari yang ditentukan. Dalam pada itu seluruh tubuhnya dibedaki serta jari tangan dan kakinya diberi pacar (inai). Orang yang setiap hari ikut mendekorasi/majang rumah tersebut disediakan pula makanan seperti beras ketan digoreng dengan kelapa diberi gula yang dinamakan cengkaruk.

Sehari sebelum anak itu ditamatkan, maka orang tua anak itu menyuruh pula memanggil orang-orang sanak saudara dan sahabat kenalannya yang laki-laki, supaya datang besoknya. Sedangkan yang perempuan dipanggil empat lima hari sebelum itu, gunanya agar dua hari sebelum waktunya mereka datang dan dapat membantu mempersiapkan dan mengumpulkan seluruh alat keperluan masak-memasak.

Sehari sebelum pelaksanaan, maka kaum ibu-ibu pun mulailah memasak. Karena sehari itu seluruh makanan baik itu kuah-kuah, gulai, dan kue-kue harus sudah siap, karena esok harinya tidak sempat lagi, melainkan tinggal nasinya saja yang dimasak.
Hari yang ditetapkan telah tiba. Pagi-pagi disuruh oleh orang tua anak itu beberapa orang suruhan laki-laki perempuan untuk mengulangi memanggil (ngulemi). Orang panggilan itu diundang dari pukul 8 sampai 12 siang.

Antara jam 10 dan 11 siang, nasi sudah masak, semua gulai sudah dibagi-bagi dan sudah dilainkan pada suatu tempat. Selanjutnya anak tersebut dibawa kelain rumah yang jauhnya menurut mufakat orang banyak. Disitu ia dihiasi dengan pakaian Aesan Gede atau dengan Aesan Haji. Antara jam 11 - 12 anak itu diarak orang sambil berziki Hadera/ syarofal anam memakai terbangan (rebana), gamelan dan tabuhan-tabuhan lain.

Setelah sampai di rumah, anak itu pun disuruh membaca turutan (juz Amma) di muka penghulu atau khatib dan orang-orang alim, para santeri serta orang tua-tua yang hadir.

Dengan demikian ia dianggap tamat dan cukup untuk dapat menjalankan perintah agama. Acara ditutup dengan doa yang dibacakan oleh salah seorang pemuka agama serta akan tamat tadi disuruh sujud-sujudan (cium tangan) minta berkat keselamatan dari orang tua-tua, setelah selesai lalu ia masuk. Selanjutnya barulah jamuan dihidangkan.
Lagipula kalau tidak diberi tahu seperti ini, maka orang-orang tua tidak mau datang pada hari yang ditentukan. Tiga hari sebelum hari H, ia sudah mulai siap-siap menghias rumah (majang) dengan dibantu oleh para sanak saudara dan teman-temannya terutama yang muda-mudah. Hiasan/dekorasi yang dipakai waktu itu biasanya bermacam-macam langsi (gordijnen) dan pelisir. Tempat melekatkannya pada loteng dan tiang-tiang rumah yang diatas. Pada rumah yang tidak bercat, maka tiang itu dibungkus dengan kain pelangi atau selendang-selendang yang bagus warnanya.

Sumber : Sripo

25 November 2016

Selamat Hari Guru 2016 - " Mulianya Seorang Guru dalam Perspektif Islam"

Mulianya Seorang Guru


Jika kita mencoba merenung dan berpikir siapakah orang yang paling berjasa dalam hidup kita setelah kedua orang tua kita? Jawabannya pastilah Guru. Guru ibarat pelita yang menjadi penerang dalam gulita. Jasa mereka tentu sulit untuk dinilai sebagaimana sulitnya menilai jasa para pahlawan bangsa yang telah rela mengorbangkan segala hal yang mereka miliki demi meraih kemerdekaan, termasuk mengorbangkan jiwa mereka. Bahkan guru adalah sang pahlawan itu sendiri walaupun tanpa tanda jasa.

Guru selalu memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan perilaku yang buruk. Oleh karena itu, guru mempunyai kedudukan tinggi dalam agam Islam. Dalam ajaran Islam pendidik disamakan ulama yang sangatlah dihargai kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah maupun Rasul-Nya. Firman Allah Swt:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS. Al-Mujadalah 11)

Dalam beberapa hadits disebutkan "jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar, atau pencinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga kamu menjadi rusak". Dalam hadis Nabi yang lain: "Tinta para ulama lebih tinggi nilainya daripada darah para shuhada". (H.R Abu Daud dan Turmizi). 

Rasulullah Saw juga bersabda: "Sebaik-baik kamu adalah orang yang mepelajari al-Quran dan mengamalkanya". (H.R. Bukhari)

Firman Allah dan sabda Rasul tersebut menggambarkan tingginya kedudukan orang yang mempunyai Ilmu Pengetahuan (pendidik). Hal ini beralasan bahwa dengan pengetahuan dapat mengantarkan manusia untuk selalu berpikir dan menganalisa hakikat semua fenomena yang ada pada alam, sehingga mampu membawa manusia semakin dekat dengan Allah Swt. Dengan kemampuan yang ada pada manusia terlahirlah teori-teori untuk kemaslahatan manusia.

Menurut al-Ghazali pendidik merupakan maslikhul kabir. Bahkan dapat dikatakan pada satu sisi, pendidik mempunyai jasa lebih dibandingkan kedua orang tuanya. Lantaran kedua orang tuanya menyelamatkan anaknya dari godaan dunia, sedangkan pendidik menyelamatkan dari sengatan api neraka. Kedudukan pendidik dalam pendidikan Islam ialah orang yang memikul tanggung jawab membimbing. 

Selain sebagai pembimbing dan pemberi arah dalam pendidikan, pendidik juga berfungsi sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar-mengajar, yaitu berupa teraktualisasinya sifat-sifat ilahi dan mengaktualisasikan potensi-potensi yang ada pada diri peserta didik guna mengimbangi kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.

Al-Ghazali menukil beberapa hadis Nabi tentang keutamaan seorang pendidik. Ia berkesimpulan bahwa pendidik disebut sebagai orang-orang besar (great individual) yang aktivitasnya lebih baik dari pada ibadah setahun. Bahkan ketika sedang kondisi peperangan, sebagian kaum muslimin dianjurkan untuk tidak ikut berjihad dan tetap fokus dalam pendidikan. Allah Swt berfirman:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ  

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah 122). 

Selanjutnya Al-Ghazali menukil dari perkataan para ulama yang menyatakan bahwa pendidik merupakan pelita (siraj) segala zaman, orang yang hidup semasa dengannya akan memperoleh pancaran cahaya keilmiahannya. Andaikata dunia tidak ada pendidik, niscaya manusia seperti binatang, sebab mendidik adalah upaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan kepada sifat insaniyah dan ilahiyah.

Al-Ghazali juga menyatakan sebagai berikut: "Seseorang yang berilmu dan kemudian mengamalkan ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar di semua kerajaan langit, dia bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya dalam dirinya seperti minyak kasturi yang mengaharumi orang lain karena ia harum, seorang yang menyiukkan dirinya dalam mengajar berarti dia telah memilih pekerjaan terhormat". Oleh karena itu hendaklah seorang guru memperhatikan dan memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya seagai seorang pendidik.  Wallahua'lam 

24 November 2016

Tradisi khitanan Palembang yang sudah mulai di tinggalkan

Gambar terkait
Ilustrasi Sunat Foto : http://www.kompasiana.com/

Sehari atau dua hari sesudah itu, biasanya hari Selasa, anak itu disunat oleh seorang yang sudah biasa mengerjakan pekerjaan itu (dukun/manteri) yang sudah dipesan empat atau lima hari sebelumnya.

Pada hari anak disunat itu dari pukul 4 pajar anak itu direndam tubuhnya (dari pinggang) kebawa) dalam pasu/paso (tempayan) yang berisi air bercampur tanah liat, supaya jangan terlampau banyak mengeluarkan darah. Sedangkan orang-orang dirumah itu tidak diatur sepanjang malam (begadang), berjaga-jaga sambil bercerita-cerita supaya jangan mengantuk.

Pukul lima pagi anak itu disuruh berendam di sungai dan orang pergi memanggil tukang sunat. Kalau rumahnya jauh dijemput dengan perahu. Waktu tukang sunat tersebut datang, anak itu dibawa naik, llau disunat. Biasanya anak itu disuruh duduk di atas bokor (baskom). Setelah semuanya rampung, tukang sunat pulang. Ia diantar dengan perahu pula serta diberi 1 bokor beras, 1 kelapa, uang, dan ayam satu ekor.

Anak yang telah disunat itu didudukan pada sebuah kasur bersandar pada beberapa bantal yang berhiasan “tumpangan” selama anak itu sakit. Pagi itu juga diadakan sedekah, kadang-kadang dengan memotong kambing.

Beberapa malam diadakan keramaian menurut kemampuan orang tuanya. Kalau ia mampu (kaya), diadakanlah wayang atau permainan/hiburan yang lain. Kalau orang itu kurang mampu, cukup dengan berkumpul-kumpul dan bercerita supaya jangan mengantuk, sebab mereka berjaga-jaga

Sementara itu banyaklah sanak saudara dan sahabat kenalannya datang melihat (tilik) serta membawa kain, yang biasa disebut “pesalin”. Hal ini sangat membantu sekali, karena yang disunat itu biasanya belum sembuh dalam 8 hari walaupun sembari diberi obat. 

sumber :Sripo

23 November 2016

Rumah Rakit Palembang

Rumah rakit yang ada di sungai Ogan, Kertapati (2008)

Rumah Rakit merupakan rumah yang mengapung di atas Sungai Musi. Rumah ini terbuat dari kayu dan bumbu dengan atap kajang (nipah), sirap dan belakangan ini dengan atap seng (bahan yang lebih ringan).
 
Rumah rakit di sungai Musi tahun 1948 foto : Kitlv

Rumah Rakit adalah bentuk rumah yang tertua di kota Palembang dan mungkin telah ada pada Zaman kerajaan Sriwijaya. Dalam Komik China seperti Sejarah Dinasty Ming (1368-1643) buku 324, ditulis mengenai rumah rakit yang bentuknya tidak banyak berubah Pada Zaman Kesultanan palembang semua warga asing harus menetap di atas rakit termasuk warga Inggris, Spanyol, Belanda, Cina, Campa, Siam, bahkan kantor Dagang Belanda pertama berada di atas Rakit, lengkap dengan gudangnya.

Rumah rakit ini selain sebagai tempat tinggal juga berfungsi sebagai gudang, industri kerajinan. Bahkan pada tahun 1900 an di bangun Rumah sakit di atas rakit karena di anggap mereka lebih sehat dan indah karena dapat melihat kehidupan di sepanjang aliran sungai musi.

Rumah rakit di sungai musi tahun1935 Foto : kitlv
Sesuai dengan namanya, rumah rakit terapung di atas susunan balok kayu atau bambu, sedangkan lantai rumah dari bahan papan. Bentuk atap rumah pelana dengan penutup atap dari daun nipah, alang-alang (ijuk) yang diikat dengan tali rotan. Atap pelana yang melengkung lebih tinggi di ujung diperkuat oleh sistem konstruksi Cina yang berbentuk segi empat. Dalam persiapan pembangunan rumah rakyat tepian sungai Musi-Palembang, yang pertama dilakukan adalah pemilihan kayu dan bambu yang cukup tua dengan diameter tertentu. 

Kondisi tepian air memerlukan jenis kayu dan bambu tua dengan serat yang cukup padat dan menghindari cacat kayu dan bambu, terutama bambu yang akan dipakai pada bagian bawah (pondasi) bangunan yang selalu berhubungan langsung dengan air dan tiang-tiang terbuat dari kayu sebagai tiang atau belandar/cagak/tiang utama rumah. Adapun jenis kayu yang dipilih adalah kayu yang mempunyai kwalitas paling baik yaitu kayu tembesu. Khusus rumah rakit, bagian bawah atau pondasi digunakan bambu dengan syarat ukuran tertentu dan lurus. Kayu seru yang mempunyai kwalitas tahan tarik yang cukup tinggi dipakai pada bagian atas rumah yaitu untuk alang-alang (nok dan gording) atau rangka atap. Bagi keluarga yang tingkat ekonominya lebih baik bahkan dinding dan lantai rumahnya menggunakan kayu tersebut. Rumah rakit berbentuk empat persegi panjang, dan mempunyai bentuk atapnya pelana. pada rumah tradisional palembang disebut atap kajang. Ukuran rumah rakit pada awalnya 36 sampai 64m2. (di rangkum dari berbagai sumber)

22 November 2016

H. Abdul Rozak (HAR)

Haji Abdul Rozak (HAR) Foto : Google
Siapa yang tidak kenal dengan Martabak HAR, salah satu makanan khas di kota Palembang perpaduan dengan martabak telor di tambah dengan kuah kari kental dan di tambah lagi dengan irisan cabe yang dicampur dengan kecap sebagai penyedap.

Tetapi siapakah HAR itu sendiri yang sering terpampang fotonya di dalam warung, Berdiri sejak tanggal 7 Juli 1947 toko martabak har yang pertama kali di Jl, Jendral Sudirman di dekat masjid Agung dan air mancur ini dulunya didirikan oleh Haji Abdul Rozak (seorang pedagang keturunan India yang kemudian menikah dengan perempuan asli Palembang) untuk resep martabak HAR sendiri pertama kali diciptakan dan diracik oleh saudaranya sendiri yaitu Haji Abdul Rahman. Keduanya sama-sama memiliki inisial HAR. Haji Abdul Rozak sendiri sudah wafat sejak tahun 2001 silam. 

Martabak buatan beliau yang terkenal di penjuru nusantara
Syahdan, Haji Abdul Rozak lahir di Kampung Chu Kunu, Madras, India, pada 1903. Pada usia 22 tahun, ia merantau ke Singapura. Tiga tahun kemudian, HAR meneruskan nasibnya ke Palembang. Di sini dia ber- dagang es dan rokok dengan gerobak dorong. Kejujuran dan ketekunan- nya menarik perhatian Haji Asaari, mertua mantan Panglima Daerah Militer Sriwijaya, Bambang Utoyo.

HAR dijadikan anak angkat. Nasibnya makin baik ketika ia menikah dengan Nayu Husnah, anak perempuan H. Ahmad, wiraswastawan kaya di Palembang. Tapi, HAR tak ingin bergantung di kocek mertua. Dengan modal sekadarnya, dia membuka toko kain. Karena tak kunjung maju, pada 1947 HAR membuka warung martabak, penganan khas kampungnya dulu.

Untuk modal usaha, dia menjual sepeda Fongers kesayangannya, seharga lima ringgit. Orang Palembang kemudian menjulukinya "martabak Elite", karena dijual di dekat Bioskop Elite. Usaha ini makin maju setelah Abdurrahman, adik kandung HAR, datang dari Madras untuk ikut membantu. Tiga tahun berdagang martabak, HAR melakukan "diver- sifikasi".


Bumbu kari yang khas sebagai "Sauce'nya
Dia memasok barang-barang kebutuhan Pertamina dan PT Pupuk Sriwijaya. Lancar. Namun, HAR tak melupakan masa kecilnya yang repot. Keuntungan menjual martabak dia bagikan kepada fakir miskin di Palembang. Pada bulan Ramadhan, dia menyantuni ribuan kaum duafa di rumah limasnya di Jalan Jenderal Sudirman. Setiap tamu disuguhi sebungkus nasi dan uang tunai Rp 5.000. Di luar bulan puasa, kesibukan serupa berlangsung tiap Jumat.

Sekarang tokonya sudah menyebar sampai ke setiap jalan utama di kota ini salah satu penyebabnya adalah mereka dulu adalah pegawai martabak HAR ini sehingga lama kelamaan mereka membuka sendiri warung martabak HAR juga, tidak hanya sebatas Palembang saja di Jakarta beberapa tempat sudah menjual Martabak yang mengusung “Trade Mark” HAR ini. 

Sumber : http://arsip.gatra.com/
               dan beberapa rangkuman informasi lainnya

21 November 2016

Pembangunan Jembatan Musi 6

MUSI VI Bridge | Jembatan MUSI VI

Kontraktor Pelaksana: Nindya Karya
Konsultan: PT Maratana Cipta Mandiri
Sumber Dana: APBD tahun anggaran 2015-2017
Total Biaya: IDR 300 Milliar
Masa Pelaksanaan: 24 bulan
Ketinggian Jembatan dari atas permukaan air sungai: sekitar 16 meter
Mulai Konstruksi: November 2015
Panjang Jembatan: 710 meter
Bentang Tengah Jembatan: 350 meter
Dilengkapi Pelengkung Baja
Panjang pendekat sisi ulu dan ilir: 360 meter
Pile slab sisi ulu dan ilir: 220 meter
Lebar Jembatan: 11,5 meter
Jembatan menghubungkan: Jl SM Mansyur di wilayah Kecamatan Ilir Barat (IB) II dengan Jl Faqih Usman di Kecamatan SU I


Akir Tahun Ini, Pemasangan Tiang Pancang Jembatan Musi VI Tuntas
Progres pembangunan pengerjaan tiang pancang Jembatan Musi VI di kawasan Kelurahan 32 Ilir Kecamatan IB II Palembang, Senin (7/11/2016).


SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Progres Jembatan Musi VI, kini fokus melakukan pembangunan tiang pancang. Bahkan akhir tahun ini, ditargetkan tiang pancang yang ada di Seberang Ilir tuntas.
Dari pantauan Sripoku.com Senin (7/11/2016), pekerja sibuk melakukan pemasangan belasan besi bulat berdiameter satu meter dengan cara ditumbuk. Setelah itu, menggunakan mesin pompa raksasa, pekerja mengeluarkan lumpur yang kemudian diisi pasir dan cor semen.
"Khusus untuk di bibir sungai ini ada 16 tiang pancang yang kita sebut P6. Memang untuk P6 ini kondisi tanahnya berlumpur, sehingga lumpur di dalam besi harus dikeluarkan," ujar Ibnu Holdun, PPTK Jembatan Musi VI.
Ibnu mengatakan, untuk pemasangan tiang pancang P6 ditargetkan selesai akhir tahun. Sehingga pengerjaan harus dikebut untuk berpindah ke tiang pancang lainnya.
"Proses penyedotan atau mengeluarkan lumpur ini yang membutukan waktu. Khusus untuk pemancangan P6 ini memang membutuhkan waktu yang paling lama. Tapi semua tiang pancang di ulu dan ilir, ditargetkan selesai akhir tahun ini," ujarnya.
sumber : Youtube

19 November 2016

Pembangunan Jembatan Musi 4


Pemancangan tiang jembatan Musi 4 di Sungai Musi

MUSI IV Bridge | Jembatan MUSI IV
(sumber : http://www.skyscrapercity.com/)

Kontraktor Pelaksana: Adhi Karya
Sumber Dana: APBN tahun anggaran 2015-2018
Total Biaya: IDR 521 Milliar
Masa Pelaksanaan: 30 bulan
Masa Perawatan: 1.080 hari
Ketinggian Jembatan dari atas permukaan air sungai: sekitar 16 meter
Mulai Konstruksi: Maret 2016
Panjang Jembatan: 1,130 meter
Leber Jembatan: 12 meter
Lokasi: Kelurahan Kuto Batu dan Kelurahan Lawang Kidul di Seberang Ilir. Sementara di Seberang Ulu yakni di Jalan A Yani di Kelurahan 14 Ulu Kecamatan Seberang Ulu II Palembang
Final hand over (FHO): 16 Januari 2021





Sumber : Youtube

18 November 2016

www.palembangdalamsketsa.com



Allhamdulilah bahwa pada hari ini blog palembangdalamsketsa.blogspot.co.id beralih domain nya menjadi www.palembangdalamsketsa.com semoga dengan peralihan ini makin profesional dalam menyajikan informasi-informasi Palembang dan Sumatera selatan.

Admin 


www.palembangdalamsketsa.com
18 November 2016 M
17 Safar 1438 H

Email : palembangsketsa@gmail.com
Fan page : https://www.facebook.com/palembangdalamsketsa/

17 November 2016

Konflik Elit Politik Kesusltanan Palembang Darussalam Tahun 1803-1821

Lukisan yg menggambarkan perang menteng

PERISTIWA PERANG 1819

Babak I (Perang Menteng)
Konvensi London 13 Agustus 1814 membuat Inggris menyerahkan kembali semua koloninya di seberang lautan kepada Belanda (Hanafiah,1989:72). Kebijakan ini tidak menyenangkan Raffles karena harus menyerahkan Palembang kepada Belanda. Serah terima terjadi pada 19 Agustus 1816 setelah tertunda dua tahun, itu pun setelah Raffles digantikan oleh John Fendall (Mahruf,1999:9). Belanda kemudian mengangkat Herman Warner Muntinghe sebagai komisaris di Palembang. Tindakan pertama yang dilakukannya adalah mendamaikan kedua sultan, Sultan Mahmud Badaruddin  II dan Ahmad Najamuddin II. Tindakannya berhasil, Sultan Mahmud Badaruddin II berhasil naik tahta kembali. Sementara itu, Ahmad Najamuddin II yang pernah bersekutu dengan Inggris berhasil dibujuk oleh Muntinghe ke Batavia dan akhirnya dibuang ke Cianjur (PemProv,1986:39).
Pada dasarnya pemerintah kolonial Belanda tidak percaya kepada raja-raja Melayu. Mutinghe mengujinya dengan melakukan penjajakan ke pedalaman wilayah Kesultanan Palembang dengan alasan inspeksi dan inventarisasi daerah. Ternyata di daerah Muara Rawas, ia dan pasukannya diserang pengikut Sultan Mahmud Badaruddin II yang masih setia. Sekembalinya ke Palembang, ia menuntut agar Putra Mahkota diserahkan kepadanya. Ini dimaksudkan sebagai jaminan kesetiaan sultan kepada Belanda. Bertepatan dengan habisnya waktu ultimatum Mutinghe untuk penyerahan Putra Mahkota (Mahruf,1999:13).
Ultimatum Muntinghe untuk menyerahkan Putra Mahkota diikuti dengan mendaratnya pasukan tambahan Belanda dari Batavia sebanyak 209 orang di bawah pimpinan Mayor Tierlam dengan kapal Elizabet. Palembang telah menyiapkan diri dengan memobilisasi persenjataan dan pasukan. Sebanyak 242 puncak artileri yang terdiri dari 105 pucuk meriam dan 139 pucuk lela (meriam kecil) dan rantak siap dibidikkan. Dengan alasan, tidak ada tempat penampungan bagi pasukan Mayor Tierlam di seberang Hulu maka pasukan tersebut ditempatkan di Keraton Lama, bersebelahan dengan Kraton Dalam jantungnya pertahanan Palembang. Membaca situasi ini, maka Sultan Mahmud Badarudin II menggambil taktik segera menyerahkan Putra Mahkotanya, asal pasukan tersebut di tarik dari Keraton Lama pernyataan ini dikeluarkannya tanggal 11 Juni 1819. Kesiagaan Palembang, mencapai puncaknya dilihat penempatan pasukan berserta penanggungjawabnya. Di keraton di setiap sudut (Baluarti) ditentukan orangnya, yaitu Komandan Baluarti sebelah Ilir, adalah Panggeran Karamajaya, sebelah Ulu (Barat) adalah Pangeran Keramadiraja, sedangkan Baluarti sebelah Utara adalah Panggeran Citra Saleh (Hanafiah,1989:75-77).

12 November 2016

Jejak Belanda di Tanah Jajahan Palembang

Perjalanan menjelajah tentang keberadaan Negara Belanda di kota Palembang, semua ini berawal dari keinginan saya dapat melanjutkan pendidikan master di negara Kincir Angin. Destinasi saya untuk membuka satu elemen dari negara Belanda yaitu elemen Api dimana menjelasakan secara detail pengaruh besar Belanda terhadap Negara Indonesia. Berbagai tempat salah satu sejarah kehidupan Belanda dimasa lalu saya telusuri lewat bangunan – bangunan. kata bung karno pernah berkata JAS MERAH “Jangan sekali kali melupakan sejarah”.
dukungan dari orang orang disekitar saya yang selalu mensupport. Elemen Api disini menggambarkan pengaruh ilmu hukum belanda yang sampai sekarang masih melekat dengan Republik Indonesia dan disamping itu bangunan – bangunan sejarah yang telah di wariskan Belanda menggambarkan sebuah kobaraan api yang membara tanpa menghilangkan satu gumpalan asap.
ebuah kelompok hiburan yang berpakaian ala nelayan Neapolitan untuk merayakan ulang tahun Ratu Wihelmina di Palembang tahun 1930 Foto : Kitliv
Bangunan pertama yang saya kunjungi adalah Museum Sultan Mahmud Badaruddin II sebuah Museum ini terletak di tepi sungai Musi di dekat Benteng Kuto Besak dan Jembatan Ampera. Museum ini terdiri dari dua lantai berarsitektur kolonial dengan atap rumah limas khas Palembang. rumah yang dibangun rencananya diperuntukkan bagi komisaris karajaan Belanda di Palembang , J. L. Van Seven Hoven, seorang advokat fiskal, yang menggantikan posisi Herman Warner Muntinghe. Muntinghe menjadi komisaris di Palembang selama November 1821 – Desember 1823. Pada tahun 1824, tahap pertama rumah dikenal sebagai gedung siput.
Bangunan ini selesai didirikan kembali dengan perpaduan antara gaya arsitektur Eropa dengan arsitektur Palembang sendiri. Dibangun bergaya indis sebagai bangunan yang lazim pada masa itu dan sudah menggunakan bangunan baja beton dan kaca sebagai imbas dari revolusi industri di Eropa. Pada tahun 1825 dan selanjutnya dijadikan Komisariat Pemerintah Hindia Belanda untuk Sumatera Bagian Selatan, sekaligus sebagai kantor Residen Belanda.
Seiring dengan perjalanan waktu dan dinamika sejarah yang terjadi di Kota Palembang, Fungsi bangunan ini teah silih berganti, mulai dari markas Jepang pada masa pendudukan, Teritorium II Kodam Sriwijaaya di awal kemerdekaan yang kemudian berpindah pengelolaan ke Pemerintah Kota Palembang sebelum akhirnya menjadi Museum.
Meskipun telah mengalami renovasi, bentuk asli bangunan tidak berubah. Perubahan hanya dilakukan pada bagian dalam bangunan dengan menambah sekat-sekat dan penutupan pintu-pintu penghubung.
Bangunan Kedua yang menjadi tempat kunjungan saya saat itu adalah Jacobson Van Den Berg Pendiriaan Untuk NV Jacobson van den Berg & CO di Palembang sendiri masih belum jelas kapan di dirikannya, karena merupakan cabang dari perusahaan dagang Belanda yang berpusat di Batavia. Perusahaan dagang milik Belanda yang beroperasi sejak tahun 1860 dan dinasionalisasikan pada kisaran tahun 1957-1958. perusahaan ini bergerak di bidang asuransi dan perdagangan (Expor Import) termasuk membentuk perusahaan kongsi di Palembang untuk pembelian karet dan kopi. Dengan menenmpati gedung di kawasan sekanak tepat beseberangan dengan Sekanak Jetty (BekangDam II/SWJ), yang kala itu menjadi sarana pendukung dalam distribusi barang-barang yang keluar masuk kota Palembang.
Gedung yang berlantai 2 ini, juga merupakan saksi perkembangan zaman baik dari zaman Belanda. Setelah melakukan nasionalisasi perusahaan menjadi BUMN Niaga, yakni PT. Dharma Niaga, PT. Pantja Niaga dan PT. Cipta Niaga. PT. Dharma Niaga dan PT. Cipta Niaga dan pada tahun 2003-an ke 3 perusahaan tersebut melakukan peleburan menjadi PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) atau ITC (Indonesia Trade Company), yang dulunya gudang PT Dharma Niaga menjadi salah satu gudang ITC di Palembang, tetapi saat ini yang sekarang pun seluruh gedung sudah tidak terpakai dan di biarkan terlantar lagi. Perusahaan yang pernah besar pada zamannya, sekarang tinggal bangunan tua yang sudah tidak terawat, apakah sejarah itu akan lenyap seiring dengan perkembangan zaman.
Sebuah perusahaan dagang Belanda yang besar, didirikan di Denhaag, Belanda pada 1 Juni 1860. NV Jacobson van den Berg & Co atau Jacoberg bergerak di bidang perdagangan, jasa asuransi, dan industri. Memiliki jaringan bisnis yang luas dan kuat. Kantor-kantornya tersebar di seluruh dunia seperti New York, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Buenos Aires, Montevideo, Singapura, Kuala Lumpur, Penang, Hongkong, Tokyo, Osaka, Kobe, Sydney, Melbourne, Brisbane dan Batavia (Jakarta). Javobson van den Berg merupakan salah satu dari The Big Five, lima perusahaan raksasa milik Belanda, selain Internatio, Lindeteves, Borsuimi; J dan Geo Wehry. The Big Five juga membentuk sebuah Trading House yang kuat dan menguasai jaringan bisnis perdagangan, produksi, jasa, industri serta distribusi di berbagai negara. Di Hindia Belanda (Indonesia) Jacoberg memiliki sejumlah kantor cabang, antara lain di Medan, Sibolga, Padang, Bengkulu, Jambi, Palembang, Teluk Betung, dan Pangkal Pinang, untuk kawasan Sumatera. Di Jawa, terdapat di Cirebon, Bandung, Semarang dan Surabaya. Di Kalimantan terdapat di Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan, dan Pontianak. Selain itu, kantor cabangnya di Makassar, Manado, Ambon, Denpasar dan Ampenan.
elanjutnya tempat yang menjadi bangunan sejarah Belanda yaitu Menara air dimana instalasi pengolahan air bersih pada masa Walikota Palembang dijabat Ir. R.C.A.F.J. Le Cocq d Armandville dapat dikatakan sungguh luar biasa. Pasalnya, saat itu keuangan Haminte (Gemeente) Palembang sedang dalam kondisi yang sangat buruk. Ketika tercetus ide untuk membangun Menara Air, akhirnya dikenal sebagai Kantor Ledeng. pada tahun 1928, utang Haminta Palembang sudah menumpuk. Untuk pajak jalan dan jembatan saja, mencapai 3,5 ton emas, Ini belum lagi keterpurukan akibat parahnya sistem administrasi. Setahun kemudian, 1929, setelah pembuatan master plan kotyaoleh Ir. Th. Karsten, dibangunlah sarana air bersih. Selain bangunan berupa menara saat ini, Bangunan yang dibangun pada tahun 1928 selesai di bangun pada 1931 ini didirikan dengan gaya de stijl, yaitu memiliki bentuk dasar kotak dengan atap datar. dengan menghabiskan biasa +/- 1 ton emas.
Orang Belanda di Palembang  1915 Foto : Kitlv.nl
pendidtribusiannya dikenal sebagai sistem gravitasi setinggi 35 meter dan luas bangunan 250 meter persegi. Bak tampungnya berkapasitas 1.200 meter kubik merupakan cara yang efektif pada saat itu untuk pendistribusian air sampai ke daerah klonial dan daerah pasar 16 ilir, segaran dan sekitranya Arsitek yang menangani pembangunan gedung juga dimanfaatkan sebagai Kantor Haminte dan Dewan Kota ini adalah Ir. S. Snuijf. Dipilihlah lokasi gedung di tepi Sungai Kapuran dan Sungai Sekanak. Sehingga pada masa itu, posisi Kantor Ledeng tepat di tepian air.
Bangunan ini berdiri pada tahun 1928 yang dulunya dikenal dengan sebutan Water Torren (Menara Air) atau disebut masyarakat Palembang sebagai Kantor Ledeng.Pada Zaman Jepang pada tahun (1942 – 1945) Balai Kota (Kantor Menara Air) dijadikan Kantor Syuco-kan (Kantor Residen) dan terus dimanfaatkan sebagai balaikota sampai dengan tahun 1956. Sampai saat ini Bangunan ini kokoh dan dijadikan Kantor Walikota Palembang.
Dan Tempat terakhir atau tempat yang sangat menakjubkan bagi saya di saat saya memasuki beberapa ruangan yang ada yaitu Museum Tekstil itu sendiri atau gedung Eks BP7 itu telah dibangun pada masa kolonial Belanda untuk kantor gubernur Pemerintahan Hindia Belanda di wilayah Sumatera Bagian Selatan. Dalam perjalanan waktu, gedung ini dimanfaatkan pula menjadi berbagai kantor. Pada 1961 menjadi kantor Inspektorat Kehakiman, kemudian sebagai rumah dinas KejaksaanTinggi Sumsel, rumah ketua DPRD Sumsel, kantor Pembantu Gubernur, kantor Badan Kepegawaian Daerah, kantor BP7, dan terakhir sebagai Museum Tekstil Palembang. Tulisan : http://hwc2015.nvo.or.id/

11 November 2016

Peran Sayyid dalam dunia Pendidikan Islam di Palembang 1938



PERAN SAYYID dalam dunia Pendidikan Islam di Palembang 1938


"ULAMA PENGULON PALEMBANG" berfoto di Masjid Agung th.1935, tengah dari kanan:
1. Hoofd Penghulu Kgs.H.Nang Toyib
2. Habib Salim Jindan (Jakarta)
3. Ki.Kms.H. Umar 19 ilir (datuk kulo)
4. Demang Cek Bakri
 

Sumber : andi.s.kemas

Perkembangan Pendidikan Islam di Palembang

Persaingan yang terjadi antara pedagang kaya di ibukota Keresidenan Palembang menyebabkan perubahan struktural di bidang pengajaran agama. Sesudah tahun 1925, pengajaran agama di Palembang masih bersifat tradisional. Pengajaran hanya diberikan di langgar dan masjid kepada kelompok murid dari usiayang berbeda-beda. Pertama-tama diajarkan mengaji Al-Quran tanpa terlalu memperhatikan pemahamannaskah yang dibaca maupun lagu yang tepat. Tahap awal ini kemudian disusul dengan pengajaran bahasa Arab yang terutama terdiri dari menghafal naskah sederhana. Mereka yang dengan cara ini telah menguasai bahasa Arab, diizinkan untuk mengikuti pelajaran yang diberikan ulama terkemuka, yang membacakan kitab kuning dalam bahasa Arab dan memberikan komentar dalam bahasa Melayu.

Sesudah tahun 1900, bentuk tradisional demikian makin dikritik. Untuk dapat bersaing dengan sektor pendidikan kolonial, guru agama Islam mulai mengadakan pembaharuan sehingga isi maupun organisasi pengajaran agama berubah banyak sekali. Dalam dasawarsa pertama abad ke-20, di Jawa dan di Minangkabau didirikan madrasah, yang untuk pertama kali memberikan pelajaran di dalam kelas. Di sekolah baru ini, perhatian banyak diberikan kepada pelajaran bahasa Arab, supaya murid lebih mengerti naskah, dan untuk itu dikembangkan bahan pelajaran baru dibantu alat didaktis yang lain, seperti papan tulis dan bangku sekolah, yang untuk pertama kali diperkenalkan di kelas. Di berbagai sekolah agama sebagian dari kurikulum disediakan untuk mata pelajaran umum seperti sejarah dan ilmu bumi.

Pada awal abad ke-20, bentuk pengajaran baru seperti ayng dikembangkan di Jawa, belum mendapat banyak perhatian di Palembang. Di ibukota Keresidenan Palembang pendidikan agama Islam baru menerima impuls pembaharuan ketika pada tahun 1924 beberapa saudagar berkumpul untuk mendirikan suatu organisasi perdagangan Perkoempoelan Dagang Islam Palembang. Pada rapat pertama, dirumuskan dwi-tujuan organisasi yang akan memperjuangkan kepentingan ekonomi anggota, sekaligus meningkatkan kualitas pengajaran agama Islam di Palembang (IPO 1924: 370). Pada tahun berikut, dimulai pengumpulan uang, dan dengan dana ini PDIP kemudian mendirikan madrasah di Kampung Sekanak, dekat dermaga perdagangan. Madrasah Diniyah Aliyah ini bukan saja contoh yang baik dari hubungan erat antara perdagangan dan lembaga Islam, melainkan juga merupakan ilustrasi nyata dari peranan bentuk perlindungan dalam proses Islamisasi, dan persaingan antara pelindung agama yang meningkat pesat selama periode konjungtur tinggi.

Pada awalnya madrasah ini dimaksudkan sebagai proyek kolektif kaum dagang di Palembang. Pada rapat pertama pengumuman pendirian sekolah agama disambut dengan penuh antusias, kemudian diadakan acara buka dompet guna mengumpulkan dana bagi pembangunan gedung sekolah. Sayangnya antusiasme para pendiri PDIP cepat berkurang, sehingga dalam praktiknya Madrasah Diniyah Aliyah semata-mata mengandalkan bantuan firma H. Akil , suatu perusahaan besar yang aktif dalam perdagangan kopi dan karet di pelabuhan Palembang. Perkoempoelan Dagang Islam Palembang dengan cara halus kemudian diubah menjadi Perkoempoelan Dagang Bangsa Melajoe.

Bagi masyarakat Palembang yang didominasi minoritas Arab, perubahan nama ini bukan tanpa arti. Pada tahun 1907, beberapa keluarga Arab telah mengembangkan prakarsa baru di bidang pendidikan dengan mendirikan suatu perkumpulan Arab yang bernama Al-Ihsan. Inisiatif ini agak dirangsang oleh rasa persaingan yang kuat dengan minorits Cina, yang terlebih dahulu telah membuka sekolahnya. Perkumpulan Al-Ihsan kemudian mendirikan sekolah dengan nama sama demi kepentingan pendidikan kaum sayid. Selain sekolah Al-Ihsan, pada tahun 1914 didirikan Madrasah Arabiyah di Kampung 13 Ulu, tempat tinggal marga Al-Munawar, yang termasuk sayid kelas tinggi.Sekolah yang dibiayai keluarga Al-Munawar ini, terutama dikunjungi oleh anak-anak (Arab) dari kampung-kampung sekitar 13 Ulu. Di kedua madrasah ini, pengajaran masih diatur menurut model tradisional sehingga tidak jauh berbeda dengan isi kurikulum seperti yang diberikan di langgar. Oleh karena itu, minat masyarakat Palembang di luar kampung Arab untuk mengikuti pelajaran di madrasah ini tidak terlalu besar sehingga sekolah itu hidup agak lesu.

Persaingan dari Madrasah Diniyah Aliyah yang dibiayai Perkoempoelan Dagang Bangsa Melajoe mengakhiri keadaan ini, dan dengan begitu rangsangan baru diberikan kepada lembaga pendidikan kaum sayid. Dua puluh tahun sesudah pendirian Madrasah Al-Ihsan yang pertama, perkumpulan ini didirikan lagi dan kemudian disusun suatu panitia sekolah yang terdiri atas anggota muda bangsa Alawiyin yang terutama berasal dari bagian ilir kota.Di sekolah baru ini pengajaran diberikan dengan sistem kelas, berdasarkan kelompok umur, kepada anak lelaki maupun perempuan di tingkat sekolah dasar (ibtidaiyah). Di bagian Ulu kota, prakarsa Al-Ihsan diambil alih oleh Sayid Muhammad Al-Munawar, yang pada tahun yang sama mengadakan reorganisai di Madrasah Arabiyah. Guna meningkatkan mutu pendidikan, didatangkan guru dari Jamiat Al-Khair di Betawi, dan kemudian pengetahuan umum seperti bahasa Belanda dan Inggris, dimasukkan dalam kurikulum Madrasah Arabiyah.

Walaupun madrasah-madrasah yang didirikan sesudah tahun 1925 berhasil melakukan pembaharuan di bidang pendidikan agama, jika ditinjau dari segi sosial, lembaga ini masih mewakilki pola lama yang telah dikembangkan selama abad ke-19. Hampir semua madrasah yang didirikan sesudah tahun 1925 menggantungkan diri pada dukungan pelindunganya. Ketergantungan ini tidak hanya terasa di bidang keuangan tetapi juga mendapat ekspresi secara simbolis. Para pelindung madrasah menjadi pusat perhatian masyarakat, dan rangkaian seremoni baru diperkenalkan untuk menegaskan martabat dan penampilan mereka.

Pendidikan Islam di Palembang dan Sumatera Selatan pada umumnya, menurut Mahmud Yunus, lebih banyak mengikuti pendidikan Islam di Jawa ketimbang Minangkabau. Pesantren-pesantren lama yang ada di Sumatera Selatan hampir sama dengan pesantren-pesantren yang ada di Jawa. Di Sumatera Selatan tidak dikenal kitab Dlammun, sebagaimana juga di Jawa. Begitu juga kitab Safinatun Najah yang tidak dikenal di Minangkabau dikenal di Sumatera Selatan dan Jawa.

Pesantren-pesantren atau madrasah-madrasah di Palembang banyak bermunculan semenjak berkembangnya agama Islam. Yang termasyhur di antaranya adalah:
1. Madrasah Al-Quraniah. Madrasah ini didirikan oleh Kamas Kiyai H. Muhd. Yunus pada tahun 1920 di Palembang. Madrasah ini terdiri dari bagian Ibtidaiyah dan Tsanawiyah. Pada masa keemasannya murid-muridnya bisa mencapai 400 orang dengan guru berjumlah lima orang. Madrasah ini masih hidup sampai sekarang.
2. Sekolah Ahliah Diniah. Madrasah ini didirikan oleh K. Masagus H. Nanang Misri pada tahun 1920 di Palembang. Madrasah ini terdiri dari dua tingkatan, Ibtidaiyah dan Tsanawiyah.
3. Madrasah Nurul Falah. Madrasah ini didirikan K.H. Abu Bakar Al-Bastari pada tahun 1934 di Palembang. Nurul Falah terdiri dari tiga tingkatan, yaitu; (a) Tingkatan Ibtidaiyah, lama pelajarannya lima tahun; (b) Tingkatan Tsanawiyah, lama pelajarannya tiga tahun; (c) Tingkatan Aliyah, lama pelajarannya dua tahun. Pada masa keemasannya, murid-murid madrasah ini mencapai 600 orang. Madrasah ini masih hidup sampai sekarang.
4. Madrasah Darul Funun. Madrasah ini didirikan oleh Kiyai H. Ibrahim pada tahun 1938 di Palembang. Dahulu Darul Funun ini terdiri dari bagian Ibtidaiyah dan Tsanawiyah, tetapi sekarang hanya terdiri dari bagian Ibtidaiyah saja.

Lain daripada itu, banyak lagi madrasah-madrasah di Sumatera Selatan mulai dari kota-kota sampai ke dusun-dusun, seperti madrasah-madrasah: iSalathiah, Diniah, Tarbiah Islamiah, Nurul Huda, dan lain-lain. Pada zaman kemrdekaan Indonesia telah didirikan Sekolah Menengah Islam (SMI), Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI) dan Pendidikan Guru Agama (PGA) di Palembang.

Kitab-kitab yang dipakai di pesantren-pesantren Sumatera Selatan hampir sama dengan kitab-kitab yang dipakai pesantren-pesantren di Jawa seperti: Ajrumiah, Syekh Khalid, Azhari, Qathrun Nada, Ibnu Aqil, Matan Bina, Kailani, Sanusiah, Ummul Barahin (Dusuqi), Safinatun-Najah, Fathul Qarib, Fathul-Muin, dan lain-lain. Begitu juga kitab-kitab yang dipakai di madrasah-madrasah Sumatera Selatan hampir sama dengan kitab-kitab yang dipakai di Jawa, terutama Jakarta, karena dekatnya perhubungan antara Sumatera Selatan dengan Jakarta.

Perguruan Tinggi Islam yang ada di Palembang di antaranya adalah Fakultas Hukum Islam yang didirikan pada bulan September 1957 oleh Yayasan Perguruan Islam Tinggi Sumatera Selatan. Fakultas Hukum Islam ini terdiri dari; (a) Persiapan (propaediuse) selama satu tahun; (b) Bacalaureat I dan II selama dua tahun (lengkap); dan (c) Doktoral I dan II selama dua tahun (tamat). Jumlah keseluruhannya adalah lima tahun.

Fakultas Hukum Islam menganut sistem bebas dalam studinya bukan sistem terpimpin. Mahasiswa yang telah mengikuti kuliah pada satu tingkat selama satu tahun diberi kebebasan untuk mengikuti kuliah pada tingkat yang lebih tinggi, kecuali untuk tingkat doktoral. Fakultas Hukum Islam ini mula-mula dipimpin oleh A. Gani Sindang, kemudian oleh K.H. Abu Bakar Bastari sampai tahun 1959. Dosennya pada tahun 1959 berjumlah 12 orang. sumber : http://witrianto.blogdetik.com/