CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.
Showing posts with label Tempat Wisata Palembang. Show all posts
Showing posts with label Tempat Wisata Palembang. Show all posts

20 April 2019

Pedestarian Sudirman, Pilih ke Kiri atau Kanan ?


Setelah sebelumnya sudah melakukan eksplore pedestarian Sudirman di bagian kanan sejauh kurang lebih 400 M maka malam ini, kita lihat di bagian kiri, ternyata selama ini yang belum kami lihat bahwa di bagian kiri lebih banyak di khususkan untuk acara anak muda seperti band, lagu jazz ataupun lagu underground. 

Yang paling ramai dan jadi tongkrongan anak muda adalah musik hingar-bingar dengan aliran under ground, banyak penonton ikut mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti lagu yang lebih saya anggap seperti menggerutu tersebut, walau begitu saya sendiri masih menyukai aliran lagu under ground seperti seringai, rotor band atau tengkorak band.

Di sisi kiri pedestarian Sudirman ini juga banyak terdapat permainan anak-anak seperti odong-odong ataupun mobil gowes berlampu di sisi ini, 


Musik Underground
Lagu jazznya bisa di nikmati sambil minum kopi dari cafe di depannya

Bayar seiklasnya untuk berfoto dengan kuda

Lomba drum....

Mainan anak-anaknya ada juga



08 April 2019

Bagian Dalam Gedung Jacobson Van Den Berg

Gedung Jacobson Van Den Berg 2019
Tangga Masuk ke lantai 2
Gedung yang terletak di Palembang untuk pembelian karet dan kopi. Dengan menenmpati gedung di kawasan sekanak tepat beseberangan dengan Sekanak Jetty (BekangDam II/SWJ), yang kala itu menjadi sarana pendukung dalam distribusi barang-barang yang keluar masuk kota Palembang.

Sejarah dan kepopulerannya akhirnya mendorong pemerintah kota Palembang untuk melestarikan gedung Jacobson van den Berg, salah satunya melalui pengembangan kawasan Sekanak Kerihin yang dituangkan dalam Peraturan Walikota No. 16 tahun 2017, yang berisi aturan untuk melindungi berbagai bangunan yang ada diantara Sungai Sekanak dengan jalan Gede Ing Suro, salah satunya yang paling terawat dan populer adalah gedung Jacobson van den Berg. 

Admin Sendiri bisa mengabadikan kondisi di dalam gedung ini saat di buka untuk umum saat acara Musi Coffee Culture 2019, di mana yang di pakai hanya lantai 2.

Anak tangga yang tidak terlalu tinggi membawa kita ke lantai 2, di sambut dengan ubin / tegel lama sama seperti foto yang tampak pada foto di dalam kantor saat para pegawai kantor Jacobson Van den Berg & co sedang berkerja (Foto).

Ubin/Tegel lantai yang tidak berubah
Lumayan luas juga untuk lantai 2 gedung Jacobson ini , yang di perguanakan untuk bagian kantor, sedeangkan di bagian bawah gedung ini sepertinya di gunakan untuk gudang komoditi seperi kopi dan karet, dan komoditi lainnya.

Tanpak di sudut kanan tanpak seperti penjara dengan ukuran kurang lebih 3X 3 Meter yang merupakan tempat penyimpanan uang dan benda berharga dari gedung ini.Mudah-mudahan ke depan bisa melihat secara penuh gedung ini yang merupakan salah satu cagar budaya di kota ini.

Lantai 2 gedung Jacobson van den Berg saat di gunakan oleh Musi Coffee Culture 2019, masih menampakan ke asliannya
termasuk flafond, walaupun ada sebagain jendela sudah di tutup dengan beton

Brankas di Gedung Jacobson Van den Berg di kuncinya tertulis "De Haas Rotterdam"
Lantai 2 Gedung Jacobson Van den Berg yang pernah menjadi kantor, 
Foto : Fornews.co saat festival Musi Coffee Culture 2019


Salah satu cagar budaya yang ada di kota Palembang
Video : Sriwijaya.tv

10 March 2019

Pedestarian Sudirman, malioboro-nya Palembang

Sama seperti yang ada di kota tua Jakarta

Tempat yang dahulunya hanya trotoar biasa sepanjang 500 meter menjadi primadona warga Palembang, setelah tempat tersebut disulap menjadi spot bersantairia dengan beragam hiburan menarik di dalamnya.


Barongsai
Tampak sepanjang pedestrian diisi dengan berbagai aktivitas kegiatan anak muda.Mulai dari pertunjukan musik tanjidor, tarian dan nanyian lagu-lagu daerah, pertunjukan pantomim, pertunjukan komunitas reftil, dan aktivitas kegiatan anak muda lainnya bakal tersaji setiap malam di akhir pekan.Pedestrian ini keren sekali hampir mirip dengan Orcardnya Singapura. Kalau di Indonesia itu ada di Jogja dengan Jalan Malioboronya. Yang membuat destinasi ini banyak diminati karena murah meriah tanpa harus mengeluarkan biaya alias gratis untuk menikmti beragam hiburan di sana.

Pencinta Reptile
Pocong & suster ngesot pun ikut datang

Berbagai Cosplay
Khotmil Qur'an di pedestarian Sudirman Palembang


Yang membedakan pedrestarian sudirman ini dengan tempat lain selain ada hiburan-hibuan , ada juga kegiatan khotmil Qur'an atau "Palembang Mengaji" Yang diasuh oleh al mukarom K.H. A Nawawi Dencik Al-Hafizh yang diadakan setiap Sabtu malam.

Di harapkan dengan adanya kegiatan khotmil Qur'an bisa mencetak generasi penghafal Qur'an baik hafiz dan hafizah. 
Sebagian dari peserta melakukan murajaah surah dan yang lain menyimak, yang di pandu oleh ustad-ustad yang sudah berkompeten di hapalan al-quran.

Kegiatan ini bekerja sama dengann rumah tahfiz dan juga majelis taklim yang ada di kota Palembang. Selain itu kegiatan ini di isi dengan sholawat dan hadroh.

Pedestrian Sudirman, 09 Maret 2019

21 February 2017

Amanzi Water Park 2017



Seperti artikel sebelumnya yang pernah di posting pada 30 April 2012 mengenai Amanzi water park dimana hal tersebut sudah hampir 5 tahun berlalu dan foto-foto pada tanggal tersebut saat soft launcing mereka sehingga kita biasa masuk untuk melihat wahana tersebut, silahkan bandingkan dengan kondisi saat ini di Februari 2017 ... 






01 January 2017

Flying Fox di Taman Wisata Punti Kayu


Untuk liputan liburan kali ini adalah fasilitas flying fox di taman wisata Punti kayu, di mana letaknya tepat berada di tengah-tengah kawasan hutan dan tempat bersantai para pengunjung, untuk wahana flying fox sendiri ada 2 jenis yaitu untuk anak-anak dan dewasa, untuk anak-anak di patok dengan tarif Rp. 15.000,- / sekali luncur dan dewasa Rp. 25.000m- / sekali luncur.


Untuk tantangannya biasa di bilang lumayan apa lagi untuk flying fox dewasa di mana yang ingin mencoba meluncur di hadapkan pada beberapa tantangan yaitu memanjat tangga yang lumayan tinggi +/- 5 Meter untuk mencapai ke canopy bridge selanjutnya menyebrangi canopy bridge tersebut sampai ke tempat peluncuran dengan jarak +/- 10 Meter dan selanjutnya langsung meluncur, beberapa orang yang sempat saya tanyai mengenai wahana ini berkata kaki mereka pada gemetar saat memanjat tangga apalagi saat menyebrangi canopy bridge.

Pada hari-hari tertentu wahana ini terkadang di pakai oleh kegiatan outbound yang di selenggarakan di taman wisata punti kayu ini.


31 October 2016

Festival Kopi Al Munawar #2


 Pameran Lukisan Ampas Kopi 

 Bapak H. Herman Deru Ikut hadir di Event ini 

Jalan di Kampung Al Munawar 

TIMESINDONESIA, PALEMBANG – Untuk mempromosikan destinasi wisata andalan di Kota Palembang para komunitas penggiat peduli wisata dan Dinas Pariwisata Provinsi Sumatera Selatan mengadakan Festival Kopi Al - Munnawar. Festival ini akan berlangsung 29 - 30 Oktober 2016 di Perkampungan Al-Munawar Palembang.

Al-Munawar merupakan perkampungan keturunan Arab yang ada di Kota Palembang yang memiliki budaya dan perkampungan khas yang masih lestari bahkan umurnya sudah berabad - abad yang terintegrasi dengan keindahan Sungai Musi.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata Sumatera Selatan Irene Camelin Sinaga, Rabu (26/10/2016), ada berbagai kegiatan dalam festival kopi Al-Munawar dan menarik dikunjungi yakni workshop penyajian kopi, workshop pemanfaatan limbah kopi, bazar kedai dan produsen kopi Sumatera Selatan, melukis menggunakan medium kopi.



Selain itu juga ada bincang sejarah perkampungan Al- Munnawar dengan narasumber warga Al-Munawar dan budayawan Palembang. "Yang menarik ada tur termurah di dunia hanya dengan Rp. 1000,- sudah bisa masuk ke beberapa rumah tua yang ada di kampung Arab ini," ucapnya. (*)


 Musolah Kampung Al Munawar 

Pewarta:Fathur Rochman
Editor:Wahyu Nurdiyanto
Publisher:Rochmat Shobirin
Sumber:Palembang TIMES

30 October 2016

Festival Kopi Al Munawar #1

Gerbang masuk ke acara Festival Kopi Al Munawar
PALEMBANG. Festival Kopi Kampung Al-Munawar di Kelurahan 13 Ulu, Kota Palembang, penuh sesak di hari pertama dengan pengunjung yang datang dari berbagai daerah di Indonesia bahkan luar negeri.
Lukisan dari ampas kopi
"Antusiasme warga terhadap festival kopi Kampung Al -Munawar ini memang begitu tinggi, bahkan jumlah pengunjung yang datang melewati harapan penyelenggara," kata ketua panitia penyelenggara, Robi Sunata, Sabtu.
Ia menjelaskan, festival kopi sendiri melibatkan 16 pengusaha dan pemilik kedai kopi yang ada di Kota Palembang, Pagaralam, Empat Lawang dan Muaraenim sebagai daerah-daerah penghasil kopi terbaik di Sumatera Selatan.
Festival ini melibatkan 10 lebih komunitas dunia maya di Indonesia sebagai bagian dari penyelenggara, kata Robi.
Sementara Kampung Al -Munawar menjadi destinasi festival kopi karena dulu di masa penjajahan Belanda kampung ini sudah meracik kopi dengan campuran rempah khas.
Selanjutnya, pasca kemerdekaan kopi produksi Kampung Al -Munawar mulai dikenal orang dengan berbagai merek, seperti merek ABK dan sendok emas, kata Muhammad bin Abdul Kadir (58), salah satu tokoh adat dan keturunan ke enam Kampung Arab itu.
Salah satu pengunjung yang datang langsung dari Surabaya, Bobi (25) mengatakan antusias mengikuti festival kopi Kampung Al -Munawar tersebut dan ini merupakan festival kopi pertama didatangi.
Stand Kopi
Sebab, tambahnya, di Indonesia jarang diadakan festival semacam ini, serta ada banyak acara disajikan seperti tur rumah tua, penampilan gambus, penyediaan 1.000 gelas kopi gratis, lomba barista, puisi dan kopi, dan menonton film tentang kopi.
Festival kopi Kampung Arab Al- Munawar sendiri akan berlangsung sampai 30 Oktober 2016. 
Editor : Yudho Winarto
Sumber : Antara

21 October 2016

I Love Palembang, Icon Selfi Anak Muda

Tulisan Palembang di simpang Charitas

PALEMBANG, jurnalsumatra.com – Berbagai taman dengan dengan tulisan Palembang mulai muda ditemukan baik bagi masyarakat Palembang maupun wisatawan yang berkunjung, salah satunya taman yang menjadi ikon baru yaitu tulisan ‘I Love Palembang’ yang berada di taman simpang 5 DPRD Sumsel.

Foto : skyscrapercity.com

Tulisan yang sudah terpasang sejak awal Agustus lalu ini menjadi primadona baru untuk ajang berselfie ria. Letaknya yang strategis di tepi jalan mengundang beberapa warga yang bahkan sengaja turun dari kendaraan untuk mengambil foto. Saat malam tiba, keindahan tulisan tersebut kian artistik dipadu dengan aneka lampu hias.

Salah satu warga, Sena mengatakan, ia baru mengetahui jika ada tulisan tersebut melalui instagram temannya. Beberapa temannya mengupload wefie denga beckground tulisan ‘I Love Palembang’.”Keren dan indah juga kalau untuk buat selfie. Kayak diluar negeri yang juga banyak tulisan serupa,”kata Indah, warga Kenten Palembang, Rabu (24/8).

Menurutnya, adanya tulisan tersebut bisa mempromosikan Palembang sebagai tempat wisata yang harus dikunjungi.Teman-teman diluar Palembang jadi tertarik, apalagi tulisan tersebut dibuat besar. Jadi pas sekali untuk mengabadikan foto.


Hal serupa juga diungkapkan Pitri. Warga KM 5 ini mengaku sudah pernah mengajak teman-temannya untuk berdoto di taman tersebut saat malam hari. “Tempatnya bagus, karena diletakkan di depan taman. Hanya saja harus hati-hati kalau mau parkir kendaraan, karena berada di persimpangan jalan,” jelasnya.

Kepala Dinas Penerangan, Pertamanan dan Pemakamam (DJPP) Palembang, Alex fernandus mengatakan, tulisan tersebut awalnya ingin diletakkan di Jakabaring. Namun karena ada pembangunan LRT, jadi dipindahkan di taman simpang DPRD Sumsel.

“Kita imbau kepada masyarakat boleh saja kalau ingin foto-foto disana, namun jangan sampai naik dan menduduki huruf. Apalagi sampai menginjak-injak taman, sehingga dapat merusak taman yang dibuat oleh pemerintah,”tukasnya.(eka)

04 October 2016

Bukit Siguntang




Bukit Seguntang atau kadang disebut juga Bukit Siguntang adalah sebuah bukit kecil setinggi 29—30 meter dari permukaan laut yang terletak sekitar 3 kilometer dari tepian utara Sungai Musi dan masuk dalam wilayah kota Palembang, Sumatera Selatan. Secara administratif situs ini termasuk kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang. Bukit ini berjarak sekitar 4 kilometer di sebelah barat daya pusat kota Palembang, dapat dicapai dengan menggunakan angkutan umum menuju jurusan Bukit Besar.


Salah satu tempat yg sering di pakai oleh umat Buddah saat hari besar
Di lingkungan sekitar bukit ini ditemukan beberapa temuan purbakala yang dikaitkan dengan kerajaan Sriwijaya yang berjaya sekitar kurun abad ke-6 sampai ke-13 masehi. Di puncak bukit ini terdapat beberapa makam yang dipercaya sebagai leluhur warga Palembang. Oleh masyarakat setempat, kompleks ini dianggap keramat dan menjadi tempat tujuan ziarah. Kini Kawasan ini menjadi Taman Purbakala untuk menjaga artefak-artefak yang mungkin masih belum terungkap.


Bukit Seguntang sebagai bukit paling tinggi di dataran Palembang tampaknya telah dianggap sebagai tempat penting sejak masa Kerajaan Sriwijaya, beberapa temuan artefak yang bersifat buddhisme menunjukkan tempat bahwa ini adalah salah satu kawasan pemujaan dan keagamaan kerajaan. Pada tahun 1920-an di lereng selatan bukit ini ditemukan arca Buddha bergaya Amarawati. Arca berukuran cukup besar ini ditemukan dalam beberapa pecahan. Bagian yang pertama kali ditemukan adalah bagian kepalanya yang langsung dibawa ke Museum Nasional di Batavia. Beberapa bulan kemudian bagian tubuhnya ditemukan, kemudian bagian kepala dan tubuhnya disatukan. Akan tetapi hanya bagian kakinya yang kini masih belum ditemukan. Arca ini mengikuti langgam Amarawati yang berkembang di India Selatan abad II sampai V masehi. Pengaruh langgam Amarawati berkembang sampai ke Kerajaan Sriwijaya melalui hubungan dagang dan keagamaan dengan India. Arca setinggi 277 cm ini dibuat dari batu granit yang banyak ditemukan di pulau Bangka, maka disimpulkan bahwa arca ini adalah buatan setempat, bukan didatangkan dari India. Diperkirakan arca ini dibuat sekitar abad VII sampai VIII masehi. Kini arca ini dipamerkan di halamanMuseum Sultan Mahmud Badaruddin II, dekat Benteng Kuto Besak, Palembang.


Di daerah Bukit Seguntang juga ditemukan fragmen arca Bodhisattwa. Kepala arca digambarkan dengan rambut yang tersisir rapi dengan ikatan seutas pita yang berhiaskan kuntum bunga. Di bukit ini juga ditemukan reruntuhan stupa dari bahan batu pasir dan bata, fragmen prasasti, arca Bodhisattwa batu, arca Kuwera, dan arca Buddha Wairocanadalam posisi duduk lengkap dengan prabha dan chattra. Di daerah Bukit Seguntang ditemukan pula fragmen prasasti batu yang ditulis dalam aksara Pallawa dan Bahasa Melayu Kuno. Prasasti yang terdiri dari 21 baris ini menceritakan tentang hebatnya sebuah peperangan yang mengakibatkan banyaknya darah tertumpah, disamping itu juga menyebutkan kutukan bagi mereka yang berbuat salah.

Sekitar 3 kilometer di sebelah tenggara dekat tepi sungai Musi terdapat situs Karanganyar, yang menunjukkan bekas pemukiman. Dua prasasti dari abad ke-7 ditemukan di dekatnya pada tahun 1920, berangka tahun 682 (Prasasti Kedukan Bukit) dan 684 (Prasasti Talang Tuwo). Pada tahun 1978, 1980, dan 1982 berbagai peninggalan keramik dari masa dinasti T'ang dan Sung awal diangkat dari area di lereng dan sekitar Bukit Seguntang.

Bukit Seguntang adalah gundukan tanah yang paling menonjol di dataran kota Palembang. Bukit yang dipenuhi taman dan pepohonan besar ini dipercaya sebagai kompleks pemakaman raja-raja Melayu. Pada bagian puncak bukit terdapat beberapa makam yang menurut penduduk lokal dikaitkan dengan tokoh-tokoh raja, bangsawan dan pahlawan Melayu-Sriwijaya. Terdapat tujuh makam di bukit ini, yaitu makam:


Raja Sigentar Alam 
Pangeran Raja Batu Api 
Putri Kembang Dadar 
Putri Rambut Selako 
Panglima Tuan Junjungan 
Panglima Bagus Kuning 
Panglima Bagus Karang 


Menurut kitab Sulalatus Salatin, Bukit Seguntang merupakan tempat datangnya Sang Sapurba, keturunan Iskandar Zulkarnain, yang dikemudian hari menurunkan raja-raja Melayu di Sumatera, Kalimantan Barat, dan Semenanjung Malaya. Bukit Seguntang diibaratkan sebagai potongan Gunung Mahameru dalam kepercayaan Hindu-Buddha, dan dianggap suci karena merupakan cikal bakal orang-orang Melayu. Raja yang memerintah di Malaka dikatakan sebagai keturunan Sang Sapurba. https://id.wikipedia.org/


Cukup mudah untuk menjangkau wisata Bukit Siguntang, karena lokasinya berada di tengah Kota Palembang dengan jarak sekitar 4 Km. Perjalanan bisa ditempuh dari pusat kota menuju Ampera-Bukit Besar. Akses jurusan ini membawa Anda lansung ke Bukit Siguntang. Memasuki kawasan bukit, pengunjung akan dikenakan biaya retribusi sebesar Rp. 3000,- untuk dewasa dan Rp. 2000,- untuk anak-anak.

22 July 2012

Kambang Iwak Kecik Update

Kambang Iwak Kecik di Kawasan Talang Semut

Gambar Kambang Iwak Kecik yang di ambil pada Minggu, 22 Juli 2012

27 May 2012

Pulau Seribu di Palembang

Masjid Syech Muhammad Azhari di Pulau Seribu Palembang
Di Pulau Seribu, Kertapati, Bantu Musafir Beribadah, Tak Masuk Peta Kota Palembang

Menyebut nama Pulau Seribu, ingatan kita pastilah melayang ke kepulauan yang menjadi kawasan objek wisata di Jakarta. Padahal, di metropolis memiliki kawasan dengan nama serupa. Sayangnya, Pulau Seribu yang ada di Palembang berada di Kelurahan Ogan Baru, Kecamatan Kertapati, tidak banyak diketahui orang. Seperti apa tempatnya?

Menyambangi Pulau Seribu tidak begitu sulit. Masuk dari dermaga pasar induk Jakabaring, masyarakat dengan mudah dapat sampai ke sana menggunakan ketek. Ongkos dipatok pun tidak begitu tinggi. Ketika Sumeks Minggu menggunakan jasa angkutan air tradisional ini, pengemudi ketek hanya meminta biaya Rp2.000 hingga Rp3.000.

Tiba di tujuan, bayangan pulau seribu seperti objek wisata yang ada di Jakarta sirna. Bahkan, pulau-pulau seperti yang ada di pulau seribu di Jakarta dan sempat dibayangkan koran ini juga tidak terlihat.

Berdasarkan cerita masyarakat, didapat secara turun menurun, nama Pulau Seribu melekat di kawasan ini, karena dulunya terdapat gundukan-gundukan tanah menyebar di tempat mereka. Gundukan tanah tersebut cukup besar dan tinggi. Dari tiap gundukan tanah dikelilingi air sungai membuat gundukan tanah yang sangat banyak tersebut ibarat pulau.

“Itu cerita dari orang-orang tua kami. Gundukan tanah itu sempat ditanami pohon jeruk dan masih terlihat. Sekarang sudah hilang dirubah dengan tanaman padi,” ungkap H Munir (53), salah seorang warga di Pulau Seribu.

Saat ini, Pulau Seribu tetap menjadi pulau besar, dikelilingi empat sungai. Dibagian depan dibatasi dengan sungai Ogan. Sebelah kanan sungai Tapa, sebelah kiri sungai Sungki, dibelakangnya sungai Remis.

Sempat sedikit berkeliling di kawasan tersebut, Sumeks Minggu melihat daerah tersebut dikelilingi rawa. Jumlah penduduk yang ada tidak begitu banyak, mayoritas berada di pinggiran sungai Ogan. Menurut Munir, jumlah Kepala Keluarga (KK) hanya 29, dibawah naungan satu Rukun Tetangga (RT).

Meski telah dibangun jalan setapak, cor beton menghubungkan daerah tersebut ke kawasan Sungki Kertapati, hingga kini masyarakat di Pulau Seribu masih begitu dekat dengan perahu dan ketek. Untuk mencapai pusat kota Palembang, mereka masih menggunakan transportasi air.

Selain jalan darat yang masih terlalu kecil, tidak begitu banyak masyarakat memiliki kendaraan (motor,red). Lain dari itu, masyakarat setempat terlihat banyak membuat perahu jukung. Pembuatan perahu ini sudah cukup lama dilakukan.

Sejak lama tempat ini sudah dialiri listrik. Hanya saja, kesan terpencil dan tertinggal masih begitu terasa. Nah, cerita Munir pada masa Kesultanan Palembang, tempat ini sebenarnya tidak ditinggali masyarakat.

Tempat Persembunyian Perompak Hingga SMB II

Tempat ini hanya didiami para perompak sebagai persembunyian. Bahkan, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II diyakini pernah bersembunyi ditempat ini. Hal ini diketahui Munir setelah para zuriat SMB II yang ada di Ternate datang ke Pulau Seribu beberapa tahun lalu.
“Dari catatan SMB II yang dibaca para zuriatnya, SMB II pernah bersembunyi dari kejaran Belanda di Pulau Seribu. Zuriat SMB II sudah puluhan tahun mencari pulau ini. Tapi, yang terpikir oleh mereka sejak lama, Pulau Seribu yang ada di Jakarta,” jelas Akhmadi (26), anak dari H Munir.

Ketika satu dua keluarga yang awalnya mantan perompak mulai tinggal di Pulau ini, Munir mengatakan seorang ustad besar, Syeh Muhammad Azhari (1860-1938) yang giat menyiarkan Islam sempat singgah di rumah seorang mantan perompak yang tengah sakit untuk menumpang sholat. “Namanya juga mantan perompak, dia gak punya sajadah. Terus, Syeh Azhari mengobati perompak itu hingga sembuh,” jelas Munir.

Setelah sakitnya disembuhkan Syeh Azhari itulah, mantan perompak itu bertobat dan hendak belajar agama. Ia pun menghibahkan tanah miliknya untuk dijadikan masjid. Tawaran itu cepat diterima Syeh Azhari yang memang ingin membangun sebuah masjid.

Selain masyarakat Pulau Seribu, saat ini memang tak begitu banyak masyarakat yang datang ke masjid dibangun Syeh Azhari. Namun saat itu, ketika masyarakat Sumsel mengandalkan transportasi air, masjid yang dinamakan dari orang yang membangunnya (Syeh Muhammad Azhari,red) ini ramai dikunjungi. Dibangunnya masjid ini sangat membatu para musafir beribadah, menunaikan sholat.

“Orang-orang dari Indralaya dan Sumsel yang mau ke Palembang banyak lewat sini. Mereka mampir untuk sholat di sini,” jelas Munir.

Siapa Syeh Azhari? Munir mengatakan, ia merupakan kakek almarhum KH Zen Syukri. Ia merupakan ulama besar yang sempat menimba ilmu di Arab, Mesir hingga India. Cerita-cerita seputar Syeh Azhari ini, didapat Munir dari almarhum Zen Syukri.

“Saya pernah belajar dengan Abah Zen. Pernah juga jadi pembantunya ketika Abah menjadi anggota DPRD Palembang. Cerita Abah, sedari kecil ia sering main ke Masjid dibangun kakeknya ini. Waktu dia masih sehat, Abah rajin mengajar dan mengisi acara Islam di Masjid Syeh Azhari,” urai Munir.

Sedikit berbeda dengan keterangan Kgs HM Ibnu A SH MSi. Menurut anak ke-13 dari istri kedua almarhum KH Zen Syukri, jika Syeh Azhari sebenarnya adalah mertua ayahnya. Sehingga, dirinya sendiri memanggil Syeh Muhammad Azhari dengan sebutan kakek.

Nah, selama ini kitab-kitab tauhid yang pernah dibuat oleh Syeh Muhammad Azhari banyak dibawa penjajah Belanda ke Negerinya usai kemerdekaan. Keterangan Ibnu ada Sembilan kitab tauhid ditulis Syeh Muhammad Azhari.

Sedangkan wajah Syeh Azhari sendiri baru dilihatnya beberapa tahun lalu. Itu setelah salah seorang keluarganya mengambil copy wajah Syeh Azhari dari Museum di Belanda. “Banyak arsip kita memang dibawa oleh orang Belanda. Masalah ini, zuriat seperti kami tidak cukup. Ini masalah nasional. Pemerintah yang harusnya turun tangan,” tandasnya.

Kayu Kapuk Penopang Masjid Jadi Unglen

Dilihat dari arsitektur aslinya, masjid Syeh Azhari bisa dikatakan sebagai salah satu masjid tertua di Palembang. Berada di pinggiran sungai, masjid berada di atas air. Hingga bangunan harus ditunjang dengan kayu.

Namun kini, hal tersebut tak lagi terlihat. Sejak tahun 1993, bagian depan masjid sudah ditimbuni tanah. Tahun 2005, dengan bantuan Walikota Palembang, Ir Eddy Santana Putra, bagian dalam ditimbuni pasir.

Nah, sejak satu bulan lalu, masjid direhap. Bagian dinding kayu masjd yang sudah mulai ambruk diganti beton. Hanya bagian atas dipertahankan pengurus Masjid. Bagian atasnya sepintas terlihat mengadopsi culture China. Persis seperti masjid Lawang Kidul dan Kyia Merogan.

“Kalau ingin dibongkar dan dibangun baru secara keseluruhan, sudah ada yang bersedia. Tapi, pesan Abah Zen, bagian atas harus dipertahankan,” urai Akhmadi yang kini menjadi Ketua Pengurus Masjid Syeh Muhammad Azhari.

Orang yang ingin memberikan bantuan dengan membangun masjid dimaksud Azhari merupakan zuriat Syeh Azhari di Arah serta Zuriat SMB II di Ternate. Bantuan mereka pun ditolak dengan alasan pesan almarhum Zen Syukri. Alhasil, para pengurus harus mengandalkan dana swadaya untuk merehab masjid.

Dana didapat telah dikumpulkan sejak tujuh tahun lalu. Uang didapat mencapai Rp21 juta. Berjalan satu bulan, uang didapat samasekali tidak cukup. Hingga kini sudah Rp55 juta dikeluarkan pengurus Masjid. “Banyak yang bantu. Dari uang hingga material. Yang pasti, kita sudah sampaikan proposal bantuan sama Allah SWT. Itu ajaran Abah Zen,” jelas Akhmadi.

Cerita menarik dan diyakini warga sekitar seputar tiang penyangga atap masjid. Dari empat tiang utama, satu diantaranya diyakini warga merupakan kayu kapuk. Karena dibagian atasnya terdapat duri.

Hanya saja dari serat dan warna kayu, warga menyakini tiang tersebut merupakan kayu unglen. Hingga kayu tersebut dijuluki warga kayu kapuk yang berubah menjadi kayu unglen.

Bagaimana bisa? Ditanya seperti itu H Munir menjawab seadanya. “Orang besar seperti Syeh Azhari merupakan orang yang dekat dengan Allah SWT. Tentu saja kami yakin beliau memiliki kharomah,” tandasnya.
Sementara Camat Kertapati Zaini dikonfirmasi Kamis (17/5) tak banyak mengetahui sisi sejarah pulau seribu serta masjid Syeh Azhari. Pun begitu ia tak mengelak jika Pulau Seribu yang berada di wilayahnya termasuk terpencil, bahkan sedikit terbelakang.

Diakui Zaini, pulau yang satu ini tidak setenar Pulau Kemarau atau Pulokerto. Hingga tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas. Tempat ini terpencil karena memang belum banyak sarana yang masuk. Bahkan, diperkirakannya, pulau ini tidak masuk dalam peta kota Palembang.

“Kalau mau pasti, di cek saja di Bapedda. Mereka yang buat peta kota Palembang,” tukasnya.

Benar juga. M Syafri HN Kepala Bapedda Palembang samasekali tidak mengetahui tempat ini. Meski meminta koran ini menghubungi bawahannya Nur Hendratama ST MT di bagian Tata Ruang, Pulau ini juga tidak diketahui. (wwn)


Written by: Samuji Selasa, 22 Mei 2012 11:18 WIB | Sumeks Minggu