CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.

29 April 2019

Ziarah Kubro Palembang Tempo Dulu

Salah Satu lokasi Pemakaman yang masih apa adanya
Ziarah kubro yang berarti berziarah ke kubur secara bersama-sama. Ziarah kubro ini merupakan tradisi dari masyarakat Palembang, kegiatan mengunjungi makam para ulama dan pendiri Kesultanan Palembang Darussalam seminggu menjelang Ramadhan.


Pemerhati sejarah Palembang, Yudhi Syarofie, menuturkan, ziarah kubro pertama kali dilakukan oleh warga keturunan Arab, terutama asal Yaman yang diduga sudah tiba di Palembang sejak zaman Sriwijaya, sekitar abad ke-8. Ketika itu, mereka melakukan secara eksklusif, yakni hanya di lingkungan keluarga.

Tradisi itu mulai menjadi ritual bersama warga keturunan Arab dan pemimpin Palembang ketika masa Kesultanan Palembang Darussalam (1659-1823). ”Saat itu, terjadi akulturasi budaya Arab dan Palembang, seperti pawai diiringi prajurit berpakaian khas Melayu Palembang dan mengunjungi makam pendiri ataupun penguasa Palembang terdahulu,” tutur Yudhi.

Ziarah Kubro merupakan tradisi yang dilakukan sejak zaman Kesultanan Palembang Darussalam. Namun saat itu kegiatan tersebut hanya dilakukan oleh kerabat kesultanan dan baru terbuka untuk umum pada 1970-an. Saat itu kegiatan hanya dilakukan selama satu hari, namun karena jumlah jemaah terus bertambah, waktu pelaksanaannya ditambah menjadi tiga hari sejak 2010.

Warga yang tak ikut ziarah kubro menyambut antusias. Ada yang berebut menyentuh tubuh ataupun mencium tangan ulama. Bagi warga, bisa menyentuh tubuh ataupun mencium tangan ulama merupakan berkah tersendiri. Ada pula yang menawarkan minuman dan makanan gratis kepada jemaah. Mereka berupaya merayu jemaah agar mengambil minuman dan makanan yang disajikan agar mendapat berkah. Suasana yang terbangun mirip saat Lebaran.

Di Rangkum dari https://travel.kompas.com/
Foto : 


Ziarah Di Pemakaman Kawasan kawah Tengkurep




26 April 2019

Penjual Roti Komplit "Jadul" Di Palembang


Walau tempat jualannya ada di lorong kecil tepatnya di pangkal masuk lorong penjahit Parman tidak jauh dari rumah makan martabak Har yang sudah terkenal itu, di jalan Jenderal Sudirman tapi pembeli pada rela antri untuk mendapatkan makanan "jadul" yang di sebut roti komplit penjual saat ini pun sudah generasi ke 2 yang sebelumnya orang tua mereka yang berjualan di sini, memang rasa tidak bisa di tipu dan sesuai dengan harga yang di bayar.

Untuk rotinya sendiri pernah saya posting pada tahun 2016 ( 
Roti Komplit Parman Palembang ), Sudah 3 tahun yang lalu tempat jualan ini tanpa ada perubahan sama sekali, tetapi di sisi kiri dan kanan nya banyak pedagang lain yang juga ikut berjualan di pedestarian ini, seperti pempek, model,bakso.

Dulu teringat ayah mengajak saya untuk membeli roti komplit disini untuk di makan bersama di rumah, sekarang saya mengajak adek juga untuk membeli roti dengan rasa yang sama, tekstur yang sama dan kualitas yang sama,

Roti Komplit, 26 April 2019
Palembang dalam sketsa

Ziarah Kubro Hari Ke-1 Tahun 1440 H n/ 2019 M





Ziarah Kubro hari pertama ini Perjalanan dimulai dari Masjid Darul Muttaqien di Kuto menuju makam habib Aqil Bin Yahya dan Pemakaman Habib bin Syech Shahab dan berakhir di kawasan Kubah Syahab Jalan M Isa Palembang.

Palembang dalam sketsa, April 2019
Foto By : Palmbang Darusallam

20 April 2019

Pedestarian Sudirman, Pilih ke Kiri atau Kanan ?


Setelah sebelumnya sudah melakukan eksplore pedestarian Sudirman di bagian kanan sejauh kurang lebih 400 M maka malam ini, kita lihat di bagian kiri, ternyata selama ini yang belum kami lihat bahwa di bagian kiri lebih banyak di khususkan untuk acara anak muda seperti band, lagu jazz ataupun lagu underground. 

Yang paling ramai dan jadi tongkrongan anak muda adalah musik hingar-bingar dengan aliran under ground, banyak penonton ikut mengangguk-anggukan kepalanya mengikuti lagu yang lebih saya anggap seperti menggerutu tersebut, walau begitu saya sendiri masih menyukai aliran lagu under ground seperti seringai, rotor band atau tengkorak band.

Di sisi kiri pedestarian Sudirman ini juga banyak terdapat permainan anak-anak seperti odong-odong ataupun mobil gowes berlampu di sisi ini, 


Musik Underground
Lagu jazznya bisa di nikmati sambil minum kopi dari cafe di depannya

Bayar seiklasnya untuk berfoto dengan kuda

Lomba drum....

Mainan anak-anaknya ada juga



17 April 2019

Pilpres & Pileg 2019

TPS 61
Perhitunagn Suara di TPS 62


Hasil rekap sementara baru nanti di salin di C1


Kegiatan Pemilihan Presiden & Pemilihan Calon Legislatif untuk tahun 2019 di TPS 61 & 62 di Prumnas Talang Kelapa, Palembang.

16 April 2019

Mata Uang DPDP ( Dewan Pertahanan Daerah Palembang)



MATA UANG DPDP

Jenis Koleksi                : Numismatika
 1.   Nama Benda         : Mata uang Mandat DPDP
 2.   No. Inventaris        : 06.19.1
 3.   Ukuran                  : Panjang = 14,5 ; Lebar = 7,5
 4.   Nilai nomonal        : Rp. 1000 ( Seribu rupiah/ rupiah Jepang )
 5.   Asal didapat          : Palembang
 6.   Asal dibuat            : Palembang
 7.   Kondisi                 : Rusak
 8.   Tempat benda       : Gudang koleksi
 9.   Bahan                    : Kertas
 10. Deskripsi               :

            Mata uang ini berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar putih dan biru. Pada sisi muka (verso) di empat bagian sudut terdapat petak berisi nilai nominal 1000. sedangkan dibagian tengahnya tertera tulisan Mandat DPDP KAS NEGARA DAERAH PALEMBANG DIPERTINTAHKAN MEMBAYAR KEPADA YANG MEMEGANG MANDAT INI SEHARGA SERIBU RUPIAH (RUPIAH JEPANG). 

Selain itu, disebelah kanan terdapat sebuah DEWAN PERTAHANAN. Pada sisi belakag (recto) dibagian tengah tetera tulisan SERIBU RUPIAH. Sedangkan pada keempat sudutnya terdapat sebuah petak yang berisi nilai nominal 1000.

1. Apa yang dimaksud dengan mata uang Mandat DPDP?
              
Mata uang adalah alat penukar utama yang sah dan menjadi dasar pembayaran dalam kegiatan ekonomi (perdagangan) atau proses jual beli barang. Pada sekitar awal kemerdekaan Republik Indonesia atau revolusi fisik di Sumatera Selatan pernah beredar (berlaku) mata uang lokal antara tahun 1947-1949 dengan nilai nominal 1000 rupiah (rupiah Jepang) yang disebut mata uang DPDP (Dewan Pertahanan Daerah Palembang). Mata uang ini dicetak oleh Percetakan Meru Palembang.


2. Mengapa terjadi kelahiran mata uang Mandat PDPD?
              
Karena pasukan Belanda mengadakan blokade terdapat wilayah Sumatera Selatan, maka pintu keluar masuk untuk kegiatan ekonomi (perdagangan) menjadi tertutup. Pada masa revolusi fisik inilah hubungan antara daerah Sumatera Selatan dengan pemerintah pusat putus. Sehingga kehidupan sosial ekonomi masyarakat menjadi buruk dan kekurangan barang impor yang sebenarnya sangat dibutuhkan. Untuk menanggulangi masalah ini, maka pemerintah di daerah-daerah wilayah Indonesia, seperti yang terjadi di Sumatera Selatan mengadakan pencetakan mata uang sendiri, yang salah satunya adalah mata uang Mandat DPDP dengan nilai nominal 1000 rupiah. Mata uang ini berguna untuk menghidupkan kegiatan ekonomi (perdagangan) di masyarakat. Kejadian tersebut di atas, bersamaan waktunya dengan pergantian mata uang dari mata uang Jepang Dai Nippon Teikoku Seihu dengan mata uang ORI (Oeang Republik Indonesia).

3. Bagaimana situasi dan kondisi masyarakat pada saat beredar atau berlakunya mata uang mandat PDPD ?

Pada akhir pendudukan Jepang dan masa awal kemerdekaan Republik Indonesia keadaan ekonomi sangat kacau. Hiperinflasi menimpa negara RI. Sumber inflasi adalah beredarnya mata uang rupiah Jepang secara tidak terkendali. Jumlah ini kemudian bertambah ketika pasukan sekutu berhasil menduduki kota-kota besar di Indonesia dan menguasai bank-bank. Pemerintah tidak dapat menyatakan mata uang Jepang tidak berlaku. Hal ini deisebabkan negara sendiri belum memiliki mata uang sebagai penggantinya. Kas pemerintah kosong, pajak-pajak dan bea lainnya sangat berkurang, sebaliknya pengeluaran negara semakin bertambah. Untuk sementara waktu kebijaksanaan yang diambil pemerintah adalah mengeluarkan penetapan yang menyatakan berlakunya mata uang sebagai tanda pembayaran yang sah di wilayah RI, yakni ada tiga macam mata uang De Javansche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda dan mata uang penduduk Jepang.

Sebagai akibat inflasi yang paling menderita adalah petani, karena pada masa pendudukan Jepang, petani adalah produsen yang paling banyak menyimpan dan memiliki mata uang Jepang. Selain itu, situasi keuangan pemerintah yang sulit ini masih ditambah dengan dilakukannya blokade laut oleh Belanda. Blokade ini menutup pintu keluar masuk perdagangan RI. Tindakan blokade ini dimulai pada bulan Nopember tahun 1945. Akibat blokade ini barang –barang dagangan milki pemerintah RI 
tidak dapat diekspor. Sedangkan tujuan blokad Belanda adalah suatu usaha untuk mencekik RI  dengan senjata ekonomi. 

Akibat dari blokade yang terutama diharapkan Belanda adalah timbulnya keadaan sosial ekonomi yang buruk dan kekurangan bahan impor yang sangat dibutuhkan. Selama masa revolusi fisik kehidupan sosial ekonomi di daerah Sumatera Selatan tidak ada bedanya dengan daerah-daerah Indonesia yang lainnya yang mengalami blokade ketat dari Belanda, sehingga usaha-usaha perdagangan tidak memungkinkan adanya perdagangan, maka dengan terpaksa pemerintah RI yang ada di Palembang dipindahkan ke daerah pedalaman, yaitu Lubuklinggau. Rakyat memenuhi kebutuhannya dengan apa adanya. Pada masa itu merupakan kehidupan yang paling gawat bagi penduduk Palembang, sebab badan-badan kelaskaran yang memerlukan beras atau bahan pangan lainnya selalu mencegat dan merampas bahan pangan yang sedianya akan dipasarkan ke kota lewat sungai-sungai yang merupakan jalur lalu lintas utama waktu itu.

4. Dimana wilayah beredarnya mata uang Mandat DPDP?
       
Mata uang Mandat DPDP disebut juga mata uang lokal yang beredar di wilayah daratan Sumatera Selatan meliputi Kotamadia Palembang, kabupaten OKI, OKU, Muaraenim, Lahat dan Musirawas. Karena putusnya hubungan daerah Sumatera Selatan dengan pemerintah pusat, maka diedarkan mata uang Mandat DPDP ini. Pada saat itu pemerintah pusat sebenarnya sudah mempersiapkan pengganti mata uang Jepang Dai Nippon Teikoku yang tidak berlaku lagi dengan mata uang ORI (Oeang Republik Indonesia) yang akan berlaku diseluruh wilayah Indonesia.

        
5. Kapan mata uang Mandat DPDP beredar (berlaku) dan tidak berlaku lagi?

Mata uang Mandat DPDP mulai beredar pada saat daerah Sumatera Selatan putus hubungannya dengan pemerintah pusat, karenablokade Belanda. Untuk sementara waktu daerah Sumatera Selatan mencetak mata uang Mandat DPDP yang dibuat oleh Percetakkan Meru Palembang yang ditanda tangani pada tanggal 1 Agustus 1947. dengan dicetaknya mata uang ini maka secara otomatis Beredar dan berlaku sampai tahub 1949. Setelah terjadi Penyerahan Kedaulatan RI 27 Desember 1949 seluruh wilayah Indonesia bebas blokade Belanda, begitu pula dengan mata uang Mandat DPDP secara otomatis tidak berlaku lagi dan diganti dengan mata uang ORI.

Sumber bukalapak.com

14 April 2019

Percetakan Meru Palembang


Pers Yang Merdeka

Surat kabar Pertja Selatan dicetak percetakan drukkerij Meroe di Seberang Ulu, sekarang Kelurahan 7 Ulu, Palembang. Pertja Selatan seolah terkubur tertimbun berbagai buku sejarah pers negeri ini.

Percetakan Meroe bertahan di tengah terpaan badai penguasa Kolonial Belanda dan pemerintahan Soekarno. Meroe dimatikan pelan-pelan di awal pemerintahan Presiden Soeharto, karena mencetak enam surat kabar yang kritis terhadap Orde Baru.

Pertja Selatan hadir di tengah bangkitnya kesadaran nasionalisme alam kolonial. Ia lahir dan didirikan untuk menyuarakan suara nasionalisme. Begitu catatan penting bekas perwira menengah tentara Mochtar Effendi, yang menghabiskan masa tuanya dengan menulis sejumlah buku, dalam kata pengantar buku Pers Perlawanan: Politik Wacana Antikolonial Pertja Selatan karya Basilius Triharyanto.

Basilius adalah putera kelahiran Ogan Komering Ulu (Sumsel), mendalami sejarah dan jurnalisme di Universitas Atmajaya Yogyakarta. Di akhir kuliahnya ia menulis tentang sejarah pers, kemudian mengais puing-puing sisa lembaran kertas tua di Perpustakaan Nasional untuk menyusuri jejak Pertja Selatan.

Ia membaca lembar demi lembar isi berita yang disajikan Pertja Selatan, koran fenomenal yang justeru mati tenggelam di alam kemerdekaan. Ia mengkaji isi media yang ditampilkan menggunakan metode analisis wacana kritis (CDA, critical discourse analisis) Norman Fairclough.

Basilius bukan saja mampu menggambarkan bagaimana sikap sebuah media massa berhadapan dengan kepentingan penguasa kolonial; Tetapi juga menemukan kesadaran sosial terhadap dominasi penguasa Kolonial Belanda itu.

Pertja Selatan bukan sekadar mampu membangkitkan kesadaran masyarakat yang dijejali suatu sistem, di sisi lain kolonialisme menghancurkan peradaban yang tumbuh alami di dalam kultur lokal. Pertja Selatan mencatat melalui tulisan berita (1926) tentang praktik korupsi yang dilakukan penguasa desa di Tebingtinggi. Dalam buku Jeroen Peeters, sikap koruptif itu terjadi dipicu oleh model pemerintahan yang dibentuk pemerintahan Kolonial Belanda.

Buku Pers Perlawanan tak hanya menampilkan gaya pemberitaan yang kritis, tetapi memunculkan nama-nama wartawan yang mewarnai wajah Pertja Selatan menempatkan diri sebagai oposan terhadap kebijakan penguasa ketika itu.

Basilius masih menyisakan ruang-ruang untuk didiskusikan lebih lebih lanjut. Diskursus hadirnya nama-nama penulis kritis Pertja Selatan, di tingkat kajian individual, menarik untuk dibahas lebih lanjut; Akan lebih spesifik bila menggunakan perspektif sosiologi media model Shoemaker & Reese ketika menyusuri isi media.

Bagi peminat sejarah pers dan kalangan yang tertarik dengan kajian media, tentu saja Pertja Selatan menjadi objek yang menarik untuk diteliti. Terutama dalam konteks pendekatan teori-teori kritis media --pertautan kajian sejarah, ekonomi dan politik-- yang sedang digandrungi mahasiswa komunikasi saat ini.

Paling tidak, buku ini layak dibaca oleh kalangan jurnalis dan wartawan. Memberi gambaran baru tentang latar belakang dan sejarah pers di Indonesia yang selama ini didominasi oleh teks sejarah pers di Pulau Jawa.

Lewat buku ini, penulis mengajak kita memahami kondisi sosial-ekonomi-politik pada suatu periode tertentu. Di bagian lain ada bagian individu tetap skeptik atas realitas sosial yang sedang berlangsung.

Basilius yang menyampaikan pesan, bahwa pada suatu periode tertentu sudah banyak wartawan yang mau bersusah-payah, bahkan menyerahkan seluruh jiwa raganya untuk menjaga dan memperjuangkan sebuah bangsa yang merdeka. Soerat kabar jang merdika.... (Sutrisman Dinah)

Artikel ini telah tayang di sripoku.com dengan judul Pers Yang Merdeka, http://palembang.tribunnews.com/10/02/2010/pers-yang-merdeka.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tidak jauh berbeda dengan percetakan meru,  yang sudah eksis  sejak dari zaman kemerdekaan yang sempat melakukan pencetakan "MATA UANG DPDP ( Dewan Pertahanan Daerah Palembang) pada tahun 1947 dan berkahir pada periode orde baru.

Tidak berbeda lagi dengan PD Grafika Meru yang merupakan BUMD kota Palembang yang mencoba  meneruskan usaha di bidang percetakan tersebut, krisis yang di alami oleh BUMD ini salah satunya adanya tidak bisa bersaing dengan percetakan-percetakan lain yang ada di kota Palembang, walaupun pada tahun 2009 mendapat suntikan dana 10, 4 Milyar dari PT. Sriwijaya Sukses Mandiri tetap tidak bisa merubah kondisi membaik sepenuhnya. Hal ini juga di pengharuhi oleh kewajiban-kewajiban yang masih banyak belum di bayar seperti pada 2008, informasi dari koran kalau 25 karyawan PD. Grafika Meru belum gajian selama setahun serta adanya kewajiban-kewajiban lainnya. Sampai saat ini pun masih belum jelas apakah perusahaan yang berdiri pada tahun 1982 sudah di lakukan liquidasi atau di serahkan pengelolaan asetnya ke BUMD lainnya di kota ini.

Palembang dalam sketsa, April 2019

12 April 2019

Pal 5 Palembang Tahun 1970

Pal 5 Tahun 1970 foto : FB Kiagus Muhammad Irfan Zen
Pal 5, seperti itulah kawasan ini di sebut dan sampai saat ini kebiasan masyarakat palembang menyebutnya dengan pal 5, kata-kata Pal berasar dari bahasa Belanda yaitu paal (Latin: palas ’bentuk panjang’), yakni tonggak penanda titik ruas jalan atau luas bidang lahan, seperti terlihat pada sepanjang jalan negara yang menghubungkan satu kota dengan kota lain. Tersurat informasi: sepuluh pal setara dengan 15 kilometer; atau satu pal sama dengan 1.500 meter sesuai ketetapan pemerintah waktu itu. Namun, konversi pal berbeda-beda: di Jawa 1 pal setara dengan 1.507 meter, di Sumatra 1.852 meter. Perbedaan ukuran itu diduga terkait dengan permainan jual-beli tanah seiring dengan berbiaknya perkebunan besar di kedua wilayah tersebut. Pal 5 atau Km 5 ini juga menunjukan bahwa jarak dari titik 0 Palembang yang terletak di air mancur depan Masjid Agung Palembang kurang lebih 5 Km.

Pada era pendudukan Jepang di Palembang pada tahun 1942-1945, kawasan ini merupakan basis pertahanan Jepang di mana dengan adanya bunker pertahanan tentara jepang di jalan AKBP. H Umar, , di mana kawasan ini adalah di anggap yang paling dekat dengan kota Palembang ataupun bandara talang betutu saat itu.

Kawasan Pal 5 saat ini ( 2017 )
Pada saat era 1970-an di mana pemerintah kota Palembang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan salah satunya adalah dengan perbaikan dan pelebaran jalan-jalan di dalam kota Palembang yang di lebarkan sampai dengan 8 Meter dengan bantuan langsung dari pihak Pertamina pada saat itu.

Begitu juga kawasan Pal 5 ini juga terkena dari dampak pembangunan tersebut yang awalnya merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan kabupaten Musi Banyuasin yang di tandai dengan Gapura, sehingga perluasan wilayah kotamadya Palembang di lakukan pada era 80-90an dengan di tandai di bangunya jalan di kawasan Sukarami, Maskarebet , Kebun bunga dan sebagai jalan induknya yaitu Jalan Sukarno Hatta.

Pada saat itu dukukan transportasi masih sangat terbatas hanya menggunakan bermerek jeep willys, Chevrolet,  Fiat, Austin, Dodge,Fargo, dan lain-lain sebagai penghubung ke tengah kota ataupun kawasan di seputaran pal 5 seperti lebong siarang, sukabangun dan tempat-tempat lainnya, di mana hanya 1-2 kali perhari angkutan ini berangkat ke kota ataupun kembali ke pal 5.

Saat ini kawasan ini sudah sangat maju dan berkembang dengan di dirikan nya pasar Pal 5 membuat jantung perekonomian terus bergerak, kemacetan yang sering terjadi baik pada pagi dan sore hari menjadi salah satu saksi bahwa kawasan ini ikut berperan dalam mengukir sejarah kota ini.

Palembang dalam sketsa, April 2019

10 April 2019

Akhir Perjalanan Bus Kota Sang "Raja Jalanan" Di Palembang

Ticket Bus Kota era 1990-anFoto : FB Armansyah

Pada awal tahun 1990-an Palembang di hebokan dengan mode transportasi baru yang mulai melintas di jalan-jalan protokol kota Palembang, selama ini masyarakat lebih mengenal angkot ( sebagian masyarakat menyebutnya taxi) sebagai angkutan publik, dan juga angkutan pinggiran seperti mobil ketek ataupun becak.

Layout BusKota Foto : Kompasiana
"Bis Kota" itulah sebutan yang paling akrab oleh masyarakat Palembang, angkutan publik yang bisa mengangkut banyak di bandingkan dengan angkot yang ada, untuk jumlah kursi bisa menampung 26 tempat duduk di tambah lagi penumpang yang berdiri. Dengan mengusung mesin Mitsubishi PS 120 membuat angkutan ini bisa berlari dengan gagah di aspal kota Palembang.

Pada awal beroperasinya bus kota ini menjadi primadona sebagai angkutan baru karena selain bisa mengangkut penumpang lebih banyak perjalananpun di rasa lebih cepat dan juga nyaman, Ticket karcis yang awalnya di terapkan hanya bertahan tidak lebih dari 6 bulan sejak di operasikan karena ticket tersebut harus di sediakan oleh pihak pengelolah bus, dalam hal ini pengelolaan bus kota ini di lakukan secara perorangan atau individual bukan dalam bentuk badan usaha.

Tetapi seiring berjalannya waktu tingkat keamanan dan keyamanan bus kota menjadi berubah, banyak kejadian penodongan dan pencopetan di dalam bus kota, atau lagu-lagu remix yang di putar yang memekakakn telinga, begitu juga plat kendaraan yang keropos dan jok kursi yang pada jebol, di tambah lagi sampah dan kepulan asap rokok yang  menjadi polusi tersendiri bagi penumpang yang lain. Admin pun pernah menyaksikan penodongan di atas bus kota dan juga pernah hampir menjadi korban.

Di tambah lagi kadang prilaku sopir yang ugal-ugalan, membuat macet jalan di kota ini, banyak terdengar kabar kalau bus kota menabrak pejalan kaki, penumpang yang terjatuh dari bus, sopir yang mabuk,  ada juga yang menabrak angkutan lainnya, semua itu terangkum di benak penumpang bahwa bus kota merupakan angkutan dalam tanda kutip.

Tahun 2009 pemerintah kota melakukan trobosan untuk pengadaan angkutan yang berbasis BRT ( Bus Rapid Transit ) yaitu Trans Musi, di mana angkutan bus perkotan yang kegiatan transportasi perkotaan ini di kelolah oleh PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya (SP2J) melalui unit usaha BRT Trans Musi yang merupakan perusahaan BUMD. Pemerintah kota hanya mengawasi dan menyertakan modalnya dalam bentuk menyerahkan bus bantuan Kementrian Perhubungan kepada SP2J untuk di kelola dan dioperasikan sebagaimana mestinya.

Kemunculan Trans Musi ini juga menjadi saingan yang berat bagi bus kota dengan fasilitas AC, keamanan, pelayanan yang baik dan bus modern saat ini, membuat banyak penumpang beralih ke mode transportasi BRT ini, apa lagi jika dari sisi ongkos BRT jauh lebih murah. Begitu juga sejak di resmikannya LRT  Palembang pada 13 Juli 2018 oleh Bapak Presiden Jokowi, menambah menciutnya penumpang bus kota dari hari ke hari. di tambah juga dengan booming nya taxi berbasis aplikasi online  sejak tahun 2016 yang memang mengandalkan kenyamanan, keamanan dan kecepatan menambah persaingan semakin ketat.

Pada 2018 pertanda kurang baik pada angkutan bus kota ini pun muncul bahwa selama Asian Games Agustus 2018 angkutan masal ini akan di "cuti-kan" selama kegiatan tersebut berlangsung di mana tidak ada yang boleh melintas di jalan protokol, padahal saat itu sekitar 53 bus kota masih bisa beroperasi dengan aktif.

Sehingga pada 1 Januari 2019 terbitlah peraturan walikota (Perwali) untuk melarang pengoperasian bus kota di Palembang, hal ini banyak juga di tentang oleh pemilik bus sehingga ada juga pengemudi yang membandel harus berurusan dengan pihak dishub dan pihak terkait lainnya.

Bis Kota Palembang ( 2008 )
Padahal pemerintah sendiri sudah memberikan signal bahwa bus tersebut masih beroperasi namun dengan syarat harus tergabung dengan badan usaha dan bukan perorangan seperti misalnya bergabung dengan Trans Musi atau badan usaha lainnya, asalkan busnya setara dengan bus pariwisata ataupun Trans Musi, fasilitas AC, bus bagus dan layak operasional.

Atau opsi lain yang di tawarkan pemerintah kota Palembang adalah bus kota yang habis masa trayek tapi masih ingin aktif, pihak pengelolah dapat memperpanjang izin beroperasi, tapi tidak di trayek di jalan kota, tetapi sebagai angkitan antar kota dalam propinsi (AKDP ) atau trayek pinggiran.

Palembang dalam sketsa, April 2019

08 April 2019

Bagian Dalam Gedung Jacobson Van Den Berg

Gedung Jacobson Van Den Berg 2019
Tangga Masuk ke lantai 2
Gedung yang terletak di Palembang untuk pembelian karet dan kopi. Dengan menenmpati gedung di kawasan sekanak tepat beseberangan dengan Sekanak Jetty (BekangDam II/SWJ), yang kala itu menjadi sarana pendukung dalam distribusi barang-barang yang keluar masuk kota Palembang.

Sejarah dan kepopulerannya akhirnya mendorong pemerintah kota Palembang untuk melestarikan gedung Jacobson van den Berg, salah satunya melalui pengembangan kawasan Sekanak Kerihin yang dituangkan dalam Peraturan Walikota No. 16 tahun 2017, yang berisi aturan untuk melindungi berbagai bangunan yang ada diantara Sungai Sekanak dengan jalan Gede Ing Suro, salah satunya yang paling terawat dan populer adalah gedung Jacobson van den Berg. 

Admin Sendiri bisa mengabadikan kondisi di dalam gedung ini saat di buka untuk umum saat acara Musi Coffee Culture 2019, di mana yang di pakai hanya lantai 2.

Anak tangga yang tidak terlalu tinggi membawa kita ke lantai 2, di sambut dengan ubin / tegel lama sama seperti foto yang tampak pada foto di dalam kantor saat para pegawai kantor Jacobson Van den Berg & co sedang berkerja (Foto).

Ubin/Tegel lantai yang tidak berubah
Lumayan luas juga untuk lantai 2 gedung Jacobson ini , yang di perguanakan untuk bagian kantor, sedeangkan di bagian bawah gedung ini sepertinya di gunakan untuk gudang komoditi seperi kopi dan karet, dan komoditi lainnya.

Tanpak di sudut kanan tanpak seperti penjara dengan ukuran kurang lebih 3X 3 Meter yang merupakan tempat penyimpanan uang dan benda berharga dari gedung ini.Mudah-mudahan ke depan bisa melihat secara penuh gedung ini yang merupakan salah satu cagar budaya di kota ini.

Lantai 2 gedung Jacobson van den Berg saat di gunakan oleh Musi Coffee Culture 2019, masih menampakan ke asliannya
termasuk flafond, walaupun ada sebagain jendela sudah di tutup dengan beton

Brankas di Gedung Jacobson Van den Berg di kuncinya tertulis "De Haas Rotterdam"
Lantai 2 Gedung Jacobson Van den Berg yang pernah menjadi kantor, 
Foto : Fornews.co saat festival Musi Coffee Culture 2019


Salah satu cagar budaya yang ada di kota Palembang
Video : Sriwijaya.tv