CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.
Showing posts with label Palembang Tempoe Doeloe. Show all posts
Showing posts with label Palembang Tempoe Doeloe. Show all posts

25 June 2019

Prasati Pembangunan Kantor Leideng Palembang

prasati pembangunan kantor leideng Palembang tahun 1925-1930 Foto : Tropen Museum
Batu prasasti yang menceritakan tentang pembangunan kantor ledeng Palembang, adapun naskah yang tertulis di Prasati tersebut adalah :

DE GEMEENTERAAD
VAN PALEMBANG
BESLOOT IN ZIJN ZITTING
VAN DEN 8 STEN MAART
VAN HET JAAR 1928
TIJDENS HET BESTUUR
VAN BURGEMEESTER
D.E.E JLE COCO DARMANDVILLE
TOT DEN AAMLEG VAN DE
DRANK WATERLEIDING VAN PALEMBANG.
IN DE ZITTING VAN DEN 26 STEN AGUSTUS
VAN HET VOLGENDE JAAR WERED TIJDENS
HET BESTUUR VAN BURGEMEESTER
D,R.C.A.F.J NESSEL VAN LISSA
BESLOTEN DEN WATERTOREN
MET EEN NEIUW RAADHUIS
TOT EEN GEHEEK TE VEREENIGEN.
HET WERK WERD OVEREEBKOMSTIG
DIENS PLANNEN AANGENOMEN DOOR
Ir. S.S.NUIJF
DIE HET TOT STAND BRACHT
IN SAMENWERKING MET DE
HOLLANDSCHE BETON Mij.
DE WATERLEIDING WERD IN GEBRUIK GENOMEN
OP DENISTEN JUNI VAN HET JAAR 1931.
DEZE GEDENKSTEEN WERD GEPLAATST
IN AUGUSTUS 1932 TEN TIJDE
DAT HET BURGENEESTERSCHAO
WERD WAARGENOMEN DOOR
IR. F.C.Van LIER.

Dengan Terjemahan : 


DEWAN KOTA
DARI PALEMBANG
MEMUTUSKAN DALAM WAKTUNYA
MULAI 8 MARET
DARI TAHUN 1928
DI PRASASTI
DARI WALIKOTA
D.E.E JLE COCO DARMANDVILLE
RUNTUHNYA
PASOKAN AIR MINUM DARI PALEMBANG.
DALAM BULAN AGUSTUS KE-26
DARI TAHUN BERIKUTNYA
DEWAN WALIKOTA
D, R.C.A.F.J NESSEL DARI LISSA
MENUTUP MENARA AIR
DENGAN BALAI KOTA BARU
UNTUK MENYATUKAN MENJADI SATU.
PEKERJAANNYA SESUAI
RENCANANYA DIADOPSI OLEH
IR. S.S.NUF
YANG MENCIPTAKANNYA
DALAM KERJASAMA DENGAN
HOLLANDSCHE BETON ME.
PIPA AIR DIMILIKI DALAM OPERASI
PADA DENISTEN JUNI TAHUN 1931.
KENANGAN INI DITEMPATKAN
DI AGUSTUS 1932 SAAT
BAHWA THE MASTERY WALIKOTA
DILINDUNGI

IR. F.C.VAN LIER.

apakah prasasti tersebut masih tertempel di kantor ledeng atau kantor walikota Palembang saat ini, atau sudah di hancurkan atau masih berada di negeri Belanda belum ada yang bisa memastikan.

19 June 2019

Kosetan, Odol & Kantong Asoy

Buat menyebut sneakers atau sepatu dengan sol fleksibel yang berbahan karet, cukup banyak yang mengucapkan “sepatu keds”. Padahal, Keds adalah merek sepatu sneakers asal Amerika Serikat yang hadir sejak tahun 1916, Awalnya, sepatu ini dikhususkan buat perempuan. Artis-artis Hollywood selevel Marilyn Monroe, Audrey Hepburn, sampai dengan Jennifer Grey berperan dalam pemasaran sepatu ini. Kini, merek ini udah tersebar di seluruh dunia, termasuk Indonesia dan penyebutan untuk sepatu olahragapun sering di sebut sepatu "keds"
Foto : www.moneysmart.id/.

Sering tidak dalam kehidupan sehari-hari menyebutkan sesuatu nama produk yang di anggap sebagai nama benda padahal yang di sebutkan tersebut adalah merek dagang dari produk tersebut. Di dalam pelajaran Bahasa Indonesia di sebut dengan majas metonimia yang artinya menggunakan sepatah atau dua patah kata yang adalah merek kemudian di jadikan kata benda.

Seperti saat menyebutkan makanan anak-anak di sebut dengan kata-kata "Chiki", atau air mineral sebagai "Aqua", atau pemutih pakaian sering di sebut "Bayclin", atau  pembalut wanita sering di sebut dengan 'Softex", atau spatu snicker sering di sebut 'Keds" ataupun lain sebagainnya.

Baik di belahan dunia atau di Indonesia bahkan di Palembang pun kejadian seperti ini juga di anggap sudah lumrah, beberapa produk di Palembang yang menjadi lazim sebagai benda sehari-hari seperti :

Kosetan

Produk geretan kayu bermerk Kosetan  Foto :mmzrarebooks.blogspot.com/

Kosetan yang terbuat dari kayu batangan  yang banyak tersebar daerah Palembang saat itu, yang tertulis di kemasannya adalah Reinh, Lange , Palembang ( masih belum jelas apakah Reinh, Lange itu nama daerah di kawasan larantuka & luwu atau nama daerah lain masih belum jelas). Di Palembang sendiri kosetan atau disebut juga korek api  (karena bisa di jadikan korek kuping oleh orang-orang di Palembang dulu), iklannya sempat menjadi salah satu "Brand" nama tempat di Palembang, seperti di simpang 4 pasar kertapati yang iklan besarnya menjadikan penyebutan tempat tersebut menjadi "Simpang Kosetan", sampai era akhir tahun 1990-an pun masih banyak masyarakat yang menyebut kawasan simpang 4 pasar kertapati tersebut sebagai simpang kosetan.

Pada saat dahulu kalau membeli korek api ini pasti menyebutnya sebagai "kosetan" walaupun mereknya polar bear, satu, pelangi ataupun lainnya, penyebutannya pasti kosetan, walaupun akhirnya bergeser ke penyebutan korek api.

Saat itu kemasan dari kosetan tersebut terbuat beda dengan geretan kayu/korek api jaman sekarang yang terbuat dari karton, jaman dulu kotaknya dibuat dari kayu, mereknya ditempel di kotak kayu tersebut. Untuk melepaskan merek dari kotaknya tidak mudah, butuh kehati-hatian, agar gambarnya tetap utuh.

Odol

Pasta gigi merek "Odol" Buatan Jerman foto : https://www.yukepo.com/
Dari sekian banyak merek pasta gigi di Indonesia, Odol adalah yang paling terngiang di kepala orang-orang Indonesia. Padahal merek Odol sudah puluhan tahun tidak beredar lagi di Indonesia. Orang-orang lebih mudah menemukan Pepsodent, Close Up, Colgate atau yang lainnya di toko kelontong. Tapi tidak merek Odol. Odol diingat karena distribusinya di masa-lalu hingga dikenal masyarakat Indonesia era kolonial dan beberapa tahun setelahnya.  Odol di masa lalu adalah merek milik perusahaan Jerman yang didirikan Karl August Lingner (1861-1916), yang bernama Dresden Chemical Laboratory Lingner. Odol yang beredar di Hindia Belanda, bungkus dan tube bertuliskan: Odol, lalu ada tulisan Tandpasta, yang artinya pasta gigi dalam bahasa Belanda. Versi Jerman, tulisannya di bawah Odol adalah: Zahnpasta—yang artinya pasta gigi dalam bahasa Jerman. Di dalam iklan terdapat tulisan Mooi tanden, yang artinya gigi bagus dalam bahasa Belanda. Pada zaman kolonial, kehadiran Odol di Indonesia juga mendapatkan saingan seperti Colgate atau Pepsodent. Keduanya dari Amerika. Namun, Odol masih menjuarai pasar. (Tirto.id)

Di Palembang sendiri dampak dari iklan odol ini juga sangat luas dan penggunaan odol yang meluas sejak zaman kolonial menggantikan penggunaan arang ataupun tumbukan batu bata/genteng untuk membersihkan gigi, di masyarakat Palembang bahkan di daerah-daerah sumatera selatan pun saat ini masih menyebut pasta gigi dengan odol baik pembeli atau penjual sekalipun, mungkin sudah saking melekatnya "brand mark"  tersebut sehingga sampai generasi ke generasi masih ingat walaupun peredarab produknya sudah berhenti puluhan tahun yang lalu.


Kantong Asoy
Ilustrasi Kantong kresek / Kantong Asoy Foto :khanzaya.wordpress.com/

Kantong kresek (karena bunyi saat di buka berbunyi kresek-kresek )  merupakan hal yang tidak asing lagi di kehidupan kita, Cerita punya cerita, kantong plastik yang biasa kita dipakai sehari-hari sebetulnya sudah populer pada pertengahan abad ke-19. Penemunya adalah Alexander Parkes, ahli kimia asal Inggris yang lahir di Birmingham pada 29 Desember 1813. Pada 1862, Parkes memamerkan benda bernama parkesine, cikal bakal plastik yang dibuat dari bahan selulosa, pada Great International Exhibition di London. Penemuan ini terus berkembang sehingga kantong kresek banyak dikenal di Amerika Serikat pada 1966. Pada 1977 tas belanja plastik mulai diperkenalkan industri supermarket sebagai alternatif wadah kertas. Indonesia sendiri kantong plastik secara umum dibagi dua macam. Tipe HDPE (High Density Polyethylene) dan LDPE (Low Density Polyethylene). (metro.tempo.co/)

Di Palembang sendiri pada saat awal masuknya kantong kresek di daerah era tahun 50-an ini produk yang pertama berdear  mengusung merek dagang "Asoy" di dalam kemasannya, sehingga dengan tingkat kemudahan dalam penyebutan kata-kata "Asoy" ketimbang "kresek" (apalagi "R" nya orang Palembang memiliki keunikan tersendiri), dengan luasnya penyebaran dari kantong plastik bermerk Asoy ini menjadikan lebih melekat di dalam pikiran masyarakt kota ini.

Berdasarkan informasi bahwa penyebarak kantong plastik bermerek Asoy ini meliputi wilayah Jambi, Lampung, Bangka & Belitung,Bengkulu, Pekanbaru dan sebagian daerah Padang, sehingga tidak heran kalau ke pulau Jawa mereka kurang mengerti kantong asoy tetapi mereka tahu nya kantong kresek.

18 June 2019

Cuci cetak Foto Kilat Di Palembang

Ilustrasi Cuci Cetak Foto Kilat Foto by : news.detik.com
Generasi era 90-an pasti masih ingat mengenai kamera analog,  klesie,  negatif film dan cuci cetak foto kilat atau di sebut dengan afdruk. Ciri kas cuci cetak foto  kilat atau cuci cetak foto kaki 5 ini adalah dengan gerobak dorong yang kebanyakan berbahan kayu dilapisi triplek hal biru dengan dua roda di kanan dan kiri yang membuatnya mudah dipindahkan.

Gerobak tersebut menjadi "kamar gelap", tempat cetak foto. Di dalam gerobak ada perkakas pencetak foto. Rangkaiannya (dari depan): dua papan berkaca pembesar, selubung kain hitam, lensa, papan pembatas, dan kertas foto,  serta beberapa cairan kimia untuk membantu proses percetakan foto tersebut.

Di era 1990-an sampai akhir 2000-an masih banyak tukan cuci foto kilat ini di seputaran seberang  masjid agung Palembang,  Tengkuruk, pasar 16 sampai ke Jalan Rustam Effendi dan Jalan Kolonel Atmo,  begitu juga di kawasan JM Plaza dan di kawasan IP sampai ke Ilir barat permai banyak di temui cuci cetak foto kilat ini.

Begitupun di kawasan kampus juga tidak lepas dari keberadaan tukang cuci foto kilat ini,  hanya dengan modal klesie foto saja tukan cuci cetak foto kilat ini bisa beraksi harga yang ditawarkan saat itu cukup murah di bandingkan dengan studio foto tapi dari kualitas juga berpengaruh karna kalau cuci cetak foto kaki 5 ini akan cepat menguning & terkadang hasilnya lengket.

Untuk harga perlembarnya sendiri biasanya sudah ditempel di dinding gerobaknya :
3 x 4 = Rp. 1.000,-
2 x 3 = Rp.  500,-.

Untuk solusi cepat terutama saat penerimaan siswa atau mahasiswa baru cuci foto kaki 5 ini adalah alternatif yang lumayan jitu,  krn kalau di studio foto untuk cetak foto saja bisa 2-3 hari dan harganya bisa jauh lebih mahal dari pada cuci cetak foto kaki 5. Dimana saat itu studio foto dunia di Jl.  Jend Sudirman menjadi pilihan utama untuk cuci cetak walaupun banyak juga studio lain di kota Palembang ini.

Saat ini sangat sulit menemukan lagi foto gerobak cuci foto kaki5 ini,  mungkin sudah tidak ada lagi,  karena kemudahan cuci cetak di foto studio pun bisa selesai dalam 1 jam,  membuat cuci cetak foto kaki 5 ini hilang tanpa sisa.

17 June 2019

Foto Bareng di depan Water Torren Palembang 1925

Foto Bareng para pejabat pemerintahaan Belanda dan pegawainya di depan Water Torren Palembang 1925
Foto : Troppenmuseum
Dirgahayu Kota Palembang ke 1336 Tahun 2019
"Semoga Jaya Selalu"

10 June 2019

Kapal Van Der Wijk di Palembang

S.S Van der Wijck dari KPM, di tambatkan di sepanjang pelabuhan di Sungai Musi, selama bongkar Muat Boiler Tahun 1931 Foto: Tropen Museum
Siapa yang tidak kenal dengan kapal Van der Wijck, yang di tuangkan di dalam salah satu novel karya hamka Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (1939) yang juga sudah di angkat ke layar lebar. Film tenggelamnya Kapal Van Der Wijck diperankan oleh Pevita Pearce sebagai Hayati, Herjunot Ali sebagai Zainuddin dan Reza Rahardian sebagai Aziz. Film ini rilis pada tahun 2013 dan mendapatkan beberapa penghargaan dalam industri perfilman Indonesia.

Nama Kapal Van Der Wijck diambil dari nama Gubernur Hindia Belanda yang menjabat pada masa itu, yaitu Carel Herman Van Der Wijck. Kapal ini merupakan kapal uap yang dimiliki oleh Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), namun karena adanya Nasionalisasi KPM diubah menjadi Pelayaran Indonesia (PELNI) dan menjadi cikal bakal industri pelayaran di Indonesia. 

Kapal Van der Wijck memiliki panjang 97,5 meter, lebara 13,4 meter, dan tinggi 8,5 meter. Berat kotornya 2.633 ton; berat bersih 1.512 ton; dan daya angkut 1.801 ton. Kelas pertama mengangkut 60 orang; kelas dua 34 orang, dan geladaknya mampu menampung 999 orang. 

Kapal Van Der Wijck di Sungai Musi 1931 Foto : Troppenmuseum

Rute yang disinggahi kapal Van der Wijck menurut Pedoman Masjarakat (28/04/1937) antara lain: Makassar-Tanjung Perak (Surabaya)-Tanjung Mas (Semarang)-Tanjung Priok (Jakarta)-Palembang. Sebelum karam, kapal ini berlayar dari Makassar dan Buleleng.

Kapal Van Der Wijck merupakan kapal milik pemerintah Hindia-Belanda yang akan berlayar dari Bali ke Semarang dengan terlebih dulu singgah di Surabaya. Saat perjalanan dari Surabaya ke Semarang terjadi musibah sehingga mengakibatkan kapal tidak dapat dikendalikan dan akhirnya tenggelam di perairan Lamongan, tepatnya di wilayah Brondong Kabupaten Lamongan. Warga di sekitar tempat tersebut berbondong-bondong untuk membantu para penumpang yang menjadi korban tenggelamnya kapal tersebut.

Bagi wilayah Palembang sendiri kapal ini menjadi sarana angkutan yang luar biasa karena adanya industri minyak dan batu bara yang sedang berkembang saat itu selain dari kapal-kapal barang: Sawah Loentoe, Siaoe, dan Benkoelen. Semuanya adalah kapal uap.  Seperti pelrengkapan pabrikasi Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), SHELL dan juga Lematang Maatschappij sebagai perusahaan penambangan "steenkolen" di Muara enim dengan stockpile di kertapati.

Tulisan di rangkum dari berbagai sumber

02 June 2019

Sekanak & Sistem Camte

Foto : Rozali Ali Yasin

Mengapa sampai saat ini kawasan di sekanak, sebagian pasar 16, sebagian bangunan di Jl. Sudirman dan juga di pasar kuto masih banyak bangunan-bangunan kuno yang arsitekturnya tempo dulu banget setelah berbicara kebeberapa sumber ternyata jawabannya adanya sistem "Camte".

Camte sendiri sebenarnya perjanjian model berbagi dalam membangun zaman Belanda di mana si pemilik tanah atau lahan yang membangun lahannya dengan tempat usaha atau rumah jika sudah selesai maka pemilik bangunan akan mencari siapa yang akan membayar sebagian biaya (Penyewa ) dari pembangunan rumah tersebut, misalnya jika saat itu bangunan dengan biaya 5 juta maka si  penyewa akan membayar sebagian dari biaya tersebut yaitu sebesar 2,5 jt. Dan tiap bulan si penyewa akan membayar sewa sesuai dengan kesepakatan dengan pemilik lahan dan itulah yang di sebut dengan "Camte".

Dengan sistem camte ini si penyewa dan si pemilik lahan kerjasamnya tidak bisa di putus walaupun di teruskan sampai anak cucunya saat ini, untuk sewapun di sesuaikan dengan kondisi dan kesepakatan ke 2 belah pihak, Jika terjadi sipenyewa menjualan hak tempat usaha nya kepada pihak lain maka pemilik lahan harus mengetahui atas peralihan tersebut dan mendapatkan 10% dari hasi penjualan si penyewa awal.

Informasi yang admin dapatkan adalah bahwa camte ini bisa gugur salah satu kasusnya adalah kebakaran yang menghanguskan bangunan tersebut, kecuali ada hal lain atas kesepakatan penyewa dan pemilik lahan.



Foto : Rozali Ali Yasin

01 June 2019

Bioskop Oriental Palembang

Bioskop pertama yang ada di kota Palembang seperti yang dilansir dari berbagai sumber adalah Bioskop Flora pada tahun 1910, kemudian pada tahun 1920 berganti nama menjadi Bioskop Orintal, kemudian pada tahun 1956 berubah menjadi bioskop SAGA. Tahun Tidak diketahui
Foto : Bapak Rozali Ali Yasin 
Bisokop Oreintal tahun 1947-1950

Pada masa itu setiap film terbaru promosinya poster film diarak memakai gerobak sambil ditabuh semacam genderang drum band, untuk era tahun 1990-an promosi film sudah menggunakan mobil sambil menebarkan flyer fotocopy gambar film, walaupun sebagian masih menggunakan grobak dorong.

30 May 2019

Palembangs Tailleurs


Foto lawas Palembangs Tailleurs ( Penjahit Palembang) yang lokasi dan tahun pengambilannya tidak di ketahui, yang banyak beredar di dunia maya masih belum di ketahui lokasinya apakah foto ini di ambil di kota Palembang atau di daerah lainnya, karena ada yang memberi keterangan bahwa foto ini berlokasi di kawasan 10 ulu Palembang dengan alasan karena bentuk atap bangunan yang menyerupai atap rumah limas. Sebagian lagi beropini kalau foto ini di ambil di kawasan Bandung karena dulu di sana ada juga Palembangs Tailleurs ( Penjahit Palembang) tapi mereka juga di penuhi keraguan, semoga ada yang bisa mengungkap atas sejarah foto ini.



28 May 2019

Percetakan Ebeling Tahun 1936 di Palembang

Potret kelompok pegawai di depan Gedung majalah Berita Palembangsch dan Toko Buku Ebeling, Palembang 1936
Foto : Troppen Museum
Setelah sebelumnya di bahas masalah percetakan meroe yang merupakan usaha salah satu percetakan yang ada di Palembang yang di dirikan oleh Kiagus Mohammad Adjir di era tahun 1920-an yang juga berupakan direktur Perusahaan Bumi Putra yang menerbitkan koran Pertja Selatan.

Pada masa selanjutnya percetakan berkembang pesat di Palembang Usaha percetakan tumbuh subur yang dijalankan baik oleh orang Melayu maupun para peranakan Arab seperti toko percetakan sayid Ali Al-masawa di kawasan pertokoan pasar 16 yang juga merupakan percetakan yang cukup di kenal pada masa itu.

Pada tahun 1920-an juga, warga Belanda ikut mendirikan percetakan dan penerbitan di Palembang. Percetakan itu bernama KA Ebeling dan berkantor di jalan tengkuruk, jalan yang kini bernama jalan Sudirman, di mana pada saat itu banyak dari bumi putra yang menjadi pengarang dan novel, sehingga novel tersebut menjadi "Booming" pada saat itu walapun akhirnya di larang oleh pemerintah kolonial Belanda karena tulisannya di anggap sebagai pencetus pergerakan di masyarakat.

Di rangkum dari berbagai sumber

27 May 2019

26 May 2019

Palembang Banjir .... Itu Sih Dari Dulu

Banjir di Jalan Merdeka Tahun 1932 Tanpak Gedung Shell & Kantor ledeng
Foto : Kitlv.nl
Kota Palembang yang pernah di juluki venesia dari timur karena banyaknya aliran sungai yang mengaliri kota ini, semula Kota Palembang ini memiliki 316 aliran sungai sejak zaman kolonial. Namun, akibat adanya pembangunan pada zaman kolonial yang banyak melakukan penimbunan terhadap sungai yang menyebabkan banyak aliran sungai yang hilang, berdasarkan data pemerintah terhitung 221 aliran sungai yang hilan dan yang tersisa tinggal 95 aliran sungai lagi. 

Banjir di kawasan pasar 16 tahun 1932
Foto : Kitlv.nl
Seperti yang di lakukan pada tahun 1931 setelah selesai pembangunan "watter torren" /kantor walikota saat ini beberapa tahun berikutnya sungai kapuran yang terletak di bagian depan gedung tersebut di lakukan penimbunan untuk memperluas akses ke gedung, begitu juga saat penimbunan sungai tengkuruk pada tahun 1928 untuk membuka areal bisnis di kawasan tengkuruk tersebut, menambah panjang cerita atas hilangnya sungai di Palembang demi pembangunan.

Begitu juga pada zaman moderen ini  seperti  salah satu proyek besar pembasmian rawa-rawa yakni kawasan Jakabaring dan Gandus. Jakabaring terletak di Palembang Ulu, merupakan proyek reklamasi dipelopori Siti Hardijanti Rukmana dan Gubernur Sumsel Ramli Hasan Basri awal 1990-an.

Banjir di salah satu jalan perkampungan penduduk Palembang
Tahun 1932 Foto : kitlv.nl
Selama 10 tahun terakhir, wilayah rawa di Kalidoni dan Kenten juga disasar penimbunan untuk perumahan dan rumah toko. Tidaklah heran, berdasarkan catatan Walhi Sumsel (2014), luas rawa di Palembang sebelumnya sekitar 200 kilometer kini menjadi 50-an kilometer. 

Cerita yang pernah di dapat dari orang tua-tua dahulu mereka pernah bercerita kalau di era 1970-an jika ingin ke kawasan sungai Silaberanti dalam yang lebih di kenal dengan buyut dari sungai sekanak bisa menggunakan perahu ketek, ini bisa di bayangkan lebaran dari sungai tersebut jika perahu ketek bisa melaluinya, berbeda dengan saat ini yang lebar anak sungai setelah di lakukan pengedaman daerah aliran sungai hanya tersisa sekitar 5 sampai 6 meter saja. Apalagi yang belum di lakukan pengedaman masih banyak rumah penduduk yang berdiri justru di aliran anak sungai tersebut.

Kita cukup berbangga dengan pemerintah saat ini sudah mulai ada perhatian dengan aliran sungai yang ada di Palembang diantaranya Sungai Sekanak  yang saat ini sudah menjadi salah satu objek wisata atapun kawasan sungai di 12 ulu yang juga sudah di lakukan penataan dan pembuatan taman, sebagai salah satu antisipasi banjir di kota Palembang begitu juga dengan adanya 26 kolam retensi dan rumah pompa yang sebagian masih dalam proses pengerjaan.  tapi itu semua belum cukup untuk mengatasi biar Palembang bisa terbebas dari banjir perlu dukungan dari berbagai pihak. 

Reffrensi :
https://nasional.tempo.co/
https://www.mongabay.co.id/

18 May 2019

Banyu Ledeng Palembang

Pengerjaan Pengolahan Air Minum 1925 Foto : Troppen Museum
Kantor Pelayanan PDAM 3 Ilir saat ini yang lebih di kenal
dengan nama penyaringan 
Perusahaan Air Bersih Kota Palembang di dirikan pada tahun 1929 oleh pemerintah Kolonial Belanda yang berlokasi di 3 ilir Palembang dengan nama Palembang Water Leading. Pendirian instalasi I selesai pada tahun 1933, setelah Indonesia merdeka perusahaan diambil alih oleh kota madya Palembang Seksi Teknik Air Bersih Dinas Pekerjaan Umum kota madya Palembang. Berdasarkan surat keputusan Walikota Madya Palembang pada tanggal 21 Agustus 1963 perusahaan Air Bersih tersebut menjadi perusahaan Air Bersih yang melaksanakan produksi dan administrasi. Pada tahun 1976 statusnya berubah menjadi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Musi berdasarkan Perda Kota madya Daerah Tingkat II Palembang Nomor: 1/Perda/Huk/1976 tanggal 3 April 1976 dan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Selatan Nomor: 20/KPTS/IV/1976 tanggal 11 Juni 1976. (Sumber : tirtamusi.com)

Tidak berbeda dengan pembangunan menara air yang ada di pusat kota atau yang lebih di kenal dengan nama wattertoren/ kantor leideng, Bangunan Kantor Ledeng sendiri memiliki beberapa tingkatan dimana tingkat pertama sejak jaman Belanda telah digunakan sebagai pusat pemerintahan Gemeente Palembang dan tingkat paling atas digunakan sebagai tempat penampungan air bersih atau ledeng untuk semua warga yang tinggal di Palembang saat itu terutama warga Belanda yang tinggal di sekitar Jalan Tasik saat ini dan Dempo yang lokasinya memang tak jauh dari menara Kantor Ledeng.

Secara spesifik Menara Air (Kantor Ledeng) memiliki tinggi 35 m dengan kapasitas air yang bisa ditampung mencapai 1.200 (kubik) dan luas menara yang terletak di jalan Merdeka ini adalah 250. Dengan mengandalkan gravitasi pendistribusian air bersih bisa menjangkau permukiman kolonial saat itu.

Perlahan, istilah waterleiding yang masih dipakai pada zaman Sukarnoc-pun berganti sebagai PAM (singkatan dari Perusahaan Air Minum). Namun, istilah "air ledeng" masih ada dan bersanding dengan PAM. Orang-orang di Palembang sendiri menyebutnya sebagai banyu ledeng (air ledeng).

Bak Pengolahan Air Minum 1925 Foto : Troppen Museum

17 May 2019

De Javasche Bank Palembang

Kantor De Javasche Bank Palembang 1915-1925 Foto : Troppen Museum
Kantor Bank Indonesia Palembang didirikan tanggal 20 September 1909 merupakan kantor cabang (Agentschap) ke-16 dari De Javasche Bank. Gagasan Pendirian timbul ketika Direjtur E.A. Zeilinga Azn melakukan perjalanan dinas ke kantor cabang Padang.

Pegawai kantor De Javasche Bank Palembang 1915-1925
Foto : Troppen Museum
Ketika memasuki Kota Palembang, E.A.Zeilinga Azn melihat kenyataan bahwa kota ini merupakan kota yang ramai dengan aktivitas perdagangan serta kekayaan hasil tambang berupa minyak bumi. Sampai di Batavia hal tersebut dilaporkan kepada Direksi De Javasche Bank dan kemudian diputuskan membuka dengan resmi Kantor De Javasche Bank tanggal 20 September 1909. Pemimpin pertama adalah B.J Schadd (1909-1910).

Sumber tulisan : bi.go.id

15 May 2019

Sejarah SMA Xaverius 1 Palembang

SMA Xaverius 1 Palembang era tahun 1951-1970 an
Foto : wongkitogaloe
1951-1961: Masa Kelahiran & Pengukiran Prestasi

Tepatnya tanggal 15 Juli 1951, setelah enam tahun bekerja di Palembang, seorang frater kelahiran Zieuwent, Belanda, L.F.J. Nienhuis mendirikan sekolah yang diberi nama SMA Xaverius. SMU Xaverius 1 yang sekarang memang berawal dari nama SMA Xaverius, didirikan dengan satu tujuan Pro Ecclesia et Patria (Demi Gereja dan Negara/Tanah Air). Proses pendidikan diselenggarakan berdasarkan konsep Pendidikan Nasional Pancasila. Atas hal tersebut SMU Xaverius 1 berasaskan agama Katolik (Tri-Pancawarsa SMA Xaverius, 1966:27)“Pada waktu itu terlalu banyak sekolah yang mesti diurus oleh Yayasan Xaverius, sedangkan tenaga tidak cukup. Syukurlah dalam banyak hal kami mendapat bantuan dari Kantor Inspeksi yang waktu itu dipimpin oleh Bapak Reni dan Bapak Sitohang. Dan Karena Fr. Plechelmo dan saya juga mengajar pada SMA dan SGA Negeri, maka ini memungkinkan adanya tenaga-tenaga guru negeri yang mengajar di sekolah kita. Namun tanpa adanya kesediaan Fr. Plechelmo untuk mengajar sebagian besar dari pelajaran Ilmu Pasti, saya kira SMA tidak bisa berdiri pada tahun 1951. Selain itu kami mendapat restu dari Bapak Uskup Mgr. Mekkelholt almarhum dan dari pimpinan para frater kami memperoleh izin untuk memulainya,”kenangL.F.J.Nienhuisalias Frater Monfort (25 Tahun SMA Xaverius 1 Palembang, 1976: 23). “Dalam bulan Juni 1951 ‘Keluarga Xaverius’ digembirakan dengan kelahiran seorang ‘anak’ baru yang diberikan nama kecil ‘SMA’, sedangkan nama keluarga tetap ‘Xaverius’. Walaupun ‘kelahiran’ itu sudah agak lama dicita-citakan dan direncanakan, perisiwa itu terjadi dengan cukup susah payah. Tempat tinggal sebenarnya belum ada, guru tetap belum ada, murid-murid cuma sedikit, bahkan buku-buku pun untuk SMA hampir tidak ada pada waktu itu. Namun demikian ada harapan juga bahwa ‘anak kecil’ itu dapat hidup dan berkembang, pertama, karena kelahirannya memenuhi suatu keinginan dan kebutuhan masyarakat, dan kedua, karena ‘anak’ itu lahir dalam suatu keluarga baik dan teratur, yang pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk memajukannya,” tulis Mgr. J.H. Soudant SCJ (Op. cit., halaman 19).Yayasan Xaverius kemudian mengambil pertanggungjawaban terhadap sekolah tersebut dengan tidak melihat bahwa sekolah yang baru ini akan mengalami perkembangan yang hebat serta adanya kesulitan-kesulitan yang akan dialaminya sehubungan dengan berdirinya sekolah baru ini (Op. cit., halaman 23) Tujuan utama didirikannya sekolah tersebut adalah Pro Ecclisia et Patria (Demi Gereja dan Tanah Air), dalam arti untuk menampung putra-putri Indonesia beragama Katolik yang ingin melanjutkan pendidikannya ke SLTA. Hal tersebut bukan berarti SMA Xaverius tertutup bagi putra-putri Indonesia yang lain, melainkan tetap terbuka bagi seluruh orang tua yang mempercayakan putra-putrinya mendapatkan didikan di SMA Xaverius.Lokasi penyelenggaraan sekolah pada mulanya di sebuah gedung yang terletak di Jalan Talang Jawa Lama No. 4, di belakang Gereja Hati Kudus Lama (sekarang Kompleks Pastoran). Pada mulanya baru satu kelas.

“Demi sekolah baru ini juga, Pastor Gisbergen telah mengorbankan sebagian tempatnya untuk keperluan SMA. Prasarana yang kurang baik dari sekolah ini dapat diimbangi dengan adanya iklim yang baik dan kerjasama yang erat antara staf pengajar dan para siswa,” tulis kepala sekolah pertama SMA Xaverius dalam Kata Sambutan (Ibid.)Memang, jawaban untuk siapa pendiri SMA Xaverius , Frater L. F. J. Nienhuis bukanlah satu-satunya biarawan yang mendirikan, tetapi juga berkat kerja keras dan ide dari Pastor Wilhelmus Lorentius Cornelius Boeren yang menjadi pimpinan Yayasan Xaverius (Yayasan Xaverius berdiri sejak 05 Mei 1930, sesuai dengan bunyi akta notaris Christian Mathius menyebutkan : “Berlakunya badan hukum tersebut sejak tanggal 12 Juli 1929”.Mengapa dipilih nama Xaverius?Nilai-nilai yang mendasari pemilihan nama seorang Santo Pelindung, Fransiskus Xaverius, sebagai nama sekolah yang didirikan lebih didasarkan pada sisi yang mewarnai pribadinya selama ia berkarya sebagai misionaris sepanjang hidupnya. Santo Fransiskus Xaverius memiliki sikap dan karakter sebagai berikut:1. kedisiplinan, kegigihan, dan kecermatan, yang merupakan dasar umum suatu keberhasilan pendidikan;2. keteraturan dan pengawasan (evaluasi) ketat, yang lebih menjamin tercapainya keberhasilan pendidikan;3. metode humanis dalam proses yang mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan “menjadikan manusia intelektual dan terpelajar yang bermoral dan humanis, memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan bijaksana”.

Di sisi lain Fransiskus Xaverius memiliki motto “In te Domine, speravi non confundar in aeternum” (“Pada-Mu Tuhan, aku berlindung. Jangan sekali-kali aku mendapat malu”).Siapa yang mempunyai andil berjuang dalam memajukan SMA Xaverius ? Yang turut andil berjuang memajukan SMA Xaverius ada tiga komponen yaitu, pertama Yayasan Xaverius, kedua Pemerintah, dan ketiga masyarakat. Tentu saja yang dimaksud dengan keikutsertaan Yayasan memajukan SMA Xaverius di sini tidak hanya staf Yayasan Xaverius, tetapi para direktur SMA Xaverius, staf tata usaha dan secara khusus adalah bapak-ibu guru yang terjun secara langsung dengan sabar, tekun, dan bekerja keras dalam membimbing, mendidik, dan mengajar siswa-siswinya.Dalam perkembangan berikutnya lokasi sekolah berpindah dari yang semula berada di Jalan Talang Jawa Lama No. 4, ke gedung sendiri yang dibangun di daerah rawa. “Pengganti saya (J.H. Soudant-Red.)kemudian membangun gedung yang sekarang masih ada, suatu lembaga bagi anak-anak yang penuh bakat untuk menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan tanah air,” lanjut tulisan Frater Monfort (Ibid.) Lokasi gedung itu kemudian terkenal dengan nama Jalan Bangau 60, Palembang hingga sekarang. Perpindahan tempat belajar itu terjadi dalam pertengahan tahun ajaran 1952/1953.

Kondisi bangunan SMA Xaverius 1 Palembang Saat ini
Foto : http://www.smaxaverius1.sch.id
“Kondisi lingkungan saat itu belum seperti sekarang. Jalan menuju ke sekolah pun masih jalan setapak dan rumah permanen yang ada di sekitar waktu itu baru sampai daerah Rambang. Lorong Pagar Alam (sekarang Jalan Mayor Ruslan) sampai ke sekolah dan yang lain masih rawa,” kata Drs. F.S. Bandiman menceritakan sejarah sekolah secara singkat.Waktu itu kondisi masyarakat dan pemerintah belum seperti sekarang. Maka, untuk keperluan kegiatan belajar-mengajar pun masih banyak kekurangan sarana, termasuk kapur tulis. Salah seorang sumber mengatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan kapur pun Pastor J.H. Soudant SCJ harus memesan kiriman dari Negeri Kincir Angin, Belanda.Jumlah murid pada masa Frater L. F. J. Nienhuis yang memimpin ada sebanyak 32 siswa. 

Mereka yang terdaftar sebagai murid perdana tersebut adalah :1. Charlotte Marie Sleebas2. Pieter Tan3. Norbertus Aloysius da Graca 4. David Eduardus Tif5. Johan Muda Siahaan6. Partomuan Siahaan7. Frans Tamba8. Zainal Abidin9. Max Karundeng10. Willy Karundeng11. R. Abdurrachman12. Ong Ek Wie13. Davy Hutabarat14. Picie Liem15. Sjaiful Azhar16. Salahat17. Soedjono18. Halimah Madian19. Ronald Hoop20. Noerhajati21. R. Machmud Badaruddin22. Talina Rivai23. A. Firdaus24. Sofian25. Suseno26. Subroto27. Dentiria Dawana Hutabarat28. Sindik Hutabarat29. Jenny Maro30. Fati Rusmiati31. Lucia Lim32. Agus KeruKetiga puluh dua orang siswa-siswi itu diasuh oleh: 1) L. F. J. Nienhuis (merangkap kepala sekolah);2) J. B. Dierselhuis;3) W. G. Lap;4) Rasjid;5) Sumartono;6) Tjioe Tjeng Hok;7) Toruan;8) Wentholt;9) Liefvoort H.V.D.;10) Bambang Utomo;11) J. H. Soudant.Berkat kerja sama yang erat antara pemerintah dengan Yayasan Xaverius maka tanggal 01 Juli 1952 SMA Xaverius mendapat subsidi dari pemerintah khususnya dari Menteri Pengajaran dan Kebudayaan. “Pada tahun yang kedua tiba-tiba tanpa disangka-sangka datanglah inspeksi dari Jakarta dan sekolah mendapat subsidi sehingga keuangannya menjadi lebih baik,” tutur Frater Montfort. (Ibid.).

Tahun 1953, Frater L. F. J. Nienhuis meninggalkan Palembang karena mendapat tugas baru di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur, untuk menjadi direktur SGA. Untuk menggantikan beliau dipilihlah seorang pastor kelahiran Heer, Belanda, 30 Maret 1922 bernama Joseph Hubertus Soudant, SCJ. Pastor ini memimpin SMA Xaverius tahun 1953 – 1956. Waktu itu beliau merangkap menjadi kepala sekolah SMEA Xaverius yang didirikan oleh Yayasan Xaverius, tanggal 1 September 1953. Dalam perkembangannya, SMEA Xaverius akhirnya dilebur ke dalam SMA Xaverius, tepatnya tanggal 1 Agustus 1955. Seluruh murid SMEA tersebut dimasukkan ke SMA bagian C. Oleh karena itu, mulai saat itu SMA Xaverius mempunyai dua jurusan, yaitu Bagian B (sekarang IPA) dan Bagian C (sekarang IPS). Bersamaan dengan peleburan SMEA Xaverius ke dalam SMA Xaverius, Yayasan Xaverius mendirikan SGA Xaverius dipimpin oleh Sr. M. Helena dan Bapak Sudarmadi. Tahun 1970 SGA tersebut ditutup.Di di sisi lain, untuk mewujudkan tujuan pendirian Yayasan Xaverius: “Mengembangkan cinta kepada sesama dan pendidikan”, maka pihak Yayasan menunjuk Pastor J. H. Soudant yang sudah berpengalaman di bidang pendidikan diberi tugas untuk memimpin anak-anak asrama di Asrama Rumah Yusuf, di Baturaja yang sudah berdiri sejak tahun 1948. Dengan demikian Pastor J. H. Soudant harus meninggalkan SMA Xaverius untuk mengemban tugas barunya. 

“Sekolah ini (SMA Xaverius) dimulai oleh kaum rohaniwan, yang selama 10 tahun memegang pimpinan. Tetapi sesudah itu pimpinan diserahkan kepada kaum awam, dan rasanya hasil pekerjaan mereka boleh dibanggakan. Hasil yang baik itu hanya mungkin, karena mereka bekerja dengan semangat dan dedikasi besar, dengan rasa tanggung jawab terhadap murid dan orang tua mereka, serta terhadap masyarakat pada umumnya. Sebenarnya ini hal biasa: seharusnya begitulah, karena setiap orang yang jujur dan menghargai diri seharusnya menjunjung tinggi profesinya dan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai hasil semaksimal mungkin,” tulis Pastor J.H. Soudant SCJ (Op. cit., halaman 17) Dalam perkembangan sejarah pribadi, Pastor J.H. Soudant, SCJ kemudian mulai 29 Juni 1961 menjabat sebagai Uskup Agung Palembang. Monsinyur Soudant, demikianlah nama yang akrab di hati umat, akhirnya kembali ke negeri Belanda, juga sebagai imam, setelah demikian lama mendampingi umat di Palembang dan Sumatera Selatan. SMA Xaverius kemudian dipimpin oleh pastor lain, kelahiran Den Haag, Belanda, 11 Juli 1917 bernama Johanes Jacobus Maria Goeman SCJ. 

Pemilihan Pastor J. J. M. Goeman SCJ sebagai Kepala Sekolah SMA Xaverius bukannya tanpa dasar. Pertimbangan historisnya, beliau telah berpengalaman sebagai rohaniwan di Palembang (tahun 1948-1951), Lahat dan Tanjung Enim (1949-1950), di Jakarta (1950-1951), bahkan pernah mendidik dan mengajar di SMA Kolese de Britto dan SMA St. Thomas di Yogyakarta (Juli 1952 – Agustus 1954). Selama Pastur J. J. M. Goeman SCJ. menjadi pimpinan SMA Xaverius tahun 1956-1961 banyak keberhasilan yang telah dicapai antara lain :1. Atas bimbingannya, para murid berhasil mendirikan wadah persatuan pelajar, tepatnya Kamis, 29 November 1956 dengan nama Ikatan Pelajar SMA Xaverius , yang kemudian bernama Perhimpunan Pelajar Sekolah Katolik (PPSK) SMA Xaverius 1 yang dalam perkembangannya menjadi OSIS/PPSK SMA Xaverius 1. Sekarang, sesuai dengan perubahan nama SMA menjadi SMU, nama berganti menjadi OSIS /PPSK SMU Xaverius 1.2. 

Pendirian sebuah wadah untuk menampung gagasan kreativitas siswa secara tertulis, maka lahirlah GITA PELAJAR, terbit pertama bulan Januari 1957, dan setiap bulan sekali terbit. Dalam perkembangannya, media komunikasi siswa tersebut mengalami perubahan masa terbit. Sekarang hanya terbit empat kali per tahun. Di sisi lain majalah tersebut kemudian berganti nama menjadi GITA hingga sekarang.3. Disetujui gagasan para siswa untuk menetapkan lambang perhimpunan pelajar sekolah. Lalu diadakanlah sayembara merancang lambang tersebut. F.X. Mulyadi (sekarang sudah almarhum) keluar sebagai pemenangnya. 

Karya cipta F.X. Mulyadi ini akhirnya menyejarah sebagai lambang OSIS/PPSK SMU Xaverius 1. Bahkan, makna lambang menjadi meluas, tak sekadar di SMU Xaverius 1 sebab sekarang dipakai juga oleh SMU Xaverius 3, 4, dan SMK Xaverius. (Baca: Obituari F.X. Mulyadi)4. SMA Xaverius berhasil membuka Bagian A, 1 Agustus 1959.5. Langkah demi langkah tergores dalam sejarah. Akhirnya tahun 1959, SMA Xaverius mempunyai tiga jurusan: Bagian A, B, dan C (sekarang jurusan IPA, IPS, dan Bahasa). Tugas Pastor J.J.M. Goeman SCJ sebagai kepala sekolah -waktu itu populer dengan istilah direktur-SMA Xaverius berakhir tanggal 30 November 1961. Kemudian beliau mendapatkan tugas sebagai Rektor Seminari St. Paulus sekaligus Rektor SMU Xaverius. 

Sebagai gambaran, siswa (sekarang alumni) yang memilih jurusan Bagian A angkatan pertama antara lain :1. Arpan Zainuri, S.H. (Palembang)2. Drs. Blasius Mohammad. (pernah mengajar setahun, 1971, di SMA Xaverius)3. M. Amin Asari, B.A. (Kepala Kampung 9 Ilir)4. Frans Sutarno, S.H. (terkahir di Departemen Agama Palembang, almarhum)5. F. Penny Effendy, B.A. (guru PMP/PPKn pada SMU Xaverius 1, pensiun, sekarang menjadi Pengurus Harian YayasanKusuma Bangsa)6. F.X. Sucipto Rewa, B.A. (Wakil Kepala Sekolah SMA Negeri Muara Enim)7. Alfonsus Purbono Dewo, B.A. (guru Bahasa Indonesia di Lampung)Dalam kata sambutan Tripancawarsa SMA Xaverius (1966: 25) Pastor J.J.M. Goeman antara lain menulis, “Rasa syukur kepada Tuhan bahwa berkat segala kebaikan itu, selama lima belas tahun sekolah kita dapat melaksanakan tugasnya yang luhur, dan memenuhi cita-cita kebangsaan yang diharapkan, mendidik dan membimbing tunas-tunas muda Pancasilais sejati, yang mengabdi kepada Tuhan, Nusa, dan Bangsa.”

Sumber tulisan : http://www.smaxaverius1.sch.id