CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.

10 June 2019

Kapal Van Der Wijk di Palembang

S.S Van der Wijck dari KPM, di tambatkan di sepanjang pelabuhan di Sungai Musi, selama bongkar Muat Boiler Tahun 1931 Foto: Tropen Museum
Siapa yang tidak kenal dengan kapal Van der Wijck, yang di tuangkan di dalam salah satu novel karya hamka Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (1939) yang juga sudah di angkat ke layar lebar. Film tenggelamnya Kapal Van Der Wijck diperankan oleh Pevita Pearce sebagai Hayati, Herjunot Ali sebagai Zainuddin dan Reza Rahardian sebagai Aziz. Film ini rilis pada tahun 2013 dan mendapatkan beberapa penghargaan dalam industri perfilman Indonesia.

Nama Kapal Van Der Wijck diambil dari nama Gubernur Hindia Belanda yang menjabat pada masa itu, yaitu Carel Herman Van Der Wijck. Kapal ini merupakan kapal uap yang dimiliki oleh Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), namun karena adanya Nasionalisasi KPM diubah menjadi Pelayaran Indonesia (PELNI) dan menjadi cikal bakal industri pelayaran di Indonesia. 

Kapal Van der Wijck memiliki panjang 97,5 meter, lebara 13,4 meter, dan tinggi 8,5 meter. Berat kotornya 2.633 ton; berat bersih 1.512 ton; dan daya angkut 1.801 ton. Kelas pertama mengangkut 60 orang; kelas dua 34 orang, dan geladaknya mampu menampung 999 orang. 

Kapal Van Der Wijck di Sungai Musi 1931 Foto : Troppenmuseum

Rute yang disinggahi kapal Van der Wijck menurut Pedoman Masjarakat (28/04/1937) antara lain: Makassar-Tanjung Perak (Surabaya)-Tanjung Mas (Semarang)-Tanjung Priok (Jakarta)-Palembang. Sebelum karam, kapal ini berlayar dari Makassar dan Buleleng.

Kapal Van Der Wijck merupakan kapal milik pemerintah Hindia-Belanda yang akan berlayar dari Bali ke Semarang dengan terlebih dulu singgah di Surabaya. Saat perjalanan dari Surabaya ke Semarang terjadi musibah sehingga mengakibatkan kapal tidak dapat dikendalikan dan akhirnya tenggelam di perairan Lamongan, tepatnya di wilayah Brondong Kabupaten Lamongan. Warga di sekitar tempat tersebut berbondong-bondong untuk membantu para penumpang yang menjadi korban tenggelamnya kapal tersebut.

Bagi wilayah Palembang sendiri kapal ini menjadi sarana angkutan yang luar biasa karena adanya industri minyak dan batu bara yang sedang berkembang saat itu selain dari kapal-kapal barang: Sawah Loentoe, Siaoe, dan Benkoelen. Semuanya adalah kapal uap.  Seperti pelrengkapan pabrikasi Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), SHELL dan juga Lematang Maatschappij sebagai perusahaan penambangan "steenkolen" di Muara enim dengan stockpile di kertapati.

Tulisan di rangkum dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment