Mengaji Foto : http://www.harnas.co/ |
Adat yang paling utama dan masih dipakai
oleh anak negeri waktu itu adalah tentang pemeliharaan anak . Anak yang telah
berusia kira-kira 4-5 tahun, maka ia dibawa kepada seorang ustaz untuk belajar
mengaji Alquran. Orangtua atau wali anak tersebut membawa satu rago
(bakul/keranjang) berisi 20 keping opak, satu tandan pisang mas, sepiring nasi
gemuk (uduk) dengan sebutir telor ayam yang direbus dibenamkan di tengah-tengah
nasi itu dan satu botol minyak pasang yang maknanya supaya anak itu terang
hatinya.
Kalau anak itu sudah dapat pertengahan Quran mengajinya,
maka guru itu pun diberi pula nasi kunyit panggang ayam, opak, dan pisang mas
selamatan. Setelah khatam (tamat) Alquran, apabila orangtuanya ada
keluasan rezeki, maka anak itu diselamatkan tamat Quran.
Waktu gurunya diberi sekurang-kurangnya 6 piring juadah (kue), 1 nasi dengan 6
piring gulai ayam, 2 gogok/geleta serbat (air jahe), 12 cangkir srikaya, 1
helai kain, baju, kopiah, dan satu sejadah petamatan namanya serta diberi uang.
Jika anak itu laki-laki, maka sekaligus ia langsung dikhitan (sunat), agar
supaya tidak terlalu repot mengerjakannya dua tiga kali.
Lebih kurang satu minggu sebelum anak itu
akan ditamatkan, orang tua sianak tersebut memberitahu sekaligus mengundang
sanak saudaranya dan para sesepuh bahwa pada hari itu ia akan menamatkan
anaknya. Perlunya orang diberi tahu terlebih dahulu ialah supaya tuan rumah
nantinya bisa mendapat pertolongan disaat membersihkan dan menghiasi rumahnya
(majang).
Anak yang akan ditamatkan nanti disuruh
istirahat di rumah dan dilarang untuk berjalan-jalan lagi, karena dikhawatirkan
kalau-kalau anak itu mendapat bahaya dan terhambat akan tamat pada hari yang
ditentukan. Dalam pada itu seluruh tubuhnya dibedaki serta jari tangan dan
kakinya diberi pacar (inai). Orang yang setiap hari ikut mendekorasi/majang
rumah tersebut disediakan pula makanan seperti beras ketan digoreng dengan
kelapa diberi gula yang dinamakan cengkaruk.
Sehari sebelum anak itu ditamatkan, maka
orang tua anak itu menyuruh pula memanggil orang-orang sanak saudara dan
sahabat kenalannya yang laki-laki, supaya datang besoknya. Sedangkan yang
perempuan dipanggil empat lima hari sebelum itu, gunanya agar dua hari sebelum
waktunya mereka datang dan dapat membantu mempersiapkan dan mengumpulkan
seluruh alat keperluan masak-memasak.
Sehari sebelum pelaksanaan, maka kaum
ibu-ibu pun mulailah memasak. Karena sehari itu seluruh makanan baik itu
kuah-kuah, gulai, dan kue-kue harus sudah siap, karena esok harinya tidak
sempat lagi, melainkan tinggal nasinya saja yang dimasak.
Hari yang ditetapkan telah tiba. Pagi-pagi disuruh oleh orang tua anak itu beberapa orang suruhan laki-laki perempuan untuk mengulangi memanggil (ngulemi). Orang panggilan itu diundang dari pukul 8 sampai 12 siang.
Hari yang ditetapkan telah tiba. Pagi-pagi disuruh oleh orang tua anak itu beberapa orang suruhan laki-laki perempuan untuk mengulangi memanggil (ngulemi). Orang panggilan itu diundang dari pukul 8 sampai 12 siang.
Antara jam 10 dan 11 siang, nasi sudah
masak, semua gulai sudah dibagi-bagi dan sudah dilainkan pada suatu tempat.
Selanjutnya anak tersebut dibawa kelain rumah yang jauhnya menurut mufakat
orang banyak. Disitu ia dihiasi dengan pakaian Aesan Gede atau dengan Aesan
Haji. Antara jam 11 - 12 anak itu diarak orang sambil berziki Hadera/ syarofal
anam memakai terbangan (rebana), gamelan dan tabuhan-tabuhan lain.
Setelah sampai di rumah, anak itu pun disuruh membaca turutan (juz Amma) di muka penghulu atau khatib dan orang-orang alim, para santeri serta orang tua-tua yang hadir.
Dengan demikian ia dianggap tamat dan
cukup untuk dapat menjalankan perintah agama. Acara ditutup dengan doa yang
dibacakan oleh salah seorang pemuka agama serta akan tamat tadi disuruh
sujud-sujudan (cium tangan) minta berkat keselamatan dari orang tua-tua,
setelah selesai lalu ia masuk. Selanjutnya barulah jamuan dihidangkan.
Lagipula kalau tidak diberi tahu seperti
ini, maka orang-orang tua tidak mau datang pada hari yang ditentukan. Tiga hari
sebelum hari H, ia sudah mulai siap-siap menghias rumah (majang) dengan dibantu
oleh para sanak saudara dan teman-temannya terutama yang muda-mudah.
Hiasan/dekorasi yang dipakai waktu itu biasanya bermacam-macam langsi
(gordijnen) dan pelisir. Tempat melekatkannya pada loteng dan tiang-tiang rumah
yang diatas. Pada rumah yang tidak bercat, maka tiang itu dibungkus dengan kain
pelangi atau selendang-selendang yang bagus warnanya.
Sumber : Sripo
No comments:
Post a Comment