CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.

30 September 2009

Makam Ario Damar di Palembang

Makam yang terletak di daerah Pahlawan Km3.5 ini merupakan makam yang berkaitan erat dengan perkembangan kesultanan Palemabng di mana dari keterkenalan beliau makan namanya juga di abadikan menjadi salah satu nama jalan di kota ini.
--------------------------------------------
Arya Damar (sebelumnya bernama Jaka Dilah) adalah nama seorang pemimpin legendaris yang berkuasa di Palembang pada pertengahan abad ke-14 sebagai bawahan Kerajaan Majapahit. Ia disebut juga dengan nama Ario Damar atau Ario Abdilah. Menurut kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong Semarang, ia memiliki nama Tionghoa yaitu Swan Liong (Naga Berlian) tanpa nama marga di depannya, karena ibunya merupakan wanita peranakan Tionghoa.

Penaklukan Bali

Nama Arya Damar ditemukan dalam Kidung Pamacangah dan Usana Bali sebagai penguasa bawahan di Palembang yang membantu Majapahit menaklukkan Bali pada tahun 1343. Dikisahkan, Arya Damar memimpin 15.000 prajurit menyerang Bali dari arah utara, sedangkan Gajah Mada menyerang dari selatan dengan jumlah prajurit yang sama.
Pasukan Arya Damar berhasil menaklukkan Ularan yang terletak di pantai utara Bali. Pemimpin Ularan yang bernama Pasung Giri akhirnya menyerah setelah bertempur selama dua hari. Arya Damar yang kehilangan banyak prajurit melampiaskan kemarahannya dengan cara membunuh Pasung Giri.
Arya Damar kembali ke Majapahit untuk melaporkan kemenangan di Ularan. Pemerintah pusat yang saat itu dipimpin Tribhuwana Tunggadewi marah atas kelancangannya, yaitu membunuh musuh yang sudah menyerah. Arya Damar pun dikirim kembali ke medan perang untuk menebus kesalahannya.
Arya Damar tiba di Bali bergabung dengan Gajah Mada yang bersiap menyerang Tawing. Sempat terjadi kesalahpahaman di mana Arya Damar menyerbu lebih dulu sebelum datangnya perintah. Namun keduanya akhirnya berdamai sehingga pertahanan terakhir Bali pun dapat dihancurkan.
Seluruh Pulau Bali akhirnya jatuh ke dalam kekuasaan Majapahit setelah pertempuran panjang selama tujuh bulan. Pemerintahan Bali kemudian dipegang oleh adik-adik Arya Damar, yaitu Arya Kenceng, Arya Kutawandira, Arya Sentong, dan Arya Belog. Sementara itu, Arya Damar sendiri kembali ke daerah kekuasaannya di Palembang.

Arya Kenceng memimpin saudara-saudaranya sebagai penguasa Bali bawahan Majapahit. Ia dianggap sebagai leluhur raja-raja Tabanan dan Badung.

Identifikasi dengan Adityawarman

Sejarawan Prof. Berg menganggap Arya Damar identik dengan Adityawarman, yaitu penguasa Pulau Sumatra bawahan Majapahit. Nama Adityawarman ditemukan dalam beberapa prasasti yang berangka tahun 1343 dan 1347 sehingga jelas kalau ia hidup sezaman dengan Arya Damar.
Menurut Berg, Arya Damar adalah penguasa Sumatra, Adityawarman juga penguasa Sumatra. Karena keduanya hidup pada zaman yang sama, maka cukup masuk akal apabila kedua tokoh ini dianggap identik. Di samping itu, karena Adityawarman adalah putra Dara Jingga, maka Arya Damar dan adik-adiknya juga dianggap sebagai anak-anak putri Melayu tersebut.
Namun demikian, daerah yang dipimpin Adityawarman bukan Palembang, melainkan Pagaruyung, sedangkan kedua negeri tersebut terletak berjauhan. Palembang sekarang masuk wilayah Sumatra Selatan, sedangkan Pagaruyung berada di Sumatra Barat.
Sementara itu, berita Cina dari Dinasti Ming (1368-1644) menyebutkan bahwa di Pulau Sumatra terdapat tiga kerajaan dan semuanya adalah bawahan Pulau Jawa (Majapahit). Tiga kerajaan tersebut adalah Palembang, Dharmasraya, dan Pagaruyung.
Dengan demikian, Arya Damar bukan satu-satunya raja di Pulau Sumatra, begitu pula dengan Adityawarman. Oleh karena itu, Arya Damar tidak harus identik dengan Adityawarman.
Jadi, meskipun Arya Damar dan Adityawarman hidup pada zaman yang sama, serta memiliki jabatan yang sama pula, namun keduanya belum tentu identik. Arya Damar adalah raja Palembang sedangkan Adityawarman adalah raja Pagaruyung. Keduanya merupakan wakil Kerajaan Majapahit di Pulau Sumatra.

Ayah Tiri Raden Patah

Arya Damar adalah pahlawan legendaris sehingga nama besarnya selalu diingat oleh masyarakat Jawa. Dalam naskah-naskah babad dan serat, misalnya Babad Tanah Jawi, tokoh Arya Damar disebut sebagai ayah tiri Raden Patah, raja Demak pertama .
Dikisahkan ada seorang raksasa wanita ingin menjadi istri Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad). Ia pun mengubah wujud menjadi gadis cantik bernama Endang Sasmintapura, dan segera ditemukan oleh patih Majapahit (yang juga bernama Gajah Mada) di dalam pasar kota. Sasmintapura pun dipersembahkan kepada Brawijaya untuk dijadikan istri.
Namun, ketika sedang mengandung, Sasmintapura kembali ke wujud raksasa karena makan daging mentah. Ia pun diusir oleh Brawijaya sehingga melahirkan bayinya di tengah hutan. Putra sulung Brawijaya itu diberi nama Jaka Dilah.
Setelah dewasa Jaka Dilah mengabdi ke Majapahit. Ketika Brawijaya ingin berburu, Jaka Dilah pun mendatangkan semua binatang hutan di halaman istana. Brawijaya sangat gembira melihatnya dan akhirnya sudi mengakui Jaka Dilah sebagai putranya.
Jaka Dilah kemudian diangkat sebagai bupati Palembang bergelar Arya Damar. Sementara itu Brawijaya telah menceraikan seorang selirnya yang berdarah Cina karena permaisurinya yang bernama Ratu Dwarawati (putri Campa) merasa cemburu. Putri Cina itu diserahkan kepada Arya Damar untuk dijadikan istri.
Arya Damar membawa putri Cina ke Palembang. Wanita itu melahirkan putra Brawijaya yang diberi nama Raden Patah. Kemudian dari pernikahan dengan Arya Damar, lahir Raden Kusen. Dengan demikian terciptalah suatu silsilah yang rumit antara Arya Damar, Raden Patah, dan Raden Kusen.
Setelah dewasa, Raden Patah dan Raden Kusen meninggalkan Palembang menuju Jawa. Raden Patah akhirnya menjadi raja Demak pertama, dengan bergelar Panembahan Jimbun.

Seputar Tokoh Swan Liong

Kisah hidup Raden Patah juga tercatat dalam kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong Semarang. Dalam naskah itu, Raden Patah disebut dengan nama Jin Bun, sedangkan ayah tirinya bukan bernama Arya Damar, melainkan bernama Swan Liong (= Naga Berlian).
Swan Liong adalah putra raja Majapahit bernama Yang-wi-si-sa yang lahir dari seorang selir Cina. Mungkin Yang-wi-si-sa sama dengan Hyang Wisesa atau mungkin Hyang Purwawisesa. Kedua nama ini ditemukan dalam naskah Pararaton.
Swan Liong bekerja sebagai kepala pabrik bahan peledak di Semarang. Pada tahun 1443 ia diangkat menjadi kapten Cina di Palembang oleh Gan Eng Cu, kapten Cina di Jawa.
Swan Liong di Palembang memiliki asisten bernama Bong Swi Hoo. Pada tahun 1445 Bong Swi Hoo pindah ke Jawa dan menjadi menantu Gan Eng Cu. Pada tahun 1451 Bong Swi Hoo mendirikan pusat perguruan agama Islam di Surabaya, dan ia pun terkenal dengan sebutan Sunan Ampel.
Swan Liong di Palembang memiliki istri seorang bekas selir Kung-ta-bu-mi raja Majapahit. Mungkin Kung-ta-bu-mi adalah ejaan Cina untuk Bhre Kertabhumi. Dari wanita itu lahir dua orang putra bernama Jin Bun (= Orang Kuat) dan Kin San (= Gunung Emas).
Pada tahun 1474 Jin Bun dan Kin San pindah ke Jawa untuk berguru kepada Bong Swi Hoo alias Sunan Ampel. Tahun berikutnya, Jin Bun mendirikan kota Demak sedangkan Kin San mengabdi kepada Kung-ta-bu-mi di Majapahit.
Tidak diketahui dengan pasti sumber mana yang digunakan oleh pengarang kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong di atas. Kemungkinan besar si pengarang pernah membaca Pararaton sehingga nama-nama raja Majapahit yang ia sebutkan mirip dengan nama-nama raja dalam naskah dari Bali tersebut. Misalnya, si pengarang kronik tidak menggunakan nama Brawijaya yang lazim digunakan dalam naskah-naskah babad.
Jika dibandingkan dengan Babad Tanah Jawi, isi naskah kronik Cina Sam Po Kong terkesan lebih masuk akal. Misalnya, ibu Arya Damar adalah seorang raksasa, sedangkan ibu Swan Liong adalah manusia biasa. Ayah Arya Damar sama dengan ayah Raden Patah, sedangkan ibu Swan Liong dan Jin Bun berbeda.

Arya Dilah dari Palembang

Lain lagi dengan naskah dari Jawa Barat, misalnya Hikayat Hasanuddin atau Sejarah Banten. Naskah-naskah tersebut menggabungkan nama Arya Damar dengan Jaka Dilah menjadi Arya Dilah, yang juga menjabat sebagai bupati Palembang. Selain itu, nama Arya Dilah juga diduga berasal dari nama Arya Abdilah.
Dikisahkan ada seorang perdana menteri "Munggul" bernama Cek Ko-po yang mengabdi ke Majapahit. Putranya yang bernama Cu Cu berhasil memadamkan pemberontakan Arya Dilah bupati Palembang. Raja Majapahit sangat gembira dan mengangkat Cu Cu sebagai bupati Demak, bergelar Molana Arya Sumangsang.
Dengan demikian, Arya Sumangsang berhasil menjadi pemimpin Demak setelah mengalahkan Arya Dilah. Kisah dari Jawa Barat ini cukup unik karena pada umumnya, raja Demak disebut sebagai anak tiri bupati Palembang.
Sementara itu, berita tentang pemberontakan Palembang ternyata benar-benar terjadi. Kronik Cina dari Dinasti Ming mencatat bahwa pada tahun 1377 tentara Majapahit berhasil menumpas pemberontakan Palembang.
Rupanya pengarang naskah di atas pernah mendengar berita pemberontakan Palembang terhadap Majapahit. Namun ia tidak mengetahui secara pasti bagaimana peristiwa itu terjadi. Pemberontakan Palembang dan berdirinya Demak dikisahkannya sebagai satu rangkaian, padahal sesungguhnya, kedua peristiwa tersebut berselang lebih dari 100 tahun.

Hubungan dengan Raja Demak

Naskah-naskah di atas menunjukkan adanya hubungan antara pendiri Demak dan penguasa Palembang. Teori yang paling populer adalah yang bersumber dari Babad Tanah Jawi (atau naskah lainnya yang sejenis), yaitu Raden Patah disebut sebagai anak tiri Arya Damar.
Sementara itu catatan Portugis berjudul Suma Oriental menyebut raja Demak sebagai keturunan masyarakat kelas rendah dari Gresik. Naskah ini ditulis sekitar tahun 1513 sehingga kebenarannya relatif lebih meyakinkan dari pada Babad Tanah Jawi.
Babad Tanah Jawi sendiri disusun pada abad ke-18, yaitu berselang ratusan tahun sejak kematian Raden Patah. Melalui naskah itu, si penulis berusaha menunjukkan kalau Demak adalah pewaris sah dari Majapahit. Raden Patah pun disebutnya sebagai putra kandung Brawijaya.
Mungkin penyusun Babad Tanah Jawi juga pernah mendengar adanya hubungan antara Demak dengan Palembang. Maka, Raden Patah pun dikisahkan sebagai anak tiri bupati Palembang. Karena nama bupati Palembang yang paling legendaris adalah Arya Damar, maka tokoh ini pun “dipilih” sebagai nama ayah tiri sekaligus kakak Raden Patah.
Dalam hal ini penyusun Babad Tanah Jawi tidak menyadari kalau Arya Damar dan Raden Patah hidup pada zaman yang berbeda. Arya Damar merupakan pahlawan penakluk Bali pada tahun 1343, sedangkan Raden Patah menjadi raja Demak sekitar tahun 1500–an.

Sumber Tulisan : id.wikipedia.org/

11 comments:

  1. gan minta sejarahnya iaaa
    thx sebelumnyaa

    ReplyDelete
  2. Manaqib Raden Fattah Azmatkhan 1424–1518 Masehi

    Beliau dilahirkan di Negeri Champa, yang pada masanya adalah merupakan kerajaan Melayu Islam yang besar dan berpengaruh. Begitu berpengaruhnya kerajaan ini sampai sampai kerajaan Majapahit dan Kerajaan disekitar Asia Tenggara menjalin kerjasama dengan kerajaan ini, Kerajaan Champa betul-betul sangat terkenal pada masa itu. Hal-hal yang berbau Champa betul-betul melekat, bahkan putri-putri champa sangatlah dikenal kaum bangsawan di bumi Nusantara. Kebanggaan akan muncul tatkala bangsawan bangsawan kerajaan Nusantara bisa bersanding dan mendapatkan putri putri bangsawan champa untuk dinikahi. Champa yang mulai mendapat pengaruh Islam dengan penguasa penguasa pendahulunya yang beragama Islam yaitu Sayyid Ali Nurul Alam yang juga bergelar MAULANA MALIK ISRAIL atau SULTAN QONBUL atau ARYA PATIH GAJAH MADA, ternyata dalam proses perjalanan kerajaan ini cukup mendapatkan wibawa di mata kerajaan lain.

    MAULANA MALIK ISRAIL adalah gelar kebesaran dari SAYYID ALI NURUL ALAM karena pengaruhnya mampu menembus kalangan Yahudi yang berada di kawasan Timur Tengah, terutama pada kantong kantong wilayah Yahudi. Artinya dia bukanlah orang Yahudi seperti apa yang pernah ditulis di sebuah situs internet. Champa sendiri adalah sebuah kerajaan islam yang ironis karena sampai saat ini masih sering mengundang perdebatan. Namun berdasarkan jalur perjalanan para Walisongo, bahwa Champa diperkirakan berada Di India, berdekatan dengan wilayah Kesultanan Naserabad pada masa lalu. Kesultanan Naserabad Kuno sendiri adalah cikal bakal munculnya keluarga besar walisongo.

    Kesultanan Naserabad adalah sebuah wilayah pemerintahan Islam yang pemimpinnya dipegang oleh keluarga besar dari SAYYID ABDUL MALIK AZMATKHAN, yang merupakan cikal bakal leluhurnya walisongo. Sedangkan kota champa itu sampai sekarang masih ada di sebuah wilayah distrik India. Sedangkan Naserabad India, posisinya kini berada di Negara India yang berdekatan dengan kota Rajishtan dan Ajmer pada masa sekarang.

    Dari kota Champa yang merupakan daerah Kesultanan Nasirabad India kuno ini kemudian keluarga besar Walisongo bermigrasi ke wilayah Champa Kamboja. Inilah yang akhirnya mengundang penafsiran jika Champa berada di Vietnam Tengah, posisi Champa itu berdekatan dengan Pattani dan Kelantan. Dari wilayah Champa Kamboja atau Vietnam Tengah ini mereka bergerak lagi ke wilayah Kesultanan Patani, Kesultanan Kelantan dan Kesultanan Malaka. Sayangnya kejayaan Champa dengan simbol-simbol KEISLAMAN seperti tidak berbekas lagi, jangankan artefak, makam, peninggalan dalam bentuk tulisan, dapat dipastikan semua itu hampir tidak ada, yang ada cerita-cerita kejayaan Islam Champa dari beberapa warga etnis champa yang masih tersisa pada saat ini.

    Kerajaan Champa yang pernah mengalami masa jaya beberapa periode terutama dari masa Sayyid Ali Nurul Alam sampai anaknya Abdullah Umdatudin betul-betul hilang dari bumi Asia Tenggara. Kerajaan Champa dulunya pernah menjadi negara Islam saat ini sejarahnya telah dilenyapkan oleh rezim penguasa Vietnam pada masa lalu bahkan sampai sekarang, mereka tidak pernah mau mengakui bahwa negara mereka pada masa lalu adalah negara besar ISLAM! Namun sampai saat ini walaupun Kerajaan Champa telah hilang ditelan zaman, namun ternyata sebagian etnis ini masih eksis di beberapa tempat, bahasa yang mereka pakai adalah bahasa Melayu.

    ReplyDelete
  3. Dalam kondisi kerajaan yang terus berkembang pada kerajaan champa ini, maka lahirlah seorang anak yang bernama Sayyid Hasan atau kelak nanti bernama Raden Hasan dan setelah menjadi Sultan Demak sering disebut Raden Fattah. Beliau lahir pada Hari Senin Tanggal 22 Bulan Shofar Tahun 827 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 24 Januari 1424 Masehi. Raden Fattah bukan lahir pada tahun 1455 Masehi seperti yang selama ini beredar, sebab nanti Tahun 1466, Raden Fattah menjadi anggota Walisongo, sehingga sangat mustahil ia menjadi anggota walisongo dalam usia 11 tahun!

    Raden Fattah lahir di Kerajaan Champa lewat rahim Syarifah Zaenab binti Ibrahim Al Hadrami/ Ibrahim Al Ghazi/ Ibrahim As Samarkand/Ibrahim Asmorokondi Azmatkhan Al Husaini. Ibrahim Zainuddin Al Akbar As Samarkand atau Ibrahim Asmorokondi adalah saudara kandung dari Sayyid Ali Nurul Alam yang merupakan salah satu pejabat tinggi di Kesultanan Kelantan dan Patani. Ibrahim Asmorokondi ini sering disebut Wali Tertua dimasanya, khususnya wilayah Jawa Timur. Syarifah Zaenab sendiri adalah adik kandung dari Sayyid Ahmad Rahmatullah atau SUNAN AMPEL AZMATKHAN ALHUSAINI. Artinya Raden Fattah adalah keponakan dari Sunan Ampel. Saat kelahiran Raden Fattah di Champa, keberadaan Sunan Ampel masih ada di Champa untuk mengikuti dakwah ayahnya yaitu Ibrahim Zaenuddin Al Akbar Asmorokondi dan kakeknya yaitu Sayyid Husin Jamaludin atau Syekh Jumadhil Kubro. Ayah dari Raden Fatah sendiri adalah Sayyid Abdullah Umdatudin bin Sayyid Ali Nurul Alam bin Sayid Husin Jamaludin. Sayyid Abdullah Umdatudin adalah Raja Champa. Adapun Nasab Raden Fattah akan dijelaskan sebagai berikut.

    ReplyDelete
  4. NASAB RADEN FATAH

    Dari jalur ayah, nasab Raden fatah adalah :
    1. Nabi Muhammad SAW
    2. Fatimah Azzahra
    3. Husein Asshibti
    4. Ali Zaenal Abidin
    5. Muhammad Al Baqir
    6. Jakfar Asshodiq
    7. Ali Al Uraidhi
    8. Muhammad An Naqib
    9. Isa Arrumi
    10. Ahmad Al Muhajir
    11. Ubaidhilah
    12. Alwi Al Awwal
    13. Muhammad Shohibus Souma’ah
    14. Alwi Atsani
    15. Ali Kholi’ Qosam
    16. Muhammad Shohib Mirbath
    17. Alwi Ammil Faqih
    18. Abdul Mali Azmatkhan
    19. Abdullah Azmatkhan
    20. Sultan Syah Ahmad Jalaluddin
    21. Husein Jamaludin/Syekh Jumadhil Kubro
    22. Ali Nurul Alam/Maulana Malik Israil/Sultan Qonbul/Arya Patih Gajah Mada
    23. Abdullah Umdatuddin/Sultan Champa/Maulana Hud
    24. Raden Hasan/Raden Fattah/Sultan Demak 1

    Sedangkan nasab dari ibunda Raden Fattah adalah :
    1. Nabi Muhammad SAW
    2. Fatimah Azzahra
    3. Husein Asshibti
    4. Ali Zaenal Abidin
    5. Muhammad Al Baqir
    6. Jakfar Asshodiq
    7. Ali Al Uraidhi
    8. Muhammad An Naqib
    9. Isa Arrumi
    10. Ahmad Al Muhajir
    11. Ubaidhilah
    12. Alwi Al Awwal
    13. Muhammad Shohibus Souma’ah
    14. Alwi Atsani
    15. Ali Kholi’ Qosam
    16. Muhammad Shohib Mirbath
    17. Alwi Ammil Faqih
    18. Abdul Mali Azmatkhan
    19. Abdullah Azmatkhan
    20. Sultan Syah Ahmad Jalaluddin
    21. Husein Jamaludin/Syekh Jumadhil Kubro
    22. Ibrahim Zaenuddin Al Akbar As Samarkand/Ibrahim Asmorokondi
    23. Syarifah Zaenab/Thobiroh/Putri Champa >> melahirkan Raden Fattah

    Ayah Raden Fattah bukanlah Brawijaya V atau Bhre Kertabumi Raja Majapahit terakhir dari Dinasti Raden Wijaya. Sebagian mengatakan bahwa orangtua yang dianggap selama ini sebagai ayah kandung Raden Fattah adalah Brawijaya IV atau Kertajaya, dan ini yang lebih mendekati fakta, bahwa yang dimaksud oleh banyak orang selama ini adalah Kertajaya itu bukan Kertabumi, dan dialah yang seharusnya dinyatakan sebagai ayah “kandung” Raden Fattah. Raden Fattah sendiri bila dibandingkan dengan Kertabumi atau Brawijaya 5 ternyata hampir seumuran usianya. Namun kenyataannya sampai saat ini ternyata Bre Kertabumi atau Brawijaya 5 inilah yang selama ini dipercaya masyarakat Jawa sebagai ayah Raden Fattah dan ini juga terdapat di dalam beberapa Babad seperti Babad Tanah Jawi Galuh Mataram.

    Ayah Raden Fatah yang bernama Abdullah Umdatuddin sendiri adalah Raja Champa kedua dalam kerajaan Islam Champa di Vietnam Tengah (sebelumnya di wilayah Champa India) dan dikenal dengan nama lain di Malaka, Kelantan, Patani sebagai WAN BO. Abdullah Umdatuddin ini sering diartikan sebagai Sultan Mesir dalam sejarah yang berkaitan dengan Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Padahal ia adalah Raja Champa. Kemungkinan besar kenapa ia dinamakan Sultan Mesir karena boleh jadi Mesir adalah satu medan dakwah dari Abdullah Umdatuddin. Dari Abdullah Umdatuddin akan banyak menurunkan orang orang yang bergerak dalam bidang politik pemerintahan serta ulama ulama besar.

    Antara Sayyyid Abdullah Umdatudin dengan Syarifah Zaenab dan Sayyid Ahmad Rahmatullah atau Sunan Ampel adalah saudara sepupu. Pernikahan antar kerabat dalam keluarga walisongo itu adalah biasa.

    ReplyDelete
  5. Adapun anak-anak dari Abdullah Umdatudin sangat banyak, namun yang mahsyur dalam dunia nasab adalah:

    Ahmad Waliyullah atau Sultan Abul Muzhafar yang kelak menurunkan beberapa para sultan di Malaka, Patani, Kelantan, dan beberapa Kerajaan di Malaysia
    Sultan Babullah yang menurunkan sultan sultan di Ternate dan Maluku
    Sultan Nurullah yang menggantikan posisi Raja Champa berikutnya
    Syarif Hidayatullah yang kelak menurunkan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon
    Raden Fattah yang kelak menurunkan Kesultanan Demak

    Adapun yang paling terkenal sebagai anak Sayyid Abdullah Umdatuddin adalah Syarief Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Kenapa sampai saat ini posisi Raden Fattah jarang sekali disebut dalam dunia nasab sebagai anak dari Abdullah Umdatudin (bahkan terkesan disembunyikan)? Hal ini disebabkan banyak faktor, salah satunya karena adanya pengkaburan dan manipulasi sejarah Kerajaan Islam oleh para kolonialis penjajah serta oknum oknum yang memang tidak menginginkan Islam dalam bentuk kekhalifahan berjaya di Bumi Nusantara ini.

    Nasab Raden Fattah adalah salah satu nasab yang paling banyak mendapat pendustaan oleh kalangan yang tidak memahami sejarah perkembangan ilmu nasab. Nasab Raden Fatah adalah nasab yang paling sering dimanipulasikan oleh berbagai oknum demi kepentingan pribadi atau juga golongannya. Nasab Raden Fattah dapat dikatakan merupakan nasab yang sering dipermasalahkan oleh banyak sejarawan dan juga beberapa ahli silsilah karena dianggap “tidak memiliki” data primer. Padahal sebagai seorang sultan yang besar yang luas kekuasaannya hampir seluruh Jawa, sepertinya tuduhan seperti ini sangat aneh, karena pada kenyataannya nasab Raden Fattah telah tercatat dengan baik oleh kalangan Ulama Ahli Nasab khususnya Keluarga Besar Walisongo lebih khusus lagi keluarga Besar Sunan Kudus dan juga keturunan keturunan Raden Fattah sendiri, terutama keturunan Raden Fattah yang sumber nasabnya berasal dari pencatatan turun temurun dan berdasarkan catatan nasab dari Keturunan Keluarga Besar Sunan Kudus.

    RADEN FATTAH & SUNAN KUDUS
    Raden Fattah (Sultan Demak) adalah besan dengan Sunan Kudus, karena Dewi Ratih binti Raden Fattah menikah dengan Sayyid Amir Hasan bin Sunan Kudus dan melahirkan 19 anak. Anak yang paling tua bernama Sayyid Sholih bin Amir Hasan, yang bergelar Panembahan Pakaos (Sultan Ampel Kedaton). Dari Panembahan Pekaos kemudian menikah dengan Ratu Maduratna dan melahirkan Sayyid Ahmad Baidhowi (Pangeran Ketandur Bangkal yang kemudian menjadi Sultan Bangkalan Madura). Keturunan dari trah ini tercatat nama Syekh Sayyid Bahruddin Azmatkhan, Syekh Muhammad Kholil Bangkalan, Syekh As’ad Syamsul Arifin.

    Ratu Maduratna binti Khalifah Ismail bin Khalifah Ibrahim bin Khalifah Sughra bin Khalifah Husain (Sultan/ Raja Madura Pertama/ Pendiri Kerajaan Madura).

    GAMBARAN FISIK RADEN FATTAH

    Raden Fattah memiliki perawakan yang tinggi dan tegap, tinggi beliau melewati angka 185 cm, kondisi fisik beliau ini mirip dengan Sunan Kudus yang tinggi dan tegap, dan ini nanti kelak banyak diturunkan kepada beberapa anak cucunya yang banyak memiliki fisik-fisik yang tinggi. Kulit beliau putih bersih seperti juga para walisongo, wajah beliau berkarakter tegas namun teduh, dan beliau memiliki wajah dengan tipe timur tengah (arab). Beliau selalu memakai pakaian keulamaan seperti juga walisongo dengan Imamah di kepala dan jubah. Sangat tidak benar jika ada foto Raden Fattah yang digambarkan dengan pakaian ala Kerajaan Majapahit, apalagi pakaian-pakaian kebesaran dari penjajah kolonial. Foto Raden Fattah yang beredar selama ini adalah palsu dan menyesatkan.




    ReplyDelete
  6. NAMA NAMA RADEN FATTAH

    RADEN FATTAH mempunyai nama yang banyak, seperti kebiasaan para walisongo yang juga mempunyai banyak nama karena berbagai faktor, baik itu budaya, sosial, maupun politik.

    Nama-nama beliau yang mahsyur adalah :

    Sayyid Hasan atau Raden Hasan (nama kecil dan dewasa dan nama yang terkenal saat beliau di nyantri di Pondok Pesantren Ampel) dan nama saat beliau di Palembang
    Sayyid Yusuf (panggilan kesayangan dari ibunya)
    Abdul Fattah/ Al Fattah (karena kemenangan Demak terhadap Majapahit, sekaligus orang yang pertama kali membuka kerajaan Islam di Jawa). Nama Al Fattah ini adalah menjadi Fam dari keturunan Raden Fattah, mereka disebut BANI AL FATTAH
    Senopati Jim Bun/Panembahan Jim Bun (karena penghormatan dari Etnis Tionghoa di Jawa terhadap peran dan wibawanya)
    Adipati Natapraja (saat Demak masih di bawah wilayah kerajaan Majapahit)
    Sultan Syah Alam Al Akbar/Sultan Surya Alam (saat beliau dilantik menjadi Sultan pertama Kesultanan Demak
    Senapati Jimbun Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama (gelar yang mendapat pengakuan dari penguasa/Syarif Mekkah dan Palembang)
    Sultan Bintoro (berdasarkan nama sebuah hutan yang bernama Glagah Wangi dan kemudian dirubah namanya menjadi Bintara/Bintoro untuk dijadikan tempat pemerintahan beliau)

    Ibunya dikenal dengan panggilan yang banyak di dalam kerajaan Majapahit, namun yang cukup akrab adalah Tobhirah terutama saat beliau masih di Champa. Sedangkan saat beliau sudah di Majapahit, ada yang mengatakan Dewi Drawati, Kencana Wungu, Nyai Endang, Putri China, Putri Champa, dll, sehingga banyak membuat orang terkecoh dan rancu akan sejarah dirinya. Namun dari semua nama yang populer, nama Drawati adalah nama yang paling terkenal. Ibunda Raden Fattah adalah seorang muslimah yang taat dan berilmu, karena pendidikan agamanya didapat langsung dari bapaknya yang merupakan walisongo angkatan pertama yaitu Ibrahim as samarkand atau IBRAHIM ASMOROKONDI. Ibunda Raden Fatah tidaklah hamil saat dicerai Brawijaya 5 (orang yang dianggap sebagai suami Drawati), beliau suci dari fitnah itu, karena pada kenyataannya Raden Fattah telah lahir di Champa. Ibunda Raden Fattah dimakamkan di Ampel berdekatan dengan Sunan Ampel. Beliau kembali Ke Ampel setelah suami ketiganya wafat terlebih dahulu di Palembang, yaitu Arya Dillah/Sultan Abdillah atau Arya Damar.

    Artinya Raden Fattah nasab kedua orangtuanya adalah Alhusaini melalui jalur Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih yang merupakan keturunan Sayyidina Ahmad Al Muhajir (nenek moyangnya seluruh kaum Alawiyyin yang ada di Nusantara dan Asia Tenggara). Raden Fattah adalah keturunan ke 24 dari Rasulullah melalui ayah dan ibunya.

    ReplyDelete
  7. MASA KECIL DAN DEWASA RADEN FATTAH

    Raden Fattah menghabiskan waktu kecilnya di Champa, dalam asuhan ibunda dan ayahnya yang tercinta yaitu Sayyid Abdullah Umdatudin dan Syarifah Zaenab/Thobiroh/Drawati. Namun masa kecil Raden Fatah tidaklah lama dalam kebahagiaan, karena Abdullah Umdatuddin dan Syarifah Zaenab berpisah karena Sultan Abdullah Umdatuddin kondisinya sering sakit-sakitan, sehingga tidak lama kemudian beliau akhirnya wafat, sehingga dengan kondisi yang sakit-sakitan dan uzur ini, maka Abdullah Umdatuddin menceraikan Istrinya ini, agar mencari kehidupan yang lebih layak guna untuk mendidik Raden fattah yang masih kecil. Oleh Sebab itu, Abdullah Umdatuddin mengusulkan agar mantan istrinya ini mengikuti saran Sunan Ampel untuk menikahi Raja Majapahit yang sudah masuk Islam yaitu Kertajaya (Brawijaya 4). Abdullah Umdatuddin pun tidak keberatan mantan istrinya itu menikah dengan Kertajaya karena hubungan Abdullah Umdatuddin dengan Kertajaya sangatlah baik, apalagi kerajaan mereka adalah sekutu. Abdullah Umdatudin pun memesan kepada Kertajaya melalui Sunan Ampel, agar Kertajaya mau untuk mendidik anaknya yaitu Raden Fattah seperti mendidik anaknya sendiri. Artinya Raden Fattah dititipkan Abdullah Umdatudin kepada Kertajaya untuk menjadi anaknya sendiri, namun tetap dalam didikan kerajaan yang dipenuhi etika dan tata krama.

    Ibunda Raden Fattah dan juga Raden Fattah diberangkatkan dari Champa bersama dengan wali walisongo yang lain untuk menuju Majapahit. Perjalanan dari Champa menuju Majapahit ditempuh dengan jarak sekitar kurang lebih satu bulan. Setelah tiba beberapa saat di Majapahit, sesuai dengan tujuan pertama, maka Syarifah Zaenab dinikahkan dengan Kertajaya. Pernikahan ini nantinya akan mengundang perdebatan, karena ini jelas tentu akan bertabrakan dengan konsep pernikahan yang biasa dianut keluarga besar walisongo yaitu kafa’ah. Apalagi karena di satu sisi Syarifah Zaenab adalah seorang Ahlul Bait, sedangkan Kertajaya adalah seorang raja yang mualaf dengan keislaman yang tidak semua orang tahu, kecuali beberapa kerabat dekatnya.

    Namun demikian rahasia pernikahan ini hanya Sunan Ampel dan wali wali lainnyalah yang lebih tahu bagaimana ke depannya nanti. Betapa pun demikian konsep pernikahan Kafa’ah antar keluarga besar walisongo tetap terjaga. Namun memang pasca pernikahan ini Islam bisa berkembang dengan pesat berkat lindungan dari Kertajaya dan nanti diteruskan oleh Brawijaya 5 atau Kertabumi. Sayang pernikahan ini tidak lama, karena adanya intrik-intrik yang terjadi dalam keluarga besar Kertajaya, sehingga menyebabkan Syarifah Zaenab dan Raden Fattah tersingkir. Syarifah Zaenab diceraikan Kertajaya, dan setelah masa iddah lewat maka Syarifah Zaenab diserahkan kepada Arya Dillah yang merupakan bawahannya di Palembang. Pernikahan antara Kertajaya dan Syarifah Zaenab tidak menghasilkan keturunan, artinya Kertajaya tidak bisa menghasilkan keturunan lewat rahim Syarifah Zaenab, lagipula kondisi Kertajaya saat itu juga mulai sakit-sakitan.

    Dari pernikahan antara Syarifah Zaenab dengan Arya Dillah lahirlah Raden Husein. Raden Fattah dan adiknya dididik dan dibesarkan di Palembang. Di Palembang pada masa kecil dan dewasa nama Raden Fattah adalah Raden Hasan. Setelah dewasa ia bersama adiknya menuju Pondok Pesantren Ampel untuk belajar kepada pamannya yang bernama Sayyid Ahmad Rahmatullah atau Sunan Ampel. Setelah kurang lebih 3 tahun mereka mondok, maka Raden Fatah mengabdi kepada ayah tirinya sambil membuka sebuah kawasan untuk pusat penyiaran agama Islam yang berada disebuah hutan yang bernama Bintoro.

    ReplyDelete
  8. ISTRI ISTRI RADEN FATTAH

    1. Siti Asyiqah/Dewi Murtasimah binti Sunan Ampel
    2. Putri Randusanga binti Adipati Randusanga
    3. Putri Jipang binti Adipati Jipang
    4. Alwiyah binti Syekh Subakir

    Semua istri Raden Fattah mempunyai keturunan, baik itu laki-laki maupun perempuan, dan semua istri Raden Fattah ini adalah bangsawan-bangsawan yang berasal dari Majapahit serta dari keluarga besar Walisongo. Istrinya adalah perpaduan yang cukup unik, di sinilah Raden Fattah menunjukkan bahwa ia dan juga Walisongo mampu untuk berbaur dan berasimilasi dengan rakyat nusantara pada saat itu. Dan sebelum era Raden Fattah pernikahan dengan pribumi juga telah dilakukan, sehingga Raden Fattah tidaklah merasa sombong dan angkuh walaupun ia seorang sultan dan juga seorang Ahlul Bait Rasulullah SAW.

    ANAK ANAK RADEN FATTAH

    Patih Rodin/Komaruddin/Badruddin
    Sayyid Muhammad Yunus/Sultan Yunus Surya/Raden Surya/Pangeran Seberang Lor1/Adipati Unus 1/Pati Unus 1/Sultan Demak II
    Sayyid Ali/Raden Bagus Surawiyata/Raden Kikin/Pangeran Sekar Seda Lepen
    Syarifah Jamilah/Ratu Mas Nyawa/Putri Gunung Ledang >< menikah dengan Raden Abdul Qodir bin Muhammad Yunus Al Mukhrawi Azmatkhan/Pati Unus 2
    Sultan Ahmad Abdul Arifin/Sultan Trenggono/Sultan Demak III
    Pangeran Purbo
    Raden Bagus Sido Kali
    Dewi Ratih (Menikah dengan Sayyid Amir Hasan bin Sunan Kudus Azmatkhan)
    Radeng Tumenggung Kanduruhan (Senopati Japan Ratu Sumenep)
    Pangeran Sulaiman
    Pangeran Daud
    Pangeran Musa
    Pangeran Yusuf
    Pangeran Muhammad
    Raden Pamekas

    Semua anak Raden Fattah ini mempunyai banyak keturunan yang menyebar di berbagai wilayah Nusantara dan juga beberapa wilayah Asia Tenggara. Dan kelak dari keturunan Raden Fattah ini banyak yang menjadi ulama-ulama besar serta tokoh-tokoh politik dan juga pemimpin bangsa, baik dari bidang pemerintahan politik maupun militer. Mereka semua anak-anak Raden Fattah menyebar luas ke berbagai daerah untuk menyebarkan dakwah Islamiah yang sesuai dengan cita-cita Majelis Dakwah Walisongo yang salah satu anggotanya adalah Raden Fattah. Tidak hanya Raden Fattah, semua keluarga Walisongo keturunannya pun banyak yang mirip dalam hal apapun dengan keluarga besar Raden Fattah.

    RADEN FATTAH DAN WALISONGO

    Banyak fihak yang tidak mengetahui jika Raden Fattah sebenarnya adalah anggota Walisongo. Raden Fattah disamping sebagai Sultan Demak beliau merangkap sebagai anggota Walisongo, terutama Walisongo Periode ke 4 dengan menggantikan Maulana Ahmad Jumadhil Kubro. Sebelumnya tahun 1462 dalam usia 38 tahun, beliau diangkat menjadi Adipati Bintoro oleh Kerajaan Majapahit, dan pada tahun 1465 Masehi dalam usia 41 tahun membangun mesjid Demak dan akhirnya diangkat menjadi Sultan Demak dalam usia 44 tahun pada tahun 1468 Masehi, sehingga setiap keputusan Walisongo, beliau Raden Fattah ikut terlibat sekaligus ikut mengesahkan, karena ia adalah pemimpin Negara. Tidak banyak pemimpin pada masa sekarang yang bisa merangkap dua jabatan seperti ini jika ia tidak punya kemampuan yang kompleks, baik itu tata Negara dan juga agama dan Raden Fattah membuktikan jika ia punya kemampuan seperti itu.

    Adapun Periode Wali Songo Angkatan ke-4 yang dalam masa pemerintahan Raden Fattah terutama pada era tahun 1466 – 1513 M, terdiri dari:

    Sunan Ampel Azmatkhan, asal Champa, Muangthai Selatan (w.1481)
    Sunan Giri Azmatkhan, asal Belambangan, Banyuwangi, Jatim (w.1505)
    Raden Fattah Azmatkhan, asal Majapahit, Raja Demak pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra (wafat tahun 1518)
    Fathullah Khan/Fatahillah Azmatkhan (Falatehan), asal Cirebon pada tahun 1465 menggantikan Maulana Muhammad Al-Maghrabi (wafat 1573)
    Sunan Kudus Azmatkhan, asal Palestina (wafat tahun 1550)
    Sunan Gunung Jati Azmatkhan, asal Palestina (wafat tahun 1567)
    Sunan Bonang Azmatkhan, asal Surabaya, Jatim (wafat 1525)
    Sunan Derajat Azmatkhan, asal Surabaya, Jatim (wafat 1533)
    Sunan Kalijaga Azmatkhan, asal Tuban, Jatim (wafat tahun 1513)

    ReplyDelete
  9. GURU GURU RADEN FATTAH

    Semua anggota Walisongo, terutama yang usianya di atas Raden Fattah adalah guru dari Raden Fattah. Salah satunya gurunya yang paling dekat dengan Raden Fattah adalah Sunan Ampel dan Sunan Kudus. Sunan Ampel adalah paman beliau karena ibu Raden Fattah adalah adik dari Sunan Ampel, sedangkan Sunan Kudus adalah disamping sebagai ulama beliau juga merangkap sebagai Panglima Perang, Penasehat Militer, Naqib Nasab Walisongo, dan mendapat julukan Waliyul ilmi, karena begitu tingginya ilmu pengetahuan yang beliau miliki. Guru lain yang beliau miliki adalah ayah tiri beliau yaitu Arya Dillah, saat beliau masih berada di Palembang. Arya Dillah ini juga terkenal sebagai seorang pemimpin Palembang, namun juga menguasai ilmu-ilmu agama.

    MAZHAB RADEN FATTAH

    Raden Fattah adalah produk dari keluarga besar Walisongo, sehinga setiap yang menjadi keputusan beliau baik itu yang bersifat agama atau umum selalu berdasarkan musyawarah Walisongo. Dasar ajaran Raden Fattah adalah Islam Ahlusunnah Wal Jama’ah, dengan bermazhabkan kepada Imam Syafi’i dan ini sesuai dengan konsep dan ajaran Walisongo. Thariqoh beliau juga berdasarkan Thariqohnya keluarga besar Alawiyyin. Pada masa Raden Fattah aliran islam Ahlussunah wal Jama’ah disebarkan dengan nilai-nilai kasih sayang serta toleransi yang tinggi.

    MASA PEMERINTAHAN RADEN FATTAH

    Membuat UUD Kesultanan Demak yang bernama Jughul Mudha
    Mendirikan Masjid Agung Demak sebagai sentral penyebaran Islam dan pusat pemerintahan
    Membuka Hutan Glagah wangi untuk dijadikan pemukiman yang bernama Bintoro
    Menyebarkan Islam dengan damai sesuai dengan Thariqah Walisongo
    Memindahkan ke Demak beberapa pusaka, dan beberapa bangunan Majapahit yang terlantar
    Tidak mengadakan konfrontasi dengan Majapahit pada masa era Brawijaya 5
    Tidak Menyerang umat Budha dan Hindu yang hidup di bawah wilayah Kesultanan Demak
    Menerapkan toleransi yang tinggi terhadap agama lain dengan membiarkan agam lain beribadah dan menjaga bangunan-bangunan agama lain yang sudah ada (kelenteng, kuil, candi)
    Berperang dengan Majapahit era Dyah Ranawijaya (Brawijaya 6) disebabkan majapahit versi Brawijaya 6 menyerang Giri Kedaton
    Mematahkan kerjasama antara Brawijaya VII (Prabu Udara) dengan Portugis yang akan menjual negara bila berhasil mengalahkan dan mematahkan Islam
    Menjalin Kerjasama poros politik dengan Kesultanan Cirebon, Banten, Palembang, Malaka
    Melibatkan penuh peran walisongo dalam segala keputusan kepemerintahan
    Menyebarkan Islam dengan cara damai kepada masyarakat Jawa
    Menjadikan Demak sebagai Negara Islam pertama di Jawa
    Diangkat sebagai Sultan pada Kesultanan Demak oleh walisongo dan beliau diangkat bukan karena berdasarkan dia anak tiri kertajaya atau juga Kertabumi, namun karena kemampuan agama, politik dan militernya yang menonjol

    KRATON KESULTANAN DEMAK

    Keraton Kesultanan Demak bukanlah seperti bangunan mewah, ia hanya merupakan sebuah gedung bahkan rumah biasa yang ditempati oleh Raden Fattah dan keluarganya. Raden Fattah memiliki hidup yang sederhana, ia tidak terbiasa dengan kehidupan mewah, jadi kraton milik beliau itu ya rumah beliau itu, sedangkan pertemuan kenegaraan atau pertemuan dengan walisongo dilakukan di Mesjid Demak. Jadi Kraton yang sesungguhnya dari Raden Fattah adalah Mesjid Demak, yang merupakan bangunan multi fungsi, baik dia sebagai tempat ibadah maupun untuk kegiatan kegiatan lainnya.

    ReplyDelete
  10. KONTROVERSI TERHADAP RADEN FATTAH

    Dituduh sebagai anak durhaka karena menyerang Majapahit era Brawijaya 5, padahal runtuhnya Majapahit itu karena serangan Dyah Ranawijaya (menantu Brawijaya 5 atau ipar tiri dari Raden fattah)
    Dituduh telah meruntuhkan kehebatan peradaban nenek moyangnya
    Dituduh sebagai anak haram dari Brawijaya 5
    Dianggap sebagai biang kerok runtuhnya agama terdahulu yang sudah lebih dulu eksis
    Ibunya dituduh sebagai seorang selir dan putri china, padahal ia muslimah sejati
    Dituduh lahir dari identitas yang tidak jelas
    Dituduh untuk ambisi dan mendesak Sunan Ampel untuk menyerang majapahit
    Berusaha dihilangkan peran dan sejarah hidupnya dalam sejarah Majapahit
    Lebih dimunculkan mitos dan legendanya daripada peran keislamannya
    Dituduh tidak mempunyai anak laki-laki (tidak memiliki keturunan)
    Sengaja dihilangkan asal usul keluarganya yang berasal dari nasab Keluarga Besar walisongo
    Ditonjolkannya sisi lain yang tidak ada hubungan dengan hidupnya agar peran sentral sebelumnyalah yang menjadi acuan dalam menilai sejarah demak, bukan dari keluarga besar Walisongo
    Dituduh bahwa anak-anak dan cucu-cucunya terlibat konflik berdarah karena perebutan tahta, padahal selama hidupnya Raden Fattah telah mengajarkan kehidupan sufi kepada anak dan cucunya
    Menuduh walisongo dimasa Beliau adalah orang-orang yang telah telah menyebabkan hilangnya sebuah Negara besar yang sudah mapan

    KEWAFATANNYA

    Beliau wafat pada usia yang cukup sepuh yaitu 94 tahun, pada hari Selasa tanggal 11 Sya’ban Tahun 924 Hijriah atau bertepatan pada tanggal 18 Agustus Tahun 1518 Masehi dan dimakamkan disamping Mesjid Demak berdampingan dengan istri, anak dan beberapa kerabatnya. Dengan diiringi kesedihan dari ribuan rakyat Demak, dan diiringi anggota Majelis Dakwah Walisongo saat itu, maka Sang Pendobrak Yang Berani itu akhirnya kembali keharibaan Allah SWT dengan tenang. Semoga amal ibadahnya diterima disisi Allah SWT.

    Wallahu A’lam Bisshowab

    DAFTAR PUSTAKA

    RUJUKAN UTAMA
    Sayyid Baharudin Azmatkhan & Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, KITAB NASAB ENSIKLOPEDIA NASAB ALHUSAINI, halaman 105 bab Raden Fattah, Penerbit Madawis tahun 2011.

    ReplyDelete