Hotel Natour dharma deli di jalan Balai Kota Medan |
Gambaran Umum Kota Medan
Sebagai
salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan,
fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional.
Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan sering digunakan
sebagai barometer dalam pembangunan dan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Bentor di salah satu sudut jalan di kota medan |
Secara
umum ada 3 (tiga) faktor utama yang mempengaruhi kinerja pembangunan kota, (1)
faktor geografis, (2) faktor demografis dan (3) faktor sosial ekonomi. Ketiga
faktor tersebut biasanya terkait satu dengan lainnya, yang secara simultan
mempengaruhi daya guna dan hasil guna pembangunan kota termasuk pilihan-pilihan
penanaman modal (investasi).
Sesuai
dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah
melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan
mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas
Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat
Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara
Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi
tiga kali lipat.
Melaui
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian
mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan
dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui
Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986,
Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan.
Kawasan Kesawan Square yang sudah kesohor |
Perkembangan
terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara
Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7
Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan
di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan
kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan
perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis,
demografis dan sosial ekonomis.
Di
samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka,
Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk)
kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar
negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong
perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah
terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
Secara
administratif , wilayah kota medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan
Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur.
Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang
diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten
Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam
(SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis
kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli
Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan,
Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan kota Medan
secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang
sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah
sekitarnya.
Sun Plaza yang terletak di kawasan petisah tengah Medan |
Penduduk
Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis,
budaya dan keragaman (plural) adapt istiadat. Hal ini memunculkan karakter
sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota
Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi.
Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana
tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran
dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses
penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan
perubahan social ekonominya. Di sisi lain adanya faktor perbaikan gizi,
kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.
Dalam
kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu
proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian
tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada
tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola
berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan
oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan
oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat.
Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.
Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.
Komponen
kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika social
yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya
tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya
arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus
ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.
Pada
akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak
banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak
banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi.
\
Sumber tulisan : http://www.pemkomedan.go.id/
No comments:
Post a Comment