\Kompleks Makam Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno (1718-1727 M) merupakan salah satu kekayaan arkeologi di Kota Palembang. Kompleks ini terdapat di kawasan Kelurahan 1 Ilir, Kecamatan Ilir Timur (IT) II, berbatasan dengan lingkungan PT Pusri (ada sebuah masjid, yaitu Masjid Sultan Agung yang menjadi jarak antara).
Karena perkembangan
kota, letak kompleks makam yang merupakan bagian dari Kota Plembang
Lamo ini sekarang bersebelahan pula dengan Kantor Kelurahan 1 Ilir
(sebelah selatan). Sebagaimana layaknya kompleks pemakaman kuno lain di
Palembang, Kompleks Makam Sultan Agung berjarak sekitar 45 meter dari
tepian sungai, yaitu Sungai Musi. Posisi tanahnya pun lebih tinggi
dibandingkan dengan tanah di sekitarnya.
Sultan
ketiga di Kesultanan Palembang Darussalam berikut tokoh-tokoh lain yang
dimakamkan di kompleks yang sama ini wafat sebelum Kompleks Kawah
Tekurep selesai dibangun. Dengan demikian, makamnya pun terpisah dari
kompleks makam Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo itu.
Di
kompleks makam ini, terdapat dua deret makam, yaitu deretan di sebelah
utara dan selatan yang masing-masing terdiri atas empat makam. Makam di
deretan utara, satu makam utama karena letak tanahnya lebih tinggi
dibandingkan makam-makam lainnya saat ini dibangun pula semacam bangunan
pelindung?adalah makam Sultan Agung. Makam ini diapit oleh dua makam
yang nama di nisannya tidak terbaca.
Ditambah
pula dengan satu makam nisan dari unglen dan kini dalam kondisi genting
yang juga tidak diketahui namanya. Di kelompok makam kedua, terdapat
satu makam yang dikenal, yaitu Raden Tubagus Karang. Tokoh ini adalah
panglima perang dari Banten, kakak kandung Raden (Tu)Bagus Kuning yang
makamnya berada di kawasan Patrajaya, bersebelahan dengan Kompleks
Pertamina Baguskuning, Kelurahan Baguskuning, Kecamatan Plaju.
Sultan
Agung memerintah di Kesultanan Palembang Darussalam selama hampir
sepuluh tahun sebelum Kekuasaan dikembalikan kepada Pangeran Jayo
Wikramo atau Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo pada tahun 1727 M.
Proses peralihan kekuasaan pada masa ini cukup menarik. Sultan Muhammad
Mansyur Jayo Ing Lago (1706-1718 M) merasa bahwa harus turun tahta, dia
menyerahkan tahta di Kraton Beringin Janggut.
Saat
itu, putra-putranya masih sangat muda. Karena itu, tahta diserahkannya
kepada adiknya, yang kemudian dikenal sebagai Sultan Agung Komaruddin
Seri Teruno. Pangeran Jayo Wikramo akhirnya meninggalkan Palembang dan
bertualang di wilayah Nusantara hingga mencapai Negeri Cina.
Saat
berada di Malaysia, pada tahun 1727, dia merasa sudah memiliki cukup
kekuatan untuk ?mengambil kembali? haknya. Sejarah mencatat, penyerahan
kembali tampuk kekuasaan dari Sultan Agung Komaruddin Seri Teruno kepada
kemenakannya itu berlangsung damai.
Sumber : http://www.palembang.go.id/
No comments:
Post a Comment