CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.

03 September 2013

Gubah Ki Ranggo Wiro Sentiko / Gubah Penganten

Gubah Ki Ranggo Wiro Sentiko / Gubah Penganten
Gubah Ki Ranggo Wiro Sentiko atau yang biasa dikenal dengan Gubah Penganten merupakan salah satu bangunan bersejarah di kota Palembang. Terletak di Jl. Talang Keranggo tepat dibelakang kantor CPM lama. Usianya yang sudah cukup tua, membuatnya seolah sudah terlupakan.

Banyak cerita mitos yang beredar tentang gubah ini yang menceritakan tentang kematian tragis sepasang penganten yang baru menikah. Alkisah tersebutlah sepasang penganten yang baru menikah, keduanya meskipun saling mencintai namun tidak berani menunjukkannya secara terang-terangan sesuai dengan budaya Palembang di kala itu. Ketika malam datang dan mereka duduk berduaan, keduanya masih menunjukkan sifat malu-malu. Yang wanita membelakangi sang pria, yang pria tidak berani berbicara ataupun menyentuh sang wanita. Pada saat ada seekor nyamuk hinggap di punggung wanita tersebut, sang suami pun masih tak berani mengusirnya dengan tangan. Akhirnya ia mencabut keris yang terselip dipinggangnya dengan maksud mengusir nyamuk itu dengan kerisnya. Namun ia lupa, bahwa keris yang terselip dipinggangnya mengandung bisa yang sangat keras. Tak sengaja bilah tajam keris tersebut menggores kulit sang wanita dan meninggalkan racun yang mematikan. Tak lama kemudian wanita tersebut pun mati keracunan. Takut dihantui rasa bersalah sang pria akhirnya memutuskan untuk ikut mengakhiri hidupnya dengan menghujamkan keris yang sama yang telah membunuh istrinya.

Begitulah cerita mitos itu berkembang, tak tahu siapa yang memulai dan bagaimana cerita tersebut berasal. Hingga akhirnya masyarakat sekitar lebih mengenal gubah tersebut sebagai Gubah Penganten.

Padahal gubah tersebut merupakan tempat dimakamkannya salah seorang tokoh dari masa Kesultanan Palembang Darussalam yaitu di masa kekuasaan Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (SMB I). Tokoh tersebut juga yang membangun komplek pemakaman di daerah Lemah Abang yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kawah Tekurep. Beliau adalah Ki Ranggo Wiro Sentiko yang juga menjabat sebagai menteri di masa SMB I.

Asal mula dibangunnya Gubah Ki Ranggo Wiro Sentiko, yaitu ketika ia mendengar keinginan Sultan Mahmud Badaruddin untuk memiliki sebuah pemakaman. Oleh karena itu, bergegaslah beliau membangunkan sebuah gubah di tanah Talang dengan maksud menyenangkan hati sang Sultan.

Begitu selesai gubah tersebut, diberitahukannya kepada Sultan dan mereka sama-sama pergi melihat hasilnya. Namun setelah di amat-amati oleh baginda, bertitahlah ia kepada Ki Ranggo Wiro Sentiko, “Sungguh bagus kerjaanmu itu, Sentik. Tetapi gubah itu untuk perempuan kau perbuatkan. Bukan untuk aku, sebab memakai sumping. Sebab itu, ambil sajalah untukmu.”

Semenjak itu, gubah tersebut digunakan oleh Ki Ranggo Wiro Sentiko beserta keluarga dan para keturunannya. Tercatat beberapa nama anggota keluarga beliau yang dimakamkan di sana. Di antaranya yaitu Kemas Demang Wiro Sentiko Adenan, salah seorang cicit beliau yang juga menjadi adik ipar dari Sultan Mahmud Badaruddin Raden Hasan Pangeran Ratu (SMB II). Di masa beliau hidup, ia menetap di daerah Sungi Goren, Kecamatan 1 Ulu Palembang. Sehingga anak cucu beliau saat ini banyak yang menetap di sana, meskipun sebagian sudah banyak yang merantau ke daerah lain.

Gubah tersebut selesai dibangun tahun 1152 H atau tahun 1739 M, dan saat ini usianya sudah 273 tahun atau hampir 3 abad namun luput dari perhatian pemerintah kota Palembang. Hanya para keturunannya saja yang peduli hingga saat ini yang menjaga gubah tersebut dari tangan-tangan jahil para pendatang yang mulai membangun perumahan di sekitar areal makam. Semoga bangunan ini bisa tetap lestari sebagai salah satu tanda kebesaran dan keemasan zaman Kesultanan Palembang Darussalam.

Oleh Megatian Ananda Kemas, S.Psi

Daftar Pustaka

Akib, RM. 1930. Sejarah Melayu Palembang: Bandung. Druuk Ekonomi

http://kesultanan-palembang.blogspot.co.id/

No comments:

Post a Comment