CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.

02 January 2007

Adat Pernikahan Palembang Yang Mulai Tersisih DI Tengah Kemajuan Zaman.

Adat perkawinan Palembang adalah suatu pranata yang dilaksanakan berdasarkan budaya dan aturan Palembang. Melihat adat perkawinan Palembang, jelas terlihat bahwa busana dan ritual adatnya mewariskan keagungan serta kejayaan raja-raja dinasti Sriwijaya yang mengalaimi keemasan berpengaruh di Semananjung Melayu berabad silam. Pada zaman kesultanan Palembang berdiri sekitar abad 16 lama berselang setelah runtuhnya dinasti Sriwijaya, dan pasca Kesultanan pada dasarnya perkawinan ditentukan oleh keluarga besar dengan pertimbangan bobot, bibit dan bebet. Pada masa sekarang ini perkawinan banyak ditentukan oleh kedua pasang calon mempelai pengantin itu sendiri. Untuk memperkaya pemahaman dan persiapan pernikahan, berikut ini uraian tata cara dan pranata yang berkaitan dengan perkawinan Palembang. Di mana akan di uraikan Sebelum pernikahan, saat pernikahan dan setelah pernikahan. Sumber tulisan di ambil dari berapa artikel, wawancara dan pengalaman pribadi :

1. SEBELUM PERNIKAHAN

Madik
Bagian pertama rangkaian prosesi pernikahan adat Palembang adalah Madik. Berasal dari kata bahasa Jawa Kawi yang berarti mendekat atau pendekatan. Madik adalah suatu proses penyelidikan atas seorang gadis yang dilakukan oleh utusan pihak keluarga pria.Tujuannya untuk perkenalan, mengetahui asal usul serta silsilah keluarga masing-masing serta melihat apakah gadis tersebut belum ada yang meminang.

Pada zaman dahulu madik di lakukan pihak pria apabila ada kesukaan yang di lihat oleh seorang pria atas wanita di mana telah terjadi pertemuan sebelumnya seperti pria yang melihat dan tertarik pada seorang wanita pada acara cawisan atau fatayat, karena ketertatikan inilah maka pihak pria akan mengirimkan utusannya. Yang kebanyakan utusan tersebut adalah perempuan yang bisa melihat langsung wanita yang sedang di padik baik dari fisik maupun keterampilan (seperti mengaji Al Quran, Masak, Menjahit dan keterampilan lainnya) tetapi terkadang ada pula utusan adalah seorang pria.

Pertama-tama keluarga calon mempelai laki-laki mengadakan observasi atau pengamatan terhadap calon mempelai wanita dan keluarganya. Begitu juga sebaliknya, keluarga calon mempelai wanita mengadakan pengamatan juga terhadap calon mempelai laki-laki dan keluarganya.

Dalam pengamatan ini untuk mengetahui asal-usul, silsilah, dan gelarnya masing-masing. Gelar suku Palembang ada empat (4) tingkatan, antara lain:
Laki-laki Perempuan
Raden Raden Ayu
Masagus Masayu
Kemas Nyimas
Kiagus Nyayu

Tetapi pada saat sekarang madik sudah jarang di lakukan dan sudah jarang terdengan tetapi mungkin di sebagian masyarakan asli Palembang masih di lakukan dan madik ini juga di lakukan juga oleh dari keturunan Arab mereka lakukan pada saat adanya acara Gambusan ataupun sambrahan/bedana.

Untuk masyarakat Palembang sendiri saat ini madik sepertinya tidak di pakai lagi karena seiring perkembangan zaman tetapi yang masih seirng terjadi adalah “Rasan Tuo” di mana dari dua keluarga pihak pria dan wanita menjodohkan anak mereka masing-masing denagn tujuan untuk mempererat tali keutuhan keluarga.

Menyengguk
Menyengguk atau sengguk berasal dari bahasa Jawa kuno yang artinya memasang "pagar" agar gadis yang dituju tidak diganggu oleh sengguk (sebangsa musang, sebagai kiasan tidak diganggu perjaka lain). Menyengguk dilakukan apabila proses Madik berhasil dengan baik, untuk menunjukkan keseriusan, keluarga besar pria mengirimkan utusan resmi kepada keluarga si gadis.Utusan tersebut membawa tenong atau sangkek terbuat dari anyaman bambu berbentuk bulat atau segi empat berbungkus kain batik bersulam emas berisi makanan, dapat juga berupa telor, terigu, mentega, dan sebagainya sesuai keadaan keluarga si gadis.

Ngebet
Bila proses sengguk telah mencapai sasaran, maka kembali keluarga dari pihak pria berkunjung dengan membawa tenong sebanyak 3 buah, masing-masing berisi terigu, gula pasir dan telur itik. Pertemuan ini sebagai tanda bahwa kedua belah pihak keluarga telah "nemuke kato" serta sepakat bahwa gadis telah 'diikat' oleh pihak pria. sebagai tanda ikatan, utusan pria memberikan bingkisan pada pihak wanita berupa kain, bahan busana, ataupun benda berharga berupa sebentuk cincin, kalung, atau gelang tangan.

Untuk adat menyengguk dan ngebet sudah sangat jarang di lakukan pada karenakan pergerseran dan kemajuan zaman, untuk negbet pada saat sekarang sama seperti “tunangan”.

Berasan
Berasal dari bahasa Melayu artinya bermusyawarah, yaitu bermusyawarah untuk menyatukan dua keluarga menjadi satu keluarga besar. Pertemuan antara dua pihak keluarga ini dimaksudkan untuk menentukan apa yang diminta oleh pihak si gadis dan apa yang akan diberikan oleh pihak pria. Pada kesempatan itu, si gadis berkesempatan diperkenalkan kepada pihak keluarga pria. Biasanya suasana berasan ini penuh dengan pantun dan basa basi. Setelah jamuan makan, kedua belah pihak keluarga telah bersepakat tentang segala persyaratan perkawinan baik tata cara adat maupun tata cara agama Islam. Pada kesempatan itu pula ditetapkankapan hari berlangsungnya acara "mutuske kato". Dalam tradisi adat Palembang dikenal beberapa persyaratan dan tata cara pelaksanaan perkawinan yang harus disepakati oleh kedua belah pihak keluarga, baik secara syariat agama Islam, maupun menurut adat istiadat. Menurut syariat agama Islam, kedua belah pihak sepakat tentang jumlah mahar atau mas kawin, Sementara menurut adat istiadat, kedua pihak akan menyepakati adat apa yang akan dilaksanakan apakah ; 

adat Berangkat Tigo Turun,
adat Berangkat duo Penyeneng,
adat Berangkat Adat Mudo,
adat Tebas, ataukah
adat Buntel Kadut (Pihak pria memberikan uang baik untuk gegawan, acara sampai selesai).
dimana masing-masing adat memiliki perlengkapan dan persyaratan tersendiri.

Setelah mengetahui hal-hal yang paling kecil sekalipun, maka keluarga calon mempelai laki-laki mengutus beberapa orang untuk melamar pada pihak keluarga calon mempelai wanita. Utusan ini dipimpin oleh seorang yang pandai berbicara, baik masalah adat maupun masalah-masalah yang lainnya.

Rombongan utusan ini membawa sangkek-sangkek yang berisi bahan-bahan mentah, seperti: Gula, gandum, telur, dan lain-lain. Jumlah sangkek-sangkek ini selalu ganjil, yaitu: tiga, lima, tujuh, dan seterusnya. Jumlah sangkek-sangkek ini juga menunjukkan tingkat kemampuan sosial ekonomi dari keluarga pihak mempelai laki-laki.

Mutuske Kato
Acara ini bertujuan kedua pihak keluarga membuat keputusan dalam hal yang berkaitan dengan:"hari ngantarke belanjo" hari pernikahan, saat Munggah, Nyemputi dan Nganter Penganten, Ngalie Turon (Munggah 2 kali di tempat laki-laki & perempuan), Becacap atau Mandi Simburan dan Beratib. Untuk menentukan hari pernikahandan acara Munggah, lazim dipilih bulan-bulan Islam yang dipercaya memberi barokah bagi kedua mempelai kelak yakni bulan Robiul Awal, Robiul Akhir, Jumadilawal, Jumadilakhir. Bulan-bulan tersebut konon dipercayah bahwa bulan purnama sedang cantik-cantiknya menyinari bumi sehingga cahayanya akan menjadi penerang kehidupan bagi kedua mempelai secerah purnama. Saat 'mutuske kato' rombongan keluarga pria mendatangi kediaman pihak wanita dimana pada saat itu pihak pria membawa 7 tenong (Sangkek susun 3) yang antara lain berisi gula pasir, terigu, telur itik, pisang dan buah-buahan. Selain membuat keputusan tersebut, pihak pria juga memberikan (menyerahkan) persyaratan adat yang telah disepakati saat acara berasan. sebagai contohnya, bila sepakat persyaratan adat Duo Penyeneng, maka pihak pria pada saat mutoske kato menyerahkan pada pihak gadis dua lembar kemben tretes mider, dua lembar baju kurung angkinan dan dua lembar sewet songket cukitan. Berakhirnya acara mutuske kato ditutup dengan doa keselamatan dan permohonan pada Allah SWT agar pelaksanaan perkawinan berjalan lancar. Disusul acara sujud calon pengantin wanita pada calon mertua, dimana calon mertua memberikan emas pada calon mempelai wanita sebagai tanda kasihnya. Menjelang pulang 7 tenong pihak pria ditukar oleh pihak wanita dengan isian jajanan khas Palembang untuk dibawa pulang.

Nganterke Belanjo

Nganter Belanjoan
Prosesi nganterke belanjo biasanya dilakukan sebulan atau setengah bulan bahkan beberapa hari sebelum acara Munggah. Prosesi ini lebih banyak dilakuakn oleh kaum wanita, sedangkan kaum pria hanya mengiringi saja. Uang belanja (duit belanjo) dimasukan dalam ponjen warna kuning dengan atribut pengiringnya berbentuk manggis. Hantaran dari pihak calon mempelai pria ini juga dilengkapi dengan nampan-nampan (disebut juga “Dulang” yaitu tempat nasi pada saat sedekahaan yang terbuat dari kayu) paling sedikit 12 buah berisi aneka keperluan pesta, antara lain berupa terigu, gula, buah-buahan kaleng, hingga kue-kue dan jajanan. Lebih dari itu diantar pula'enjukan' atau permintaan yang telah ditetapkan saat mutuske kato, yakni berupa salah satu syarat adat pelaksanaan perkawinan sesuai kesepakatan. Bentuk “gegawaan” yang juga disebut masyarakat Palembang 'adat ngelamar' dari pihak pria (sesuai dengan kesepakatan) kepada pihak wanita berupa sebuah ponjen warna kuning berisi duit belanjo yang dilentakan dalam nampan, sebuah ponjen warna kuning berukuran lebih kecil berisi uang pengiring duit belanjo, 14 ponjen warna kuning kecil diisi koin-koin logam sebagai pengiring duit belanjo, selembar selendang songket, baju kurung songket, sebuah ponjen warna kuning berisi uang'timbang pengantin' 12 nampan berisi aneka macam barang keperluan pesta, serta kembang setandan yang ditutup kain sulam berenda.

Total gegawan yang di bawa pada saat naganterke belanjo adalah sebanyak 24 nampan/dulang terdiri dari 12 nampan berisi kebutuhan makan dan 12 nampan untuk kebutuhan dan perlengkapan pengantin, dan dulu biasanya yang melakukan nganterke belanjo bisanya untusan dari keluarga mempelai laki-laki dan orang tua dari calon mempelai laki-laki itu sendiri tidak mengikuti acara tersebut ini bertujan mempercayakan sesuatu yang di bawa atau di antar ke calon mempelai perempuan akan sampai (pemupukan rasa percaya).

Salah satu adat yang ada dan sempat di lihat adalah pada saat penerimaan pihak calon mempelai perempuan mempersiapkan tadok “berunang” (bakul besar seperti bakul cina) untuk tempat penerimaan dimana barang-barang yang di terima di masukan seluruhnya kesana dan setelah selesai langsung di ikat dan di bawa masuk.

Untuk tempat uang sekarang sudah jarang dilihat yang menggunakan ponjen tetapi digantikan dengan manggis (Manggis di buat dari kertas manggis di bentuk kotak persegi tetapi memiliki sudut yang berbeda di keempat sisinya) sekarang biasanya manggis besar disi untuk uang belanja dan di iringi dengan manggis kecil yang berisi uang logam yang jumlahnya terkadang 12 s/d 14 buah.

Persiapan Menjelang Akad Nikah
Ada beberapa ritual yang biasanya dilakukan terhadap calon pengantin wanita yang biasanya dipercaya berkhasiat untuk kesehatan kecantikan, yaitu betangas. Betangas adalah mandi uap, kemudian Bebedak setelah betangas, dan bepacar.
Dulunya kegiatan ini di lakukan seseorang yang bertindak sebagi pelayang pengantin yang bertindak sebagai “Temu Jero” di mana seluruh kegiatan di atas di lakukan oleh beliau selama beberapa hari tersebut sampai dengan acara terakhir yaitu ratiban.

Betangas.
Merupakan mandi uap dengan ramuan rempah-rempah dimana kita duduk diatas kursi atau tempat yang telah di sediakan dan di bawah tempat duduk tersebut di berikan uap dari rebusan rempah-rempah, para calon pengantin menggunakan kain untuk menutupi seluruh badan kecuali muka, bahkan sebagian calon pengantin menutup secara keseluruhan.

Betangas ini bertujuan untuk mengeluarkan keringat dan membersihkan pori-pori biar pada saat hari H diharapkan tidak banyak mengeluarkan keringat dan bau.

Bebedak
Bebedak istilah untuk mendandai calon penganten secantik mungkin dari tatanan rambut, muka badan kaki tangan dan keseluruhannya.

Bepacar
Berpacar (berinai) yang diberikan pada seluruh kuku kaki dan tangan dan juga telapak tangan dan kaki yang disebut pelipit. Pacar ini juga menandakan bahwa mereka akan memasuki kehidupan baru sebagai pasangan rumah tangga.

Ada satu lagi kegiatan yang di fungsikan untuk mengetahui dan menelusuri silsiah dan ini biasanya dilakukan beberapa hari sebelum akad nikah yaitu ziarah.


2. PERNIKAHAN

Upacara Akad Nikah
Menyatukan sepasang kekasi menjadi suami istri untuk memasuki kehidupan berumahtangga. Upacara ini dilakukan dirumah calon pengantin pria, seandainya dilakukan dirumah calon pengantin wanita, maka dikatakan 'kawin numpang'. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan masa, kini upacara akad nikah berlangsung dikediaman mempelai wanita. Sesuai tradisi bila akad nikah sebelum acara Muggah, maka utusan pihak wanita terlebih dahulu ngantarke keris ke kediaman pihak pria.

Puade Pengantin

Pada zaman dahulu juga pada saat akad nikah ada timbangan dan kitab suci dimana Al Quran yang berarti rumah tangga untuk menjalankan syariat agama dan berlaku adil, dan karena berucap di depan Al Quran dan timbangan pada zaman dahulu jarang sekali terjadi perceraian karena takut kualat karena telah berucap.

Bila akad nikah ini dilakukan jauh hari sebelum acara munggah dan akad nikah tersebut di lakukan di tempat pengantin perempuan maka pengantin pria akan pulang ke rumahnya, dan kembali saat pagi seelum acara munggah.

Ngocek Bawang
Ngocek Bawang diistilahkan untuk melakukan persiapan awal dalam menghadapi hari munggah. Pemasangan tapup, persiapan bumbu-bumbu masak dan lain sebagainya disiapkan pada hari ini. Ngocek bawang kecik ini dilakukan dua hari sebelum acara munggah.

Selanjutnya pada esok harinya sehari sebelum munggah, dilakukan acara ngocek bawang besak. Seluruh persiapan berat dan perapian segala persiapan yang belum selesai dikerjakan pada waktu ini. Daging, ayam dan lain sebagainya disiapkan saat munggah, mengundang (ngulemi) ke rumah besannya, dan si pihak yang di ulemi pada masa ngocek bawang wajib datang, biasannya pada masa ini diutus dua oarang yaitu wanita dan pria.

Munggah
Prosesi ini merupakan puncak rangkaian acara perkawinan adat Palembang. Selain melibatkan banyak pihak keluarga kedua mempelai, juga dihadiri para tamu undangan. Munggah bermakna agar kedua pengantin menjalani hidup berumah tangga selalu seimbang atau timbang rasa, serasi dan damai. Pelaksanaan Munggah dilakukan dirumah kediaman keluarga pengantin wanita. Sebelum prosesi Munggah dimulai terlebih dahulu dibentuk formasi dari rombongan pria yang akan menuju kerumah kediaman keluarga pengantin wanita. Sebelum prosesi Munggah dimulai terlebih dahulu dibentuk formasi yang akan berangkat menuju rumah pengatin wanita. Formasi itu adalah :
Kumpulan (grup) Rudat
yang di arak hanya pengantin laki-laki saja

Pada saat pengantin lelaki di antar kembali ke tempat pengantin prempuan sebelum acara munggah dan diarak pakai rebana. Mempelai laki-laki diantar oleh keluarganya dengan membawa barang-barang, dari bahan makanan sampai pakaian, yang diletakkan di dalam nampan atau hidangan, namanya “gawaan”.

Mempelai laki-laki didampingi seorang pendamping, yang membawa bunga langsir. Ini melambangkan penyerahkan dari pihak laki-laki untuk diterimakannya menjadi keluarga pada pihak wanita. Arak-arakan ini dinamakan “munggah”.

Kuntau (Pencak Silat) & Pembawa Bunga Langsih

Pada saat kedatangan ini biasanya di awali dengan berbalas pantun dan atraksi buka palang pintu dari pencak silat, dan Pengatin Pria yang diapit oleh kedua orang tua, dua orang pembawa tombak, seorang pembawa payung pengantin, didampingi juru bicara, pembawa bunga langsih dan pembawa ponjen adat serta pembawa hiasan adat dan gegawan ,yang terpenting dari kedatangan ini adalah bunga langsih (bunga yang di maksud terserah jenis bungnya apa yang penting enak di pandang dan sekarang banyak juga yang mengganti bunga langsih ini dengan bunga plastic) yang harus di bawa karena kalau tidak ada pengantin tidak akan dapat masuk kerumah pengantin perempuan.

Pada saat sampai ini maka pengantin perempuan akan memberikan kain tajung dan kemeja kepada pengantin pria “Pemapak” dan dibuatkan “jerambah” (kain panjang biasa atau dari selendang songket yang di bentangkan dari pintu masuk sampai ke pintu kamar pengantin).

Cacap-cacapan & Suap-suapan
Pada saat sepasang pengantin ini keluar mereka menggunakan pakaian khas Palembang yaitu aesan Pak Sangkong atau aesan gede :
Aesan Pak Sangkong
pak sangkong

Salah satu gaya busana pengantin adat Palembang adalah Aesan Pak Sangkong. Busana macam ini juga digunakan sebagai Busana Pengantin adat diwilayah Ogan Komering Ilir (OKI) dan Ogan Ilir, Sumatera Selatan (ini kampung emak dan ayah saya). Pengantin wanita mengunakan baju kurung warna merah tabur bunga bintang keemasan, kain songket lepus, teratai penutup dada serta hiasan kepala berupa mahkota Pak Sangkong, Kembang goyang , kelapo standan, kembang kenago dan perhiasan mewah keemasan. Pengantin pria berjubah motif tabor bunga emas, seluar (celana) pengantin, songket lepus, selempang songket serta songkok emas menhiasi kepala.

Keindahan detil busana serta kilau perhiasan keemasan merupakan keistimewaan busana pengantin palembang Aesan Pak Sangkong. Warna merah ningrat pada baju kurung dan songket bersulam emas sungguh memikat, sebagai tanda keagungan warisan karya budaya semasa kejayaan bumi Sriwijaya.

Aesan Gede

aesan gede

Salah satu busana pengantin adat Palembang adalah gaya Aesan Gede. Sebagaimana namanya busana ini merupakan busana kebesaran raja Sriwijaya yang kemudian diterjemahkan sebagai busana pengantin Palembang. Warna merah jambu (pink) dipadu dengan keemasan mencerminkan keagungan bangsawan. Gemerlap perhiasan dan mahkota dipadukan baju dodot dan kain songket mempertegas keagungannya.
Keindahan gaya busana aesan gede memang tak terbantahkan. Mencitrakan keanggunan sosok bangsawan. Gemerlap perhiasan warnah merah keemasan tentunya menjadi pusat perhatian. Mahkota Aesan Gede, bungo cempako, kembang goyang, kelapo standan, merefeksikan kejayaan dan keragaman budaya semasa kejayaan Sriwijaya. Baju dodot dipadu kain songket lepus bermotif napan perak menjadi salah satu keunikannya.

Dengan salah satu pakaian pengantin tersebut maka kedua pengantin tersebut tempat acara untuk di lakukannya cacap-cacapan dan suap-suapan.
Suap-suapan
Nyuap
Kedua acara ini pada di bawakan oleh perempuan baik dari pembawa acara, pelantun pantun, pembaca doa, begitu juga dengan yang melakukan suapan dengan pengantin, pada saat di tempat acara pengantin perempuan duduk di belakang pengantin pria dan di lakukan suapan dari nasi kunyit panggang ayam (mirip seperti tumpeng).

Cacapan-cacapan
Nyacap

Untuk cacap-capan ritual yang di lakukan sama seperti suap-suapan tetapi untuk cacap-cacapan ini berupa air bunga yang di usapkan di dahi dan ubun-ubun (seputaran kepala), untuk sekarang biasanya kedua acara di atas sudah di campur antara perempuan dan laki-laki jadi ada juga yang melakukan cacap-cacapan adalah laki-laki ayah dari pengantin perempuan dan pengantin laki-laki.

Setelah acara ini biasanya di lakukan acara perjamuan dengan susunan makanan panjang di mana di tengahnya ada kelmplang “Tunjung”, srikaya, bolu kojo, bluder dan berbagai makanan lainnya (untuk di ingat biasanya kelmplang tunjung hanya di jadikan sebagai symbol tidak boleh di makan).


Nasi kuning panggang ayam yg harus ada saat suap-suapan dan cacap-cacapan

Tetapi sekarang ini karena perubahan zaman biasanya setelah kedua acara di atas langsung ke tempat acara resmi seperti ke tenda atau gedung tempat di langsungkannya resepsi pernikahan.


Ngarak 

3. SETELAH PERNIKAHAN

Nganter Bangkeng
Setelah acara munggah selesai, malamnya rombongan muda-mudi dari pihak laki-laki datang ke rumah mempelai wanita untuk mengantarkan pakaian-pakaian mempelai laki-laki.

Muda-mudi dari pihak laki-laki ini disambut oleh muda-mudi dari pihak wanita dengan mengadakan acara gayung bersambut (Ningkuk) sampai larut malam. Inilah yang dinamakan acara “nganter bangkeng”.

Hari Perayaan I:
Hari perayaan biasanya di adakan keesokan harinya di rumah mempelai laki-laki (Jika pada saat munggah sudah di tempat perempuan). Pada hari perayaan ini, kedua mempelai dijemput oleh pihak keluarga mempelai laki-laki untuk dibawa ke rumah keluarga mempelai laki-laki, untuk mengadakan suatu acara yang dinamakan “perayaan”.

Acara perayaan ini khusus untuk remaja putri atau gadis-gadis saja, dengan memakai dan mengenakan baju kebaya dan berkain panjang serta berselendang. Hiburannya adalah orkes melayu atau orkes gambus.

Zaman dulu perayaan ini bukan hanya ada juga yang di sebut “Fatayat” yaitu kumpulan ibu-ibu terutama dari pengajian berkumul dengan membaca puji-pujian kepada allah ataupun tadarusan.
Musik yang di pakai pada saat itu adalah Orkes tanjidor yang ber irama melayu tetapi untuk acara saweran biasyanya penyanyinya adalah “banci’yang sudah di dandani bukan seperti sekarang acara Orgen Tunggal dengan penyanyi wanita yang seksi..

 
Nyanjoi
Rombongan muda-mudi dari pihak mempelai wanita datang ke rumah mempelai laki-laki. Kedatangannya disambut oleh muda-mudi dari pihak mempelai laki-laki dan diisi dengan acara gayung bersambut. Inilah yang dinamakan “nyanjoi penganten”.

Hari Perayaan II:
Kedua mempelai dijemput oleh pihak keluarga mempelai wanita untuk dibawa ke rumah mempelai wanita. Maksud penjemputan ini adalah untuk mengadakan acara perayaan yang kedua kalinya, karena perayaan yang pertama sudah diadakan di rumah mempelai laki-laki. Acara perayaan ini tidak jauh berbeda dengan yang diadakan di rumah mempelai laki-laki yang lalu.

Mandi Simburan:
Setelah acara perayaan di rumah mempelai wanita ini selesai, pada sore harinya ada lagi acara pengantin mandi dan diikuti oleh semua keluarga. Acara ini dinamakan “mandi simburan”.

tempat tidur pengantin

Pada acara ini di siapkan tempat (baskom) yang berisi air dan bunga dan juga rangkaian dari janur untuk prosesi mandi simburan ini, selain kedua mempelai kemeriahaan acara ini di ikuti oleh seluruh keluarga dan masyarakat di lingkungan tempat acara berlangsung umumnya kalau acara mandi simburan ini sudah berlangsung seluruhnya bisa basah.

Setelah mandi simburan ini maka secara resmi pengantin dapat berkumpul untuk melakukan hubungan badan, dan keesokan harinya sebelum di lakukannya “ratiban” maka pengantin laki-laki pulang ke rumah nya untuk memberi tahukan kepada orang tuanya bahwa mereka sudah berkumpul sebagai tanda pengantin laki-laki memberikan emas atau pakaian sebagai "tanda" atau “UPA” bahwa mereka sudah berkumpul.

Salah satu fungsi utama temu/tunggu jero yang berfungsi di sini adalah bahwa kalau di antara pengantin ada yang merasa kecewa misalnya ketahuan bahwa perempuan tersebut tidak “perwan lagi” atau pengantil laki-laki ternyata sudah memiliki istri sebelumnya maka orang yang pertama di kasih tau adalah “temu/tunggu jero”, oleh karena itulah pada zaman dahulu masyarakat Palembang sangat sedikit sekali yang melakukan perceraian dan juga dapat berfungsi sebagai penanggal atau penjaga keselamatan berlangsungnya seluruh acara perkawinan yang kemungkinan akan ada gangguan dari orang yang tak senang.

Beratip
Akhir acara pihak keluarga mempelai wanita mengadakan acara, “beratip”. Acara ini sebagai penutup dari semua acara yang telah diadakan oleh pihak keluarga kedua mempelai. Acara ini juga untuk menyatakan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayah, dan rahmat-Nya kepada keluarga yang telah mengadakan semua acara dengan sukses dan selamat. Umumnya acara ini sekarang di lakukan pada Kamis malam atau malam Jumat walaupun pada dulunya sering di lakukan pada sabtu malam atau malam Minggu.

Ratib ini bukan hanya untuk penutup acara pengantin tetapi juga untuk acara-acara selamatan rumah baru, kenaikan pangkat, baru sembuh dari sakit dan beberapa acara lainnya oleh sebab itu ada juga yang di kenal dengan ratib saman.

Dalam upacara perkawinan adat Palembang, peran kaum wanita sangat dominan, karena hampir seluruh kegiatan acara demi acara diatur dan dilaksanakan oleh mereka. Pihak lelaki hanya menyiapkan "ponjen uang". Acara yang dilaksanakan oleh pihak lelaki hanya cara perkawinan dan acara beratib yaitu acara syukuran disaat seluruh upacara perkawinan sudah diselesaikan.

Sumber dan di sarikan dari :
Mahligai “Inspirasi Pernikahan Adat Palembang”, Edisi ke-5 2007 ( http://karimsh.multiply.com/ )
“Kms Sofyan, SPd. Pendidik dan Pemerhati Kebudayaan Sumsel”
“Nyayu Rosidah – Masyarakat Palembang”
“Pengalaman Pribadi”

23 December 2006

Aku & Kamu

Angin lembut terus menerpa muka ini dengan hangatnya pelukan dari si dia yang duduk rapi di jok belakang motor. di sepanjang perjalanan ini kami hanya terdiam hanya relung hati ini yang bicara. Sambil menyusur keramaian di sepanjang jalan di kota ini, indahnya lampu yang berwana-warni menambah sejuk hati ini.
Lega rasanya hati ini saat tahu jawaban mu yang sesuai dengan harapan, impian untuk terus terbang bersama mu semakin tertanam di hati,

“Dik, maukah menikah dengan ku….?” kataku pelan dan cemas.
Hening sesaat tanpa ada jawaban, matanya menatap tajam ke arah mata ku seperti anak panah yang melesat dari busurnya dan langsung menghujam jantung ini.

Aku kegilisah dengan kehieningan ini, aku ingin segera mendapat jawaban yang pasti …tetapi dengan suasana seperti ini, keringat secara otomatis membasahi badan ini walaupun malam itu suasanya agak dingin.
“Gimana……………? desak ku biar aku bisa menyudahi suasana tegang ini.

Jujur saja aku mulai tidak nyaman dengan suasana ini, tetapi di luar dugaan ku sambil menatap tajamnya tatapannya ia mengangguk kecil, bertanda setuju, tetapi aku belum puas dengan hanya jawaban anggukan.
“jadi jawabannya….? tanyaku lagi..

“iya…” suaran merdunya keluar dari bibirnya yang mungil.
Seperti karang es yang mencair ataupun seperti turunya hujan di musim kemarau hal itulah yang ku rasakan saat itu, selesai sudah seluruh pertanyaan yang pernah di lontarkan dan jawaban malam ini merupakan rangkuman dari seluruh pertanyaan yang pernah ada.

Aku tahu dengan munculnya komitmen ini langkah ke depan bukan hal yang ringan bagi kami, tetapi roda vespa ini terus bergulir kedepan dan terus bergulir kedepan tanpa pernah ingin kembali kebelakang, sama seperti kami untuk menuju matahari kebahagiaan yang bahagia walaupun kami tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan….terima kasih cinta.

Dodi NP - " Selamat Menempuh Hidup Baru Bro...."

21 December 2006

Ujang Dan Fenomena Rutan Palembang

Ilustrasi Rutan
Ujang hanya tertunduk lesu di sudut kamar sambi memperhatikan si Amat yang sedang menulis di dinding sel, kasus pengeroyokan seperti itulah yang di kenakan kepadanya kasus yang di karenakan darah mudanya yang tidak terkontrol menyebabkan laki-laki yang baru 6 bulan menikah ini berkelahi dengan pemuda yang juga tinggal 5 gang dari tempat si ujang tinggal dengan dalih harga diri, di mana berujung kepada dinginnya pelukan kamar di salah satu rumah tahanan di kota ini.

Dengan menghuni kamar ukuran tidak lebih dari 5 X 5, Ujang di tempatkan di kamar tersebut dengan belasan penghuni lainnya dari berbagai macam masalah dan latar belakang yang berbeda., banyak masalah yang di hadapi dari menghadapi si “Roin” si kepala kamar yang menguasai beberapa blok yang ada di Rutan tersebut penah beliau berkelahi dengan si penguasa rutan ini tetapi yang di hadapi nya justu penganiayaan yang di lakukan oleh pengikut-pengikut si Roin, yang membuat ujang babak belur dan di masukan ke dalam kamar isolasi untuk beberapa hari.

Di dalam rutan ini banyak hal yang sudah terjadi, seperti yang namanya makanan pastilah di sudah di siapkan oleh Negara tetapi berbeda dengan yang di sini yang namanya makanan harus di beli oleh setiap napi di mana para tahanan harus membayar minimal 350 ribu Rupiah per tahanan per bulan, apabila tidak membayar maka kepala kamar mengkoordinir beberapa pengikutnya untuk menyiksa dan tidak habis di situ biasanya tahanan hanya di berikan nasi kering (nasi aking) yang untuk orang-orang yang berumur tidak akan bisa menggigitnya.

Tetapi ternyata di tahanan mereka juga membuat pertahanan sendiri juga untuk menghadapi serangan-serang seperti ini, seperti mereka mengasah ujung sendok dan ujung sikat gigi biar di buat tajam agar bisa menusuk,atau membuang bagian tengah dari garpu dan mengasah nya, jika tidak ketahuan mereka bisa mendapatkan pisau lipat kecil saat jam besuk ataupun dari sipir penjara yang sudah mereka bayar, sehingga tidak mengherankan dengan peralatan yang sederhana inilah terkadang mereka bisa meloloskan diri dari rumah tahanan tersebut, karena secara mistis walaupun kebal maka ilmu kebal yang di punyai para tahanan tidak akan berlaku di sini karena di setia kamar ada yang namanya “pecah kulit” ini seperti yang di informasikan teman dari fakultas hukum saat riset untuk skripsi yang objeknya adalah rumah tahanan .

Hidup di dalam rutan tidak seperti yang kita bayangkan, udara yang pengap, kamar yang gelap dan panyiksaan piskologis lainnya di dalam rutan tersebut terdapat juga para penjual makanan baik dari kopi, mie, nasi walaupun harganya harus di tebus dengan uang yang cukup mahal. Jadi di dalam tidak ada anggapan akan tersiksa hanya badan saja terkurung, di sinilah kelihatan dengan jelas kalau uang berperang penting.

Bagi tahanan yang banyak uang mereka dapat membeli segalanya di sini seperti kamar “VVIP”, TV, radio, laptop + jaringan internet, hp, makanan tidak kurang, kasur empuk ruang tahanan yang tidak di kunci bahkan pelayanan “batinia” dari wanita-wanita “undangan” juga bisa di dapatkan asal dengan syarat membayar uang tertentu kepada pihak penjara dan beberpa pihak lainnya yang berkepentingan di dalam tersebut, sehingga tidak heran kalau kaum miskin yang masuk kedalam tahanan pulangnya banyak koreng-koreng di badan mereka karena jeleknya sanitasi di dalam rumah tahanan tersebut.

Berbeda dengan Ujang yang tidak mempunyai uang di mana saat ini saat sang istri tercinta membesuk ujang, celakanya istrinya pun harus mengeluarkan sejumlah uang untuk melewati beberapa meja dari petugas penjara dan jika di total jumlahnya berkisar antara 20-25 ribu Rupiah, jumlah yang sangat besar bagi si istri si ujang yang saat ini berprofesi sebagai tukang cuci pakaian. Dan bagi si ujang sendiri bertemu dengan istri nya merupakan kebahagian sendiri, dia bisa melepaskan rindu walaupun harus membayar beberapa puluh ribu rupiah dan pemeriksaan petugas yang terkadang tidak terlalu sopan.

Setelah waktu berlalu si istri pun berpamitan dengan si ujang sembari menyelipkan selembar uang 50 ribuan, tetapi celakanya saat akan kembali ke kamar para sipir menjara memeriksanya kembali dan menemukan uang tersebut dan langsung menyitanya dengan alasan sebagai uang keluar kamar.

Tidak berbeda dengan Ujang kasus Amat agak sedikit berat yaitu tertangkap tangan sebagai pengedar narkoba dan saat ini keputusan sidang dari pengadilan negeri belum juga turun, tetapi dengan adanya dia bukannya kebiasannya menggunakan psikotropika bisa berhenti malahan menjadi , mengapa bisa begini ?, hal ini di karenakan di dalam sini sangat mudah mendapatkan barang-barang seperti itu seperti sabu, putau, ganja dan ekstasi, petugas bukanya tidak tahu kerjaan tahanan yang seperti ini sepertinya mereka tutup mata di karenakan sebagian dari mereka sudah tebalut lembaran-lebaran Rupiah dari para tahanan.

Seperti yang baru-baru ini seorang istri tahanan ikut di penjara karena ketahuan saat di periksa di dalam BHnya di temukan beberapa gram sabu, di mana sabu tersebut akan di berikan kepada suaminya yang ada di dalam penjara. Sungguh tragis memang padahal saat itu si ibu sedang membawa anak kecil yang umurnya kurang dari 3 tahun.

Banyak lagi fenomena yang di hadapi oleh Ujang dan Amat saat mereka mendekam di dalam penjara, ada setetes penyesalan di wajah si ujang untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi, mungkin rumah tahanan di “negeri impian” yang benar-benar bisa membina para tahanan tanpa kekerasan, tanpa kolusi , tanpa korupsi, tanpa premanisme merupakan harapan Ujang Ujang lainnya yang terus berjuang melawan hidup di dalam rutan.

Dodi NP – “Fenomena Rutan”

20 December 2006

Kojek And The Gank


Malam belum lagi larut. Pertokoan di pusat kota ini masih memamerkan dagangannya. Lima bocah ingusan tampak memadati sudut lorong. Bergulat, berebut, saling tarik. Seorang diantaranya yang berkepala botak terjungkal masuk kedalam tong sampah. Kakinya diatas yang menggantikan posisi kepala itu, ditarik empat bocah lainnya.

Saat tong sampah terguling, terbebaslah si Botak. Dengan telanjang kaki, tubuh mungil itu sigap melesat diantara orang yang melintas ditrotoar jalan. Sepertinya si Botak membawa sesuatu dalam dekapannya. Ke empat bocah lainnya tidak kalah gesit mengejar.

“Gila.” Dengan kepala sedikit bergeleng, kembali kuarahkan pandangan kepada perempuan cantik dihadapanku. “Anak-anak itu, An.” Aku jelaskan kepada Ana, yang terlihat sedikit bingung.

“Iya. Anak anak itu. Tapi kenapa gila, kan sekedar mencari dan berebut makanan.” Sergap Ana lantas menyedot minuman bersoda.

“Maksudku, kalau masa kecilku seperti itu, mungkin aku jadi orang gila sekarang. Memangnya kau bisa tidak gila, kalau seperti itu?”

“Mereka sepertinya menikmati, tuh.” Ana kembal mengarahkan pandangan ke seberang jalan. Terlihat kelima bocah itu sedang asik menyantap makanan. Ana kembali memandangku sambil tersenyum manis.

Duh, manisnya senyum itu. Dua potong ayam dan satu paket potongan kentang goreng berukuran panjang dihadapanku, sudah habis kumakan. Punya Ana belum, ia kembali menyantap makanannya. Ah, sambil makan Ana masih terlihat manis. 

Bocah-bocah itu pun sedang lahap menyantap temuannya. Mereka makan makanan dari tong sampah. Kami makan makanan yang biasa orang sebut junk food alias makanan sampah, khas negeri paman sam. Gelitik dalam benakku ; dimana keponakan paman sam ya ?.

“Ayo.” Ana beranjak dari bangkunya dan mengikuti ku. Keluar dari rumah makan khas paman sam yang berdinding kaca itu. Sebuah kantong plastik ia bawa. Berisikan satu paket hemat ; ayam dan kentang serta segelas minuman, yang sudah kami pesan sebelumnya.

“Pasti adikmu senang ya, An.”

“Iya lah. Sudah lama ia merengek ingin dibelikan ini. Gara-gara melihat di TV.”

“Lebih senang lagi, kalau adikmu nanti jadi adek iparku ya,” kataku dibalas Ana dengan pukulan manja kebahuku. Duuh, lagi-lagi senyum manis itu.

Kugandeng tangan Ana, kami menyusuri malamnya kota. Pedagang kaki lima masih menuai harapan. Pasti rasa capek akan terasa kalau berjalan sejauh ini tanpa menggandeng Ana disisi. 

Ah Ana. Kuliah sudah kau selesaikan. Kerja pun sudah kau dapatkan. Tetapi masih saja, dalam hati kasihmu menyisakan tempat untukku, serorang mahasiswa semester akhir, yang entah bisa tamat atau drop out. Ana, empat tahun sudah kita mengukir janji. Berharap berikrar sumpah disuatu hari.

“Minta pak.” Seorang bocah botak menghalangi langkah kami. “Belum makan pak.” Bocah itu mengulangi pintanya dengan lebih mengiba.

“Kau rupanya.” Kupegang kepalanya. Dia pun terkejut seketika. “Tadi kau sanggup berlari kencang. Kenapa sesudah makan malah loyo seperti ini?” kataku bukan maksud bertanya.

Si Botak tambah terkejut. Tidak berucap, pun berlari, hanya menengadahkan wajah memandangku kemudian Ana. Aku lebih terkejut lagi. Tanganku yang tadinya menggenggam halus kulit Ana, jadi lengket terkena keringat kepala botak bocah ini. Dasar botak. Kutarik bahunya. Kami menepi dari trotoar.

“Siapa nama kau?”

“Kojek pak.” Kembali kepala botaknya tertunduk.

“Pantas,” kataku sembari memperhatikan kepalanya yang memang mirip permen kojek. “Panggilan kau, jek,” walau pakai ac atau cuma e, kedengarannya hampir sama. “Keren juga.”

Ana hanya tersenyum kecil memandangi tingkah Kojek. Senyum Ana kali ini berbeda. Yang jelas, berbeda dengan senyum yang biasa Ana lepaskan untukku. Itu pasti.

Kojek tetap membisu. Kepala botaknya menoleh kiri kanan. Matanya yang tidak jelas hendak melihat apa, seakan memancarkan sinyak pangilan kepada kawan-kawannya.

Belum berapa lama ku ceramahi Kojek. Ternyata sinyal Kojek berhasil memanggil kawannya. Satu demi satu datang. Lengkap sudah 4 bocah berada dihadapanku. Mereka punya nama panggilan yang lucu ; Cil, Det, Ler, dan Cang.

Sangat mudah mengenalinya. Cil merupakan nama pangilan yang berasal dari kecil, karena tubuhnya yang paling kecil dari mereka berlima. Det, pasti berasal dari codet yang terlihat di pipi kirinya bagian bawah. Cang ?, oh entah kenapa jalan bocah yang satu ini sedikit pincang. Ler, uhh ingusnya selalu meler itu.

Umur mereka sepertinya tidak jauh berbeda, tidak ada yang melebihi 10 tahun. Selisihnya pun satu dua tahun.

Kami tidak lagi berdiri. Kojek tepat dihadapanku. Acil disebalah kiriku. Meler dan Acang disebelah kiri Kojek. Sedang Ana, disebelah kiri belakangku, duduk beralas tas ranselku yang sengaja ku kaparkan untuknya. Dan Codet, di belakang kananku dekat dengan Ana. Kami duduk membentuk lingkaran tidak beraturan di depan sebuah ruko yang sudah tutup sebelum malam menjelang.

“Bapak kamu dimana? Jek,” tanya Ana dari belakangku.

“Biasanya mangkal disimpang sana.” Kojek menunjuk perempatan jalan pasar yang tidak ada rambu lampu merahnya itu. “Tidurnya juga biasa di atas becak simpang itu. Tapi, sudah lama bapak tidak kelihatan.” Datar Kojek menjawab, sambil mencibirkan bibir.

“Kalau Bapak Acil mati ditabrak mobil,” kata Codet tiba-tiba seakan merasakan rasa ingin tahu kami masih jauh dari cukup. “Ibunya hilang,” Codet meneruskan.

“Ibunya atau Acil yang hilang,” setangah bertanya kepada Acil dan Codet.

“Kak Codet itu pak, yang mengajakku tinggal dijalan,” jawab Acil. “Dari pada dibedeng sama ibu, sudah disuruh meminta-minta dijalan, kadang dipukuli.” Acil memandang Codet yang ternyata kakak kandungnya sendiri.

Codet hanya diam. Menundukan kepala sambil mengendus edus sesuatu yang ia pegang di balik kaosnya yang kusam. Aku dan Ana memperhatikan. Kaleng kecil berisi lem rupanya.

“Ya sudah. Selain meminta-minta, apa yang kalian bisa?” tanyaku.

“Nyopet Pak.” Acuh Kojek menjawab.
“Tidak takut ketahuan dan dipukuli orang?” tanyaku kembali tidak membenarkan jawaban Codet. “Dan jangan pangil aku pak lagi. Namaku Sapta, ini pacarku Ana.”

“Tidak takut kau, jek?” ku ulangi pertanyaan tadi.

“Kepalaku kuat.” Seakan rasa takut sudah hilang dari benak Kojek.

“Benar…?” Aku tidak percaya.

“Kata bapakku ; yang penting berani.” Lanjut Kojek tidak memperlihatkan rasa takut sedikitpun. “Hanya itu yang ku ingat dari bapak.”

“Memang harus berani dalam menjalani hidup ini. Tapi aku yakin, maksud bapakmu itu ; keberanian yang kau miliki bukan untuk mencopet atau berkelahi.” Mulai lagi ceramahku.

Kojek sudah menunjukan keberaniannya, setidaknya ; berani hidup di jalan, tanpa malu meminta-minta, berkelahi dan mencopet. Sedang aku sendiri?. Menghadapi wajah sangar Pak Wardi, bapak Ana itu saja, lutut ku kerap bergetar.

“Jam berapa ini?” Aku bertanya dan langsung melihat jam di tangan. Sebentar lagi tengah malam. Pasti kumis sangar itu sudah keriting menunggu anaknya pulang.

Aku berdiri. “Ayo Ana !” Ana, Kojek dan yang lain ikut berdiri, kecuali Codet yang masih asik dengan kaleng lem-nya yang memabukkan itu.

“Aku ke sini lagi nanti.” Kuambil tas ku dan juga kantong berisi makanan yang sebelumnya dibawa Ana.

“Jangan berebut.” Kuambil minuman bersoda dan uang Rp10 ribu, kuberikan kepada Kojek and The Gank.

Aku menggandeng Ana bergegas menuju terpian jalan raya. Ku sempatkan menoleh kembali. Kojek and The Gank tidak berebut. Memang, mereka tidak lapar lagi. “Nanti aku kesini lagi !” teriakku.

Jalan sudah mulai lengang. Sebuah mobil angkutan umum, membawa suara menggembirakan ; “Pati, Pati,…..”. Ya, mobil itu akan melewati jalan rumah Ana.

Aku gandeng tangan Ana menaiki mobil. Ana mengikuti saja, tidak bersuara. Mungkin kepala Ana sudah terkontaminasi kumis sangar bapaknya juga. Kami hanya berdua, bersama supir dan keneknya.

“Langsung saja pir. Aku bayar empat kali lipat. Tidak usah menunggu penumpang lain.” Mendengar suaraku yang mengagetkan bak kelakson kereta api itu, Supir mobil langsung tancap gas tanpa komentar.

Dalam perjalann ku ketahui. Diamnya Ana bukan karena otaknya yang terkontaminasi bayangan kumis bapaknya. Melaikan, tanpa sepengetahuanku, Ana sempat mencicipi beberapa endusan kaleng si Codet yang berisi lem itu. Duh Ana, pastilah otakmu sedikit mengkerut.

Tiba dirumah Ana, lima menit lagi tanggal di jam tanganku bertambah satu. Ku dapati pintu yang belum lagi tertutup. Ana masuk terlebih dahulu.

“Selamat malam Pak.” Suaraku tak karuan. Indra mataku lebih dominan berfungsi. Pak Wardi memang belum mencukur kumis, tebal dan sedikit berantakan. Sambil memetikkan gitar perlahan, ia sandarkan tubuh gembulnya di bangku ruang tamu tepat menghadap pintu masuk yang tidak tertutup itu. Salam ku tak berjawab.

Ana yang sudah melepaskan sepatu dan meletakkan kantong plastik pesanan adiknya di meja ruang tamu, langsung menghampiriku yang masih terpaku.

“Aku langsung pulang Pak.” Sambil menyatukan kepalan tangan didepan selangkangan, kepala sedikit ku tundukkan.

“Ya.” Tanpa menoleh, gitarnya dipetik perlahan.
Lekas ku jauhi bibir pintu itu, melewati teras dan mencapai halaman depan. Ana membuntuti. Sial benar, Ana belum sanggup tersenyum, apalagi kecupan yang biasa ku dapati sabelum pulang, tak ada malam ini. Ana melambaikan tangan, kubalas dengan garukan di kepala ku yang tidak gatal ini. Bukan kiranya, tapi pasti otak Ana masih mengkerut karena lem tadi.

Kurang ajar kau Kojek, Codet, kurang ajar kalian semua. Merusak malam mingguku. Sudah menambah pusing otakku dengan permasalahan jalananmu, juga otak Ana kalian kerutkan. Akan kupenuhi janjiku ; untuk datang lagi. Kalau perlu, kepala botak itu akan merasakan kepalku. Perjalanan pulangku penuh dengan caci maki.

Kalian memang pemberani walaupun salah. Aku juga berani. Sayang, cuma kepalan tangan ini yang dapat kuberikan. Akan ku hajar kalian, Kojek and The Gank, agar tidak lagi meminta-minta tanpa malu, apalagi merampas milik orang lain. Dan Pak Wardi, setidaknya akan ku cukur rapih kumis itu saat ia mensakralkan sumpah sehidup semati ku dengan Ana nanti.

Aku akan datang lagi. …………..