Saat masih di kelas 3 SMP Negeri di kota ini, ibu guru memberikan
tugas untuk membuat tulisan yang topiknya tentang “ibu”, jujur saja saat
itu saya sangat bingung karena apa yang saya bisa tulis dari seorang
ibu yang hanya memiliki warung kecil dan seorang istri dari pegawai
negeri rendahaan, sangat berbeda dengan temanku si Hendra yang ibunya
seorang Angkatan Udara yang dengan bangganya dia menceritakaan tentang
pekerjaan ibunya, atau si Iwan yang ibunya seorang Dokter yang banyak
membantu menyembuhkan pasien, atau si Murni yang ibunya mengelolah
sebuah show room mobil di salah satu jalan utama kota ini, ataupun
ibu-ibu teman sekolah ku lainnya.
Kegundahaan hatin ini semakin menjadi
karena tulisan harus di kumpulkan pada esok hari padahal setitik
inspirasipun belum menyentuk benak ini, pada malam itu hujan sangat
deras dan petir dengan beratnya terus bergemuruh dan di tambah dengan
lampu yang ikut mati membuat adik-adiku ketakutan, karena kami tidur
satu kamar maka adik-adikku kusuruh untuk memejamkan mata, karena kami
menunggu Ayah untuk makan malam bersama , tak lama berselang bunyi
kenalpot motor ayapun terdengan, ayah pulang dengan basah kuyup tetapi
untungnya motor yang di kendaraai ayah tidak mogok, adik-adik ku
bergegas bangun , untuk menyongsong ayah, dengan senyuman dan baju yang
basah Ayah tersenyum tak lama berselang kami berkumpul di meja makan
setelah selesai ayah dari membersihkan diri, ibu pun selesai menyiapkan
makanan walaupun sederhana kami dapat makan dengan nikmat, tak lama
setelah makan hujanpun masih belum mereda tampak air sudah mulai
memenuhi jalanan di depan rumah kami, tepat jam 09 malam kedua adikku ku
suruh untuk tidur di kamar dengan berbekal lampu teplok yang ku bawa
sebagai sarana penerangan.
Akupun masih berusaha untuk membuat tulisan yang ditugaskan oleh ibu
guru, dan akhirnya kuputuskan untuk berbaring walau mata ini tidak
terpejam di saat itulah setelah selesai ibu menutup sebagian dari pintu
warungnya, ibu menuju kekamar kami, terlihat jelas ibu memperbaiki letak
selimut adik-adiku dan ibu membelai lembut rambut adik-adiku dan
mencium kening mereka, dan ibu juga membetulkan letak selimutku dan
mencium keningku, dan ibu beranjak keluar dari kamar,
“ibu”…………… ibu menoleh kearah ku, dan aku pun berlari memeluk ibu
sambil menangis,…. Aku sadar saat itu bahwa ibu bukan orang yang hebat,
ibu bukan seorang Dokter, polwan ataupun pengusahaa, ibu juga bukan
orang yang istimewa yang memiliki banyak harta tetapi ibu adalah anugrah
yang paling berharga yang di berikan oleh yang maha kuasa kepada kami,
ibu yang setiap saat memberikan perhatian dan kasih sayang merupakan
berkah yang teramat mahal untuk kami yang belum tentu dapat di nikmati
oleh teman ku Hendra, Iwan ataupun Murni, tetapi ibu yang selama ini
menjaga kami, ibu yang selama ini menjadi dokter di kala kami sakit ,
ibu yang selama ini menjadi guru bagi kami di dalam madrasah rumah kami,
ibu yang menyediakan senyuman saat bersama makan di meja makan dan
kehangatan di dalam keluarga dan ibu menjadi panutan bagi kami yang
tidak mengeluh menghadapi keadaan, dan selesai kutulis kusimpan hasil
tugas ini di dalam tas sekolah dan tak lama beselang akupun tertidur.
Tak terasa air mata ini mengalir sendiri saat tulisan yang kukerjakan
semalam mulai kubacakan di depan kelas, kelas pun menjadi hening,
tetapi terus kubacakan tulisan ini walaupun tenggorokan ini seperti
tercekat, tepuk tangan pun di berikan oleh teman-temanku saat aku
selesai membacakan tulisanku. Dan akhirinya terpilihlah tulisan tersebut
sebagai tulisan terbaik yang akan di bacakan saat acara reuni beberapa
bulan lagi.
Ujian nasional telah selesai kami lalui dan pengumuman kelulusan pun
sudah kami terima dan ternyata sekolah kami lulus 100%, saat acara reuni
seluruh orang tua di haruskan datang karena untuk penyerahaan secara
simbolis ijazah dan aku pun mendapat tugas untuk membacakan hasil
tulisanku yang sekarang sudah di vinil dan di masukan kedalam map
bercorak batik, Ayah dan ibu juga sudah duduk di kursi undangan tampak
beberapa orang tua teman-temanku lainnya, akhirnya giliranku pun tiba,
jujur saja grogi juga saat naik keatas panggung dengan napas panjang aku
mulai membaca paragraph demi paragraph tulisan tersebut, aku lihat ibu
juga meneteskan air mata, dan beberapa undangan lainnya yang di iring
riuh tepukan tangan para hadirin saat itu.
Memang aku bukan orang yang jenius ataupun super pintar tapi kulihat
senyum kebanggaan orang tuaku menerima secara simbolis untuk ijazah ku
di atas panggung, karena aku merupakan peringkat ke 3 umum di sekolah
ini dan di pastikan untuk menuju SMA negeri.
Terima kasih Ibu, terima kasih ayah………
Dodi NP – “Untuk Ibu”
No comments:
Post a Comment