“Nanda”..begitulah nama yang terucap dari bibirnya saat saya
berkenalan dengannya sekitar 1 bulan yang lalu, memang baru kali ini
Nanda terlihat di komplek perumahaan ini, sejak umur 6 tahun Nanda
mengikuti keluarganya di Jogja dan baru saat ini kembali ke Kota ini
setelah menyelesaikan study nya, ada hal yang menggelitik
nurani ini kepiawaian nanda memainkan dawai biolanya sangat unik karena
sangat jarang di kota ada ini ada pemain biola yang memainkan deretan
serenda yang menyayat hati.
Memang Nanda belajar biola di kota pelajar saat ia menjalankan study
di sana, sejak kedatangan Nanda komplek perumahaan ini pada saat malam
menjelang di tambah menjadi syahdu dengan alunan serenada dari biolanya,
secara jujur memang saya sendiri kurang mengenal Nanda berbeda dengan
keluarganya yang lumayan akrab dengan saya, karena seringnya saya
melintas di depan rumah Nanda sakarang ini setiap pergi dan pulang
kuliah pasti selalu menyapa Nanda yang duduk di teras rumahnya.
Suatu hari saat pulang dari kuliah
kebetulan aku lihat Nanda sedang duduk dengan keponakan nya yang kecil,
terlihat disitu keponakannya asik berlari mengitari Nanda sambil
memegang spidol dan tampak juga coretan silang di tangan dan kaki Nanda.
tak lama berselang aku pun mampir, “Hai………” sapa ku,
” Andi, baru pulang kuliah ya…”jawabnya
“ia…sekalian mampir ke sini…”..jawabku lagi sambil duduk di teras rumahnya.
“Udah kemana aja selama di sini…?’tanya ku
“Belum kemana-mana di rumah saja, males untuk keluar….enakan di rumah” sahut Nanda
“Kalau mau keliling kota nanti biar aku temani” tawar ku…
“nggak usah,Ndi…sekarang aku sedang mengarang serenda dari biola ini…” jawabnya.
“Boleh di dengar dong lagunya…..”Gurauku
” Andi, baru pulang kuliah ya…”jawabnya
“ia…sekalian mampir ke sini…”..jawabku lagi sambil duduk di teras rumahnya.
“Udah kemana aja selama di sini…?’tanya ku
“Belum kemana-mana di rumah saja, males untuk keluar….enakan di rumah” sahut Nanda
“Kalau mau keliling kota nanti biar aku temani” tawar ku…
“nggak usah,Ndi…sekarang aku sedang mengarang serenda dari biola ini…” jawabnya.
“Boleh di dengar dong lagunya…..”Gurauku
Dengan senyum ia berdiri dan masuk kedalam rumah tak lama berselang
datanglah ia dengan biolanya dan duduk di tempatnya semula…setelah
menarik nafas panjang ia mulai menggesek dawai biolanya, terdengar
sangat merdu dan merasuk kedalam kalbu ini, tampak piawai Nanda
mempermainkan biola, gesekan dan lincahnya jari-jemari Nanda memindahkan
kunci-kunci di biolanya membuat aku tertegun tetapi ada yang
kuperhatikan lain Nanda tampak banyak coretan-coertan di tangan dan kaki
seperti tanda silang, aku pikir mungkin saat bermain dengan
keponakannya.
Tepukan tangan secara reflek mengiringi saat gesekan biola terakhir
dari Nanda, “Bagus…sekali”kata ku, Sambil senyum..Nanda tidak
menjawab,…”Apa judulnya…?”tanya ku, “Serenada Terakhir”..jawabnya
singkat, setelah beberapa saat kami ngobrol basa-basi akupun beranjak
pulang.
Esok harinya aku heran karena Nanda tidak kelihatan duduk di teras
seperti biasanya tetapi karena terburu-buru untuk kuliah hal itupun
segera berlalu, saat malam sudah menyelimuti kota ini ada yang hilang
pada malam ini yaitu lantunan nada biola yang biasa di gesekan oleh
Nanda setiap malamnya, ini menjadi pertanyaan di batin, walaupun
akhirnya kantuk mengalahkan rasa penasaranku.
Keesokan harinya sama seperti hari ini, Nanda juga tidak tampak di
teras rumahnya dan kuberanikan untuk bertanya, sesaat setelah ku ketuk
pintu rumahnya kulihat pembantu nya yang keluar, “Bi, Nanda nya ada…?”
tanya ku,…si Bibi terdiam, “Nanda Lagi di rumah sakit”ucapnya pelan, aku
terkejut saat kutanya sakit apa dan kenapa si bibi hanya diam seribu
bahasa dan hanya memberi tahu di rumah sakit dan nomor kamar mana Nanda
di rawat inap.
Tak lama berselang akupun langsung meluncur ke rumah sakit, dan tidak
terduga saat sampai di ruangan nanda terlihat, sosok yang selama ini
aku kenal dengan mata tertutup dan selang oksigen dan jarum infus yang
masih melekat di tubuh Nanda.
“Masuk Ndi…..” Kata ibunya sembari menyambut di depan pintu kamar
aku hanya terdiam, bingung kenapa sudah banyak kelurga Nanda berkumpul di dalam kamar dan juga di luar ruangan perawatan.
aku hanya terdiam, bingung kenapa sudah banyak kelurga Nanda berkumpul di dalam kamar dan juga di luar ruangan perawatan.
“Ndi.. ini ada surat dari Nanda, tetapi di bacanya bukan sekarang”kata ibunya sambil menyerahkan amplop surat kepada ku.
Aku bertamba bingung, setelah 5 menit berselang kepanikan terjadi, tekanan jantung nanda turun drastis, bunyi kerongkongan Nanda menambah mencekam suasana, dokter dan para suster bergega memberi pertolongan di antara isak tangis keluarga, tetapi kehendak berkata lain dan Nanda sudah pergi untuk selama-lamanya. Rasa duka di hati ini semakin mengiris saat mengiringi pemakaman Nanda siang itu di salah satu pemakaman umum di kota ini.
Sore itu aku masih termenung di kursi teras rumahku di tangan kanan
ku tergenggam erat surat dari Nanda yang di berikan ibunya pagi tadi.
perlahan kubuka amplop berwarna hijau lembut tersebut dan kubuka
suratnya aku mulai membaca,
” Andi saat membaca surat ini Nanda mungkin sudah terpisah ruang
dan waktu, Andi pasti bertanya-tanya tentang semua ini, tetapi biarlah
ini menjadi kenangan di antara kita, Andi yang selama ini mengisi
hari-hari ku dalam menghadapi derita “kanker” ini membuat aku tertawa,
membuat aku senang dan membuat aku ingin hidup lebih lama,
coretan-coretan yang andi lihat di lengan dan kaki aku beberapa hari
yang lalu sebenarnya merupakan tanda dari Akar kanker yang sudah
menyebar di tubuh ini, memang dokter sudah memvonis kalau umurku tidak
berapa lama lagi, itulah sebabnya aku kembali dari Jogja, tetapi satu
hal Nanda senang sudah mengenal Andi walau pun tidak terlalu lama tapi
sangat berkesan bagi ku dan sebenarnya serenada yang beberapa hari yang
lalu adalah untuk mu, sebagai tanda persahabatan kita, semoga Andi tidak
melupakan serenada tersebut”.
Aku terdiam dan dan tidak terasa buliran air panas sempat menetes,
tenyata selama ini sahabat ku Nanda menanggung beban berat dari penyakit
“Kanker” nya tetapi masih bisa untuk berkarya, sahabat tenanglah di
alam sana karena persahabatan kita tidak bisa di pisahkan oleh ruang dan
waktu.
Dodi NP – “Cerpen Ke Dua”
bagus juga ya cerpennya
ReplyDelete