Masjid
Agung pada mulanya disebut Masjid Sultan. Perletakan batu pertama pada tahun
1738, dan peresmiannya pada hari Senen tanggal 28 Jumadil Awal 115 H atau 26
Mei 1748. Masjid Agung didirikan oleh Sultan Mahmud Badaruddin I yang dikenal
pula dengan Jayo Wikramo (memerintah tahun 1724-1758).
Masjid Agung Tahun 1935 Foto Kitlv.nl |
Pada awalnya
Masjid ini berukuran 1.080 m2 dengan kapasitas jamaah sebanyak kurang lebih
1.200 orang (untuk sirkulasi 20%). Kemudian sejak zaman kolonial sampai zaman
kemerdekaan perubahan-perubahan dan perkembangannya terus diadakan, sehingga
keaslian Masjid hilang sama sekali.
Catatan lainnya
Masjid
Agung Palembang pada mulanya disebut Masjid Sultan dan dibangun pada tahun 1738
oleh Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo. Peresmian pemakaian masjid ini
dilakukan pada tanggal 28 Jumadil Awal 1151 H (26 Mei 1748). Ukuran bangunan
mesjid waktu pertama dibangun semula seluas 1080 meter persegi dengan daya
tampung 1200 jemaah. Perluasan pertama dilakukan dengan wakaf Sayid Umar bin
Muhammad Assegaf Altoha dan Sayid Achmad bin Syech Sahab yang dilaksanakan pada
tahun 1897 dibawah pimpinan Pangeran Nataagama Karta mangala Mustafa Ibnu Raden
Kamaluddin.
Masjid Agung 1947 Foto Kitlv.nl |
Bentuk masjid yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Agung, jauh berbeda
tidak seperti yang kita lihat sekarang. Bentuk yang sekarang ini telah
mengalami berkali-kali perombakan dan perluasan. Pada mulanya perbaikan
dilakukan oleh pemerintah Belanda setelah terjadi perang besar tahun 1819 dan
1821. Setelah dilakukan perbaikan kemudian dilakukan penambahan/perluasan pada
tahun 1893, 1916, 1950-an, 1970-an, dan terakhir pada tahun 1990-an. Pada
pekerjaan renovasi dan pembangunan tahun 1970-an oleh Pertamina, dilakukan juga
pembangunan menara sehingga mencapai bentuknya yang sekarang. Menara asli
dengan atapnya yang bergaya Cina tidak dirobohkan. Perluasan kedua kali pada tahun 1930.
tahun 1952 dilakukan lagi perluasan oleh Yayasan Masjid Agung yang pada tahun
1966-1969 membangun tambahan lantai kedua sehingga luas mesjid sampai sekarang
5520 meter persegi dengan daya tampung 7.750.
Masjid Agung merupakan masjid tua dan sangat penting dalam sejarah Palembang. Masjid yang berusia sekitar
259 tahun itu terletak di Kelurahan 19 Ilir, Kecamatan Ilir Barat I, tepat di
pertemuan antara Jalan Merdeka dan Jalan Sudirman, pusat Kota Palembang. Tak
jauh dari situ, ada Jembatan Ampera. Masjid dan jembatan itu telah menjadi land
mark kota hingga sekarang.
Arsitektur
Masjid Agung 1867 Foto : kitlv.nl |
Tahap pertama pembangunan
berlangsung dari tahun 1738 hingga 1748. Mulanya masjid didirikan tanpa menara.
Sultan Najamuddin I, putra Sultan Mahmud Badaruddin I, lalu membangun menara di
sebelah kanan depan, berbentuk segi enam setinggi sekitar 20 meter.
Masjid yang mempunyai arsitektur yang khas dengan atap limas-nya ini, konon
merupakan bangunan masjid yang terbesar di nusantara pada kala itu. Arsiteknya
orang Eropa dan beberapa bahan bangunannya seperti marmer dan kacanya diimpor dari
luar nusantara. Kala itu daerah pengekspor marmer adalah Eropa. Dari gambar
sketsa, atap limas mesjid ini bernuansa Cina dengan bagian ujung atapnya
melengkung ke atas. Dengan demikian, pada bangunan mesjid itu terdapat
perpaduan arsitektur Eropa dan Cina.
Sosok Masjid Agung saat ini cukup mencolok di tengah Kota Palembang yang
semakin padat dan semrawut. Masjid berbentuk bujur sangkar dan bangunan utama
berundak tiga dengan puncak atau mustaka berbentuk limas. Undakan ketiga yang
menjadi puncak memiliki semacam leher yang jenjang yang dihiasi ukiran bermotif
bunga. Pada puncak mustaka terdapat mustika berbentuk bunga merekah. Bentuk
berundak dipengaruhi bentuk dasar candi Hindu-Jawa, yang kemudian diserap
Masjid Agung Demak yang dipercaya didirikan Wali Songo, penyebar Islam di Jawa.
Di atas sisi limas terdapat jurai daun simbar atau semacam hiasan menyerupai
tanduk kambing yang melengkung, sebanyak 13 setiap sisinya. Jurai yang berwarna
emas itu berbentuk melengkung dan lancip. Tak pelak lagi, bentuk dasar jurai
itu menyerupai atap kelenteng. Jendela masjid dibuat besar-besar dan tinggi,
sedangkan tiang masjid dibuat kokoh dan besar. Pilihan ini menimbulkan kesan
seperti umumnya arsitektur Eropa. Gaya itu juga banyak ditemui pada bangunan
Indies, yang dibuat semasa Indonesia dijajah Belanda sekitar abad XVIII hingga
awal abad XX.
Bangunan Masjid Pertama kali
berukuran hampir berbentuk Persegi empat yaitu 30 x 36 m. Keempat sisi bangunan
ini terdapat empat penampilan yang berfungsi sebagai pintu masuk, kecuali
dibagian barat yang merupakan mihrab. Atapnya berbentuk atap tumpung, terdiri
dari tiga tingkat yang melambangkan filosofi keagamaan, atap berundak adalah
pengaruh dari candi.
Masjid Agung 1890 foto : kitlv.nl |
Setelah 100 tahun lebih berdirinya
masjid yaitu tahun 1848 diadakan rencana perluasan oleh Pemerintah Kolonial
sebelum perluasan diadakan perubahan bentuk gerbang serambi masuk dari bentuk
tradisional menjadi bentuk Doric.
Pada
tahun 1879 telah diadakan perubahan masjid, perluasan bentuk gerbang serambi
masuk di bongkar ditambah serambi yang terbuka dengan tiang benton bulat
sehingga bentuknya seperti Pendopo atau seperti gaya banguan kolonial ini
adalah perluasan pertama dan penambahan rancangan dan tahun 1874 dilaporan
bentuk menara beruba dari aslinya dan tahun 1916 menara ini disempurnakan lagi.
Pada tahun 1930 diadakan perubahan yaitu menambah jarak pilar menjadi 4 m dari
atap.
Setelah kemerdekaan tahun 1952
dilakukan perluasan ketiga dengan bentuk yang tidak lagi harmonis dengan
aslinya dengan ditambah kubah. pengurus yayasan masjid agung 1966 -1979
meneruskan penambahan ruangan dengan menambah bangunan lantai 2 yang selesai
tahun 1969. Pada tanggal 22 januari 1970 dimulai Pembanguan menara baru dengan
tinggi 45 meter, bersegi.
12 yang dibiayai Pertamina
dan di resmikan pada Tanggal 1 Februari 1971. Sejak tahun 2000 Masjid ini di
renovasi dan selesai pada tanggal 16 Juni 2003 yang diresmikan oleh Presiden RI
Hj. Megawati Soekarno Putri.
Bapak Abdul Malik sebagai pimpinan pemerintahaan di sumatera Selatan saat berada di Masjid Agung Palembang 1948 |
Bentuk undak-undakan senantiasa mengajak manusia untuk mengasah diri dengan
menertibkan perbuatan, meraih makna, dan mengenal Tuhan. Tahap-tahap itu
merupakan perjalanan spiritual yang tiada berakhir.
http://www.palembang.masjiddigital.info
No comments:
Post a Comment