CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.

26 September 2018

GUGUK SUNGI BAYAS


Palembang dikenal dengan banyak aliran sungai (sungi), lebih dari 100 anak Sungai Musi mengalir di Kota Palembang. Kondisi alam ini membuat Palembang menjadi kota di atas pulau-pulau kecil yang dipisahkan oleh sungai-sungai kecil. Simpang siur aliran anak-anak sungai yang menghubungkan antar kampung-kampung ini sehingga transportasi laut (sungai) saat itu lebih dominan selain perhubungan di darat. Hal ini pula setidaknya membentuk pembagian wilayah pemukiman penduduk tradisional Kota Palembang yang biasa disebut Guguk.

Kata Guguk berasal dari kata Jawi-Kawi (gugu) yang artinya: diturut, diindahkan. Wilayah pemukiman penduduk kota Palembang di masa kesultanan pada mulanya berpusat kepada keraton. Sedangkan pemukiman asli penduduk saat itu dibentuk menurut sistem struktur masyarakat tradisional setempat. Keseluruhan sistem atau lembaga ini berada dalam satu lingkungan dan lokasi. Sistem inilah dikenal dengan nama guguk (gogok). Setiap guguk biasanya memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Setidaknya ada 3 sektor menurut sifatnya, yaitu: Sektor Profesi, usaha, dan fungsi. Sektor yang menunjukkan fungsinya ini antara lain ialah sungai. Biasanya disetiap ungkonan wilayah guguk ini dipimpin oleh seorang tokoh karismatik, baik karena kedudukannya dia menjadi golongan bangsawan ataupun karena kebangsawanannyalah ia sebagai pemimpin. Salahsatu guguk dan sungai yang terkenal serta bersejarah adalah Sungai Bayas.

Bayas adalah sejenis nama tumbuhan Palma/Nibung besar yang dalam bahasa latinnya "Omcosperma horridum" (lihat KBBI). Jadi Sungai Bayas ialah guguk perkampungan di wilayah sungai yang sekitarnya ditumbuhi oleh banyak tumbuhan Palma. Sekarang wilayah ini masuk dalam bilangan kampung 8 ilir Palembang.

Tokoh yang mula-mula mendiami perkampungan ini ialah keluarga Priyai Sungai Bayas atau dikenal juga Ki. Gede ing Sungai Bayas. Bersama anak dan menantunya, yaitu Arya Kebon Jati bin Pangeran Sido ing Lautan. Di awal era Kesultanan Palembang Darussalam, masa pemerintahan Sultan Susuhunan Abdurrahman Candi Walang (1659-1706), terdapat keluarga Kemas Temenggung Jayo Kramo bin Kms. Silo Penawar berdomisili di guguk ini pula. Dalam catatan sejarah, Keluarga besar Pangeran Temenggung Singa Yuda Wira Kencana Kemas Silo Penawar yang menjadi menantu Sunan Abdurrahman Candi Walang ini, memiliki beberapa orang anak yang masing-masing menyebar di berbagai daerah guguk di kota Palembang, di antaranya:
1. Kemas Miyako, keturunannya banyak tersebar di sekitar guguk kampung Masjid Agung 19 ilir Palembang.
2. Kms. Agus, zuriatnya banyak tersebar di sekitar guguk Bawah Buluh dan Kebon Duku (23 ilir dan 24 ilir).
3. Kms. Temenggung Jayo Kramo, keturunannya banyak tersebar di sekitar guguk kampung Sungai Bayas (8 ilir).
4. Kms. Ahmad, banyak juga anak cucunya.
5. Kms.M. Yunus, keturunannya banyak tersebar di sekitar Sungai Tengkuruk (16-17 ilir) dan di Kampung Perigi (2 ulu).
6. Kemas Rindo, menetap dan wafat di daerah Kertapati Palembang.

Di Guguk Sungi Bayas ini terdapat pemakaman keramat. Ungkonan makam Kms. Temenggung Jayo Kramo, dan anaknya Kms. Ahmad Jalaluddin Sukadana serta keluarga terdapat di Talang Duku Sungai Bayas (jalan Pasar Kuto). 
Belakangan para komunitas Arab-Palembang (Habaib) berdomisili pula di guguk Sungi Bayas ini.
Wallahu a'lam...

Plg, 23/9/2018
Kms.H. Andi Syarifuddin


Di sadur dari sebuah tulisan di laman facebook Ustadz Kms. H. Andi Syarifudin

No comments:

Post a Comment