Sketsa peta kuto gawang sumber : google |
Kuto
Gawang Pada awal abad ke-17, Palembang menjadi pusat pemerintahan kerajaan yang
bernuansa Islam dengan pendirinya Ki Gede ing Suro, bangsawan pelarian dari
Kesultanan Demak akibat kemelut politik setelah mangkatnya Sultan Trenggana.
Pada masa ini pusat pemerintahan di daerah sekitar Kelurahan 2-Ilir, di tempat
yang sekarang merupakan kompleks PT Pupuk Sriwijaya. Secara alamiah lokasi
keraton cukup strategis, dan secara teknis diperkuat oleh dinding tebal dari
kayu unglen dan cerucup yang membentang antara Plaju dengan Pulau Kembaro
(Kemaro), sebuah pulau kecil yang letaknya di tengah Sungai Musi. Keraton
Palembang yang dibangunnya itu disebut Keraton Kuto Gawang yang bentuknya empat
persegi panjang dibentengi dengan kayu besi dan kayu unglen yang tebalnya 30 x
30 cm/batangnya. Kota berbenteng yang di kemudian hari dikenal dengan nama Kuto
Gawang ini mempunyai ukuran 290 Rijnlandsche roede (1093 meter) baik panjang
maupun lebarnya. Tinggi dinding yang mengitarinya 24 kaki (7,25 meter).
Orang-orang Tionghoa dan Portugis berdiam berseberangan yang terletak di tepi
sungai Musi. Kota berbenteng ini sebagaimana dilukiskan pada tahun 1659 (Sketsa
Joan van der Laen), menghadap ke arah Sungai Musi (ke selatan) dengan pintu
masuknya melalui Sungai Rengas. Di sebelah timurnya berbatasan dengan Sungai
Taligawe, dan di sebelah baratnya ber¬batasan dengan Sungai Buah. Dalam gambar
sketsa tahun 1659 tampak Sungai Taligawe, Sungai Rengas, dan Sungai Buah tampak
terus ke arah utara dan satu sama lain tidak bersambung. Sebagai batas kota
sisi utara adalah pagar dari kayu besi dan kayu unglen. Di tengah benteng
keraton tampak berdiri megah bangunan keraton yang letaknya di sebelah barat
Sungai Rengas. Benteng keraton mempunyai tiga buah baluarti (bastion) yang
dibuat dari konstruksi batu. Orang-orang asing ditempatkan/ber¬mukim di
sebe¬rang sungai sisi selatan Musi, di sebelah barat muara sungai Komering
(sekarang daerah Seberang Ulu, Plaju).
perang kuto gawang Des 1659 |
Pembakaran
Kuto Gawang
Selama
dua abad masa kesultanan, keraton sultan berpindah beberapa kali. Kesultanan
mula-mula berpusat di kawasan Plaju, dinamai Kuto Gawang. Djohan Hanafiah
menjelaskan Kuto Gawang sebagai kota yang dilindungi pagar dinding berstruktur
kayu.
Perlawanan
Palembang kepada VOC atas kecurangan perusahaan dagang Belanda itu dalam
perdagangan timah dan lada berujung pada pengusiran dan pembongkaran loji
Belanda di Sungai Aur atas perintah Sultan Mahmud Badaruddin II pada tahun
1811. Perlawanan itu berujung pada penyerangan keraton.
Pada
masa pemerintahan sido ing rejek terjadi peperangan melawan belanda (VOC) tahun
1659, pihak belanda berhasil memenangkan peperangan dan membumi hanguskan
benteng kuto gawang sehingga rata dengan tanah dan selanjutnya pangeran sido
ing rejek menyingkir ke pedalaman.
Pertempuran ini di pimpin oleh pangeran ario kusuma abdul rohim kiyai emas endi dengan di Bantu oleh putri ratu emas tumenggung bagus kuning pengkulu, pangeran mangku bumi, nembing kapal dan kiayi demang kecek.
Sumber : http://www.palembang.go.id/
No comments:
Post a Comment