Gambar 1. Sisa Peninggalan
Jepang Di Palembang “Sejarah Yang Terlupakan” (Bagian 2)
A. EKSPEDISI KE EMPAT (Komplek
Pertahanan Jepang)
Gambar 2. Sisa Bangunan
Barak Tentara Jepang, Di Komplek Pertahanan Lorong Sikam
Selasa, 13 Desember 2011. Kali ini perjalanan ekspedisi kami hanya berdua
saja saya (Adrian Fajriansyah) dan Kgs. M. Habibillah. Tujuan kami hari
itu adalah ke Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang. Menurut informasi yang
saya dapatkan di Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang ini merupakan salah satu
tempat ditemukannya sisa peninggalan tentara Jepang saat Perang Dunia Ke II.
Perjalanan ekspedisi kali ini
kami lalui dengan menggunakan transportasi umum BRT (Buss Rapit Transit) atau
biasa dikenal Transmusi. Sesampainya di depan halte Jalan Pertahanan,
Plaju kami langsung bergegas mencari komplek pertahanan tentara Jepang
tersebut.
Selama diperjalanan mencari
komplek pertahanan Jepang tersebut kami selalu bertanya dengan penduduk
setempat agar tidak tersesat di jalan. Info dari penduduk setempat
mengatakan bahwa komplek pertahanan Jepang berada di Lorong Sikam yang masih
berada di satu kawasan dengan Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang. Setelah
melewati beberapa lorong akhirnya kami sampai di komplek pertahanan Jepang
tersebut. Sesampai kami di komplek pertahanan Jepang tersebut kami
bertemu dengan seorang warga setempat yang bernama Iwan. Bapak Iwan
merupakan penduduk setempat yang tinggal tidak jauh dari tempat sisa
puing-puing komplek pertahanan tentara Jepang.
Setelah berbincang beberapa saat
akhirnya dengan suka rela bapak Iwan yang kurang lebih berusia 30 tahun ini
dengan senang hati mengantarkan kami ke sisa-sisa komplek pertahanan Jepang
yang ada di Lorong Sikam tersebut.
Dengan jiwa berapi-api dan penuh
semangat bapak Iwan menceritakan satu persatu fungsi dan nama dari
bangunan-bangunan sisa komplek pertahanan Jepang tersebut.
Pertama-tama kami diajak oleh
bapak Iwan ke sebuah rumah, menurut bapak Iwan rumah yang sekarang dihuni oleh
warga setempat dulunya berfungsi sebagai sebuah Barak Tentara Jepang.
Barak Tentara Jepang itu memiliki dinding yang sangat tebal yang memungkinkan
barak tersebut tahan dari gempuran serangan tentara Sekutu, dahulu Barak
Tentara Jepang memiliki bangunan yang jauh lebih besar lagi namun sekarang
salah satu sisi barak tersebut telah dirobohkan dan dijadikan rumah warga
dengan bentuk bangunan baru.
Ada satu kejadian konyol, saat
saya ditawarkan oleh bapak Iwan untuk melihat bagian atas bangunan barak, saya
yang penuh rasa penasaran tanpa pikir panjang tidak menolak tawaran itu, dengan
ligat saya menaiki bagian atas barak, sesampai ke bagian atas ternyata bekas
Barak Tentara Jepang tersebut penuh digenangi air sehingga saat saya mencoba
untuk berdiri sangat lincin sekali karena banyaknya lumut dipermukaan lantai
atas bangunan, maka akhirnya demi keselamatan saya dengan pasrah menginjakan
kedua kaki ke genangan air tersebut tanpa melepas alas kaki terlebih dahulu,
tak dihayal lagi sepatu saya basah digenangi air, dengan perasaan menyesal saya
bergerutuk dalam hati “kenapa harus naik ke bagian atas dari barak tersebut
padahal di atas tidak tedapat apa-apa?, ooh malangnya nasib saya”.
Lanjut ke bangunan lain sisa
Tentara Jepang, kali ini kami berdua dibawak bapak Iwan menujuh ke sebuah
lorong yang tidak jauh dari bangunan barak, di lorong yang padat rumah penduduk
tersebut di tengah-tenganya terdapat sebuah sisa bangunan yang dahulu merupakan
Menara Bunker Anti Aircraft Artillery, fungsi dari Menara Bunker Anti
Aircraft Artillery adalah sebagai menara pengintai pesawat udara musuh
yang dilengkapi dengan senapa laras panjang sehingga memukinkan Tentara Jepang
untuk menembak jatuh pesawat udara Sekutu yang terbang di atasnya. Sayang
sekali Menara Bunker Anti Aircraft Artillery pertama (anggaplah
sebagai yang pertama karena dikunjungi pertama kali) yang kami lihat di komplek
pertahanan Jepang ini keadaannya sudah tidak utuh lagi karena dinding bagian
atas dari bunker tersebut sudah dihancurkan warga setempat.
Sekedar info Menara Bunker Anti
Aircraft Artillery di komplek pertahanan Tentara Jepang, Lorong Sikam –
Jalan Pertahanan –Plaju – Palembang ini hampir sama dengan bangunan Bunker yang
kami lihat di Jalan Majahpahit – Kelurahan 1 Ulu – Kertapati – Palembang.
Setelah itu bapak Iwan mengajak
kami untuk melihat Menara Bunker Anti Aircraft Artillery ke dua yang
ada di komplek pertahanan Tentara Jepang. Keadaan Menara Bunker Anti
Aircraft Artillery ke dua ini tidak jauh lebih baik dari menara bunker
pertama yang kami lihat karena hampir semua dinding bangunan telah hancur dan
hilang, menurut bapak Iwan dinding bangunan itu banyak digunakan warga untuk
menimbun tanah di rumahnya.
Kemudian tidak jauh dari menara
bunker yang ke dua kami melihat Menara Bunker Anti Aircraft Artillery yang
ke tiga. Kali ini Menara Bunker Anti Aircraft Artillery ke tiga
keadaannya jauh lebih baik dibandingkan yang pertama dan ke dua karena
bantuknya yang masih utuh walaupun tidak terawat dengan baik karena banyak
ditumbuhi oleh rumput dan ilalang. Tidak jauh dari menara bunker ke tiga
terdapat sebuah bangunan tua berbentuk persegi panjang di dalamnnya banyak
terdapat tumpukan sampah, menurut bapak Iwan bangunan ini dulunya adalah sebuah
ruang tahanan dan tempat penyiksaan para romusha atau pekerja paksa dari warga
Indonesia, salah satu info menarik dari bapak Iwan tidak jauh dari bangunan tua
itu dulunya ada sebuah lorong yang menurut warga setempat lorong tersebut bila
dimasuki akan ke luar di daerah Tegal Binangun daerah Jakabaring di mana di
sana juga terdapat sisa bangunan Jepang yang diyakini warga sebagai Benteng
Jepang.
Selanjutnya tidak jauh dari
bangunan tua yang diyakini sebagai ruang tahanan dan penyiksaan para romusha
itu terdapat sebuah lagi Menara Bunker Anti Aircraft Artillery yang
ke empat, kali ini fungsi bangunan menara bunker itu sudah dirubah oleh warga
setempat sebagai tempat kadang ayam, bapak Iwan memberikan julukan tempat
tersebut sebagai “benteng kandang ayam” karena banyaknya kandang ayam yang
terdapat di sisa menara bunker tersebut.
Sebenarnya masih ada dua lagi
Menara Bunker Anti Aircraft Artillery milik tentara Jepang di komplek
pertahanan ini, hanya saja satu buah menara bunker telah ditimbun sebagai rumah
warga dan satu lainnya dijadikan kolam ikam oleh warga setempat, ke dua
bangunan sisa menara bunker tersebut berada di halaman rumah warga sehingga
tidak memungkinkan kami untuk melihatnya.
Menurut bapak Iwan dahulu sering
para arkeolog dari luar maupun dalam negeri yang berkunjung melihat bangunan
sisa Tentara Jepang di komplek pertahanan tersebut.
Secara keseluruhan menurut
informasi dari bapak Iwan di komplek Pertahanan Tentara Jepang daerah Lorong
Sikam, Jalan Pertahanan, Plaju, Palembang terdapat kurang lebih 6 buah Menara
Bunker Anti Aircraft Artillery yang jarak dari menara bunker satu ke
menara bunker lainnya kurang lebih 50 meter, satu buah Barak Tentara Jepang,
satu buah Ruang Tahanan atau Tempat Penyiksaan para romusha, dan satu buah
lorong bawah tanah.
Kesemua tinggalan sejarah Tentara
Jepang saat menduduki kota Palembang tersebut keadaannya jauh dari kata terawat
atau bisa dinilai sangat memperihatinkan karena tidak adanya perhatian dan
kepedulian pemerintah terhadap bangunan sejarah tersebut.
a. Dokumentasi Komplek
Pertahanan Jepang
Alamat : Komplek Pertahan Tentara
Jepang, Lorong Sikam – Jalan Pertahanan – Plaju – Palembang, Sumatera Selatan,
Indonesia.
Gambar 3. Bagian Atap Barak
Tentara Jepang
Gambar 4. Bagian Dalam
Barak Tentara Jepang, Sekarang Menjadi Rumah Warga
Gambar 5. Sisa Menara
Bunker Anti Aircraft Artillery “Pertama”, Komplek Pertahanan Jepang
Gambar 6. Sisa Menara
Bunker Anti Aircraft Artillery “Kedua”, Komplek Pertahanan Jepang
Gambar 7. Sisa Menara
Bunker Anti Aircraft Artillery “Ketiga”, Komplek Pertahanan Jepang
Gambar 8. Sisa Menara
Bunker Anti Aircraft Artillery “Keempat”, Dijuluki “Benteng Kandang Ayam”
Gambar 9. Tempat Tahanan
Atau Ruang Penyiksaan Romusha
Gambar 10. Ruang Penyiksaan
Atau Tempat Tahanan
Gambar 11. Di Bawah
Genangan Air Tersebut Konon Katanya Ada Terowongan Yang Tembus Ke Benteng
Jepang Di Jakabaring
Gambar 12. Saya (Kanan)
Bersama “Guide” Bapak Iwan (Kiri)
Gambar 13. Lorong Sikam
Tempat Menujuh Situs Komplek Pertahanan Jepang
B. EKSPEDISI KE LIMA (Benteng
Jepang)
Gambar 14. Sisa Puing
Bangunan “Benteng Jepang” Di Jakabaring Dekat SMAN 19 Palembang
Selasa, 13 Desember 2011. Ekspedisi ini sebelumnya tidak direncanakan,
berawal dari informasi warga bahwa di daerah Tegal Binangun Jakabaring dekat
SMA Negeri 19 Palembang terdapat sebuah bangunan yang diatasnya berbentuk
seperti kawah tengkurep atau topi Jepang, warga sekitar menyebutnya sebagai
Benteng Jepang karena bangunannya yang besar dan kokoh layaknya sebuah benteng
Untuk menujuh ke Benteng Jepang
itu kami berdua (saya Adrian Fajriansyah dan Kgs. M. Habibillah) terlebih dahulu
singgah ke rumah saudara Almaarif PP (Alma) yang merupakan salah satu sahabat
kami. Saudara Alma kami kunjungi dengan pertimbangan pertama beliau tau
jalan dan lokasi dari Benteng Jepang, ke dua beliau memiliki kendaraan yang
dapat mengantarkan kami menujuh ke lokasi Benteng Jepang tersebut.
Benteng Jepang tersebut berada di
dekat sekolahan yang notabene ibunda dari saudara Alma mengajar, ibunda saudara
Alma merupakan seorang guru yang mengajar di SMA Negeri 19 Jakabaring,
Palembang.
Sesampai di rumah Alma kami
disambut dengan sedikit kejutan, karena saudara Alma tak menyangka kami datang
pada hari itu karena sebelumnya kami tidak mengabarkan akan berkunjung ke
rumahnya. Setelah menceritakan niat kami ingin mengunjungi Benteng Jepang
di Jakabaring saudara Alma dengan baik hati mau menjadi “guide” kami untuk
menghantarkan kami berkunjung ke salah satu situs yang dianggap peninggalan
Jepang tersebut
Dengan menggunakan kendaraan
motor roda dua milik saudara Alma kami bergegas menujuh “TKP” tempat dari
keberadaan Benteng Jepang tersebut. Setelah kurang lebih 15 menit
perjalanan dari rumah Alma yang berada di Plaju akhirnya kami sampai di sisa
puing bangunan Benteng Jepang dekat SMA Negeri 19 Jakabaring, Palembang.
Ternyata bangunan kokoh yang dulu
dijuluki oleh warga setempat sebagai Benteng Jepang bentunya sudah tak utuh
lagi atau bisa dikatakan hancur lebur yang ada tinggal puing sisa-sisa tembok
bangunan yang berserakan di tanah. Sangat menyedihkan, dahulu di atas
puing tersebut berdiri sebuah bangunan megah yang dianggap warga sebagai
Benteng Jepang ada juga warga yang berkata bahwa itu kuburan Jepang namun
sayang sekarang hanya tinggal kenangan karena bangunan itu sudah hancur entah
karena apa.
Menurut kesaksiaan saudara Alma
beberapa waktu yang lalu bangunan ini masih berdiri dengan kokoh, bangunannya
sangat unik dimana di atasnya berbentuk seperti sebuah kawah tengkurep, ada
seorang bapak yang cobah mendekati kami pun membenarkan perkataan saudara Alma
bahwa dahulu bangunan yang katanya Benteng Jepang ini bentuknya sangat menarik
mirip sebuah Topi Jepang.
Sekarang sangat disayangkan,
bangunan yang katanya Benteng Jepang sudah tidak unik dan menarik lagi karena
daya tariknya telah roboh berserakan di atas tanah, yang ada sekarang hanya
cerita dan kisah dari warga yang pernah melihat langsung saat bangunan itu
masih berdiri kokoh, sekarang siapa yang harus disalahkan? Siapa yang
harus bertanggungjawab atas kehancuran bangunan ini? Generasi selanjutnya
tidak akan pernah lagi tahu bagaimana bentuk dari “Benteng Jepang”, generasi
selanjutnya hanya akan dapat mendengarkan cerita bahwa dahulu di sini pernah
ada “Benteng Jepang” namun tidak akan pernah bisa melihat bagaimana
bentuknya. Menyedihkan.
Selepas menyasikan puing-puing
sisa “Benteng Jepang” kami kembali pulang ke rumah saudara Alma, namun malang
tak bisa ditolak karena tiba-tiba saat berada di tengah perjalanan hujan turun
dengan derasnya, terpaksa kami berteduh sejenak di sebuah pondok tua yang reok,
tidak lama hujan sedikit meredah maka kami pun melanjutkan perjalanan pulang,
namun beberapa saat kemudian hujan turun lagi dengan lebih deras, kali ini kami
putuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan walaupun harus basah
kehujanan. Setelah melalui perjuangan panjang di jalanan kehujanan kami
sampai di rumah saudara Alma dengan keadaan basa kuyup, tidak ada satupun
bagian tubuh kami yang terlihat kering. Akan tetapi hujan bukan soal
karena banyak pelajaran yang didapat dari sebuah ekspedisi ini, perlajaran
tentang sejarah bangsa yang tidak ternilai harganya.
Setelah istirahat sejenak di
rumah Alma, kami berdua (saya Adrian Fajriansyah dan Kgs. M. Habibillah)
bergegas untuk pulang apalagi waktu telah menujukan pukul setengah enam
sore. Kami pulang menggunakan kendaraan umum Transmusi, sesaat memasuki
Transmusi hawah dingin langsung menusuk tubuh karena AC di dalam bus BRT itu
sangat dingin apalagi kondisi cuaca saat itu gerimis ditambah lagi pakaian kami
yang belum kering benar maka jadilah saat-saat di dalam Transmusi itu adalah
sebuah “penderitaan” karena harus menahan rasa dingin yang begitu menusuk ke
tubuh kurang lebih 1 jam lamanya. Setelah sampai dan keluar dari
Transmusi rasanya sangat menyenangkan dan lega karena baru saja lepas dari
“penderitaan” menahan dingin yang sangat luar biasa.
Sekarang saya baru sadar bahwa
benar kata orang bahwa bumi Indonesia adalah tempat tebaik untuk di tinggali di
dunia karena cuacanya yang sangat pas ditubuh di mana cuaca di Indonesia tidak
terlalu dingin dan tidak terlalu panas. Saya senang dan bangga tinggal di
Indonesia.
b. Dokumentasi Benteng
Jepang
Alamat : Benteng Jepang, Daerah
Tegal Binangun – Dekat SMA Negeri 19 – Jakabaring – Palembang, Sumatera
Selatan, Indonesia.
Gambar 15. Dahulu Di Sini
Berdiri Sebuah Bangunan Yang Dijuluki Sebagai “Benteng Jepang”
Gambar 16. Benteng Jepang
Sekarang Tinggal Kenangan
Gambar 17. Tim Ekspedisi
Berdiri Di Atas Reruntuhan Bangunan Benteng Jepang
Gambar 18. Sebuah Lorong
Menujuh Bagian Dalam Benteng Jepang
Gambar 19. Sekarang Di
Halaman Benteng Jepang Telah Di Bangun Sebuah Masjid
Gambat 20. Special Thanks
For Kgs. M. Habibillah
C. EKSPEDISI KE ENAM
(Bunker Utama Pertahanan Udara Jepang)
Gambar 21. Bunker
Pertahanan Udara Jepang, Samping RSK Charitas, Jalan Jendral Sudirman
Rabu, 14 Desember 2011. Ekspedisi kali ini lagi-lagi hanya berdua saja
saya (Adrian Fajriansyah) dan Kgs. M. Habibillah. Tempat tujuan kami kali
ini adalah sebuah Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang yang berada di
samping RSK (Rumah Sakit Kristen) Charitas, Jalan Jendral Sudirman, Palembang.
Saat kami akan menujuh ke Bunker
Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang terlihat banyak pemuda yang duduk diatas
tangga menujuh ke bunker tersebut sehingga membuat kami harus menunggu sejenak
pemuda itu pergi dari tempat tersebut, hal ini dikarenakan kami tidak ingin
saat kami meliput tempat tersebut terlalu banyak orang yang tau sehingga
nantinya membuat keramaian menjadikan ekspidisi ini tak nyaman lagi.
Cukup lama kami munggu pemuda itu
pergi, entah apa yang dilakukan para pemuda tanggung itu di atas tangga
tersebut, bercerita menghabis-habisakan waktu cuma-cuma mungkin itu yang
dilakukan oleh para pemuda tersebut. Sangkin lamanya kami berdua sampai
sempat sarapan terlebih dahulu karena lapar menunggu para pemuda itu
pergi. Setelah kurang lebih 1 jam lamanya menunggu akhirnya para pemuda
tersebut pergi dari tangga menujuh ke bunker sebelah charitas.
Kami berdua lalu bergegas menujuh
ke bunker dengan menaiki anak tangga, lalu membuka pintu pagar di mana di
dalamnya terdapat rumah penunggu tanah di daerah itu dan tidak jauh dari sana
terdapat bunker peninggalan tentara Jepang yang kami ingin kunjungi.
Sesaat setelah membuka pagar
rumah tersebut tiba-tiba kami disambut dengan lolongan anjing si pemilik tanah
dan rumah tersebut kontan saja saya shok dan ingin kabur dari tempat
itu, namun sang anjing tiba-tiba dengan cepatnya langsung menghampiri saya, si
Abi (Kgs. M. Habibillah) yang notabene berada di belakang saya berada di dekat
pagar kontan langsung membuka pintu pagar bersiap untuk kabur sedangkan saya
yang langsung berhadapan “empat mata” dengan anjing si pemilik rumah tidak
dapat lagi untuk pergi ke mana-mana karena dalam hati saya berkata bila saya
lari untuk kabur tentunya anjing ini akan lebih ganas dan mungkin akan mengigit
saya maka akhirnya dengan perasaan takut dan pasrah saya hadapi anjing itu
dengan sebuah tas ransel. Huus.. huus.. itulah kata-kata yang terucap
dari mulut saya sambil gemetar saat anjing itu melolong dengan kerasnya, untung
saja sang pemilik rumah mendengar lalu keluar dan menghampir saya, lalu sang
anjing pun pergi, dalam hati saya berkata “selamat, selamat”.
Ika namanya adalah seorang gadis
kecil anak dari pemilik rumah dan tanah di tempat itu, berusia kurang lebih 8
tahunan, telah menyelamatkan saya dari “keganasan” lolongan si anjing yang
ternyata setelah berkenalan bernama eko.
Kemudian kami diajak oleh Ika
bertemu denga ibunya yang ternyata masih berdarah Palembang bergelar Raden,
menurut cerita ibu pemilik rumah beliau terlahir dari keturunan langsung Sultan
Mahmud Badaruddin II atau keturunan orang Palembang yang ada di Ternate tempat
sang sultan di makamkan. Lalu kami berdua izin dengan ibu pemilik rumah
untuk dapat melihat dan mendokumentasikan keberadaan Bunker Utama Pertahanan
Udara Tentara Jepang yang ada di halaman tanah milik leluruhnya itu.
Dengan ramah dan senang hati ibu pemilik rumah mengizinkan kami untuk
melihat-lihat bagian luar bunker Jepang tersebut, beliau berkata kami
sebenarnya bisa saja untuk melihat bagian dalam ruangan bunker namun karena ada
sarang burung wallet di dalamnya sehingga untuk saat ini kami tidak bisa memasukinya
kecuali saat panen datang.
Dengan ditemani Ika anak dari ibu
pemilik rumah kami berkeliling melihat tinggalan sejarah dari Tentara Jepang
saat Perang Dunia Ke II tersebut. Kami diajak melihat bagian sisi luar
dinding bangunan, kemudian pintu masuk bangunan, lalu kami juga diajak melihat
bagian atap bangunan, dibagian atap bangunan bunker terdapat sebuah cerobong
besar, menurut Ika dari cerobong itulah para burung wallet masuk menujuh ke
sarangnnya dan dari cerobong itu juga kita dapat melihat bagian dalam ruangan
bunker. Dari lubang cerobong terlihat bagian dalam ruang bunker sangat
kokoh, dindingnya terlihat begitu tebal dan keras, hawa udara di dalam ruangan
terasa begitu sejuk.
Ika berkata bahwa di dalam bunker
tersebut terdapat banyak ruangan seperti lorong yang berhubungan satu sama
lainnya, kemudian ditengah-tengahnya terdapat sebuah meja besar yang terbuat
dari beton, dengan berandai-andai saya membayangkan meja tersebut pastilah
dulunya digunakan oleh para serdadu Jepang untuk merapatkan stratergi perang
mereka.
Kemudian Ika mengajak kami ke
sebuah bangunan mirip bak besar namun di dalamnya terdapat sebuah tangga
menujuh ke dalam tanah, sebuah ruang kecil menujuh dalam tanah tersebut
terlihat sudah tergenang air sehingga tampak menyerupai sebuah sumur.
Tidak terasa perjalanan kami
mengelilingi Bunker Utama Pertahanan Udara Jepang tersebut juga ditemani oleh
Eko si anjing, lama-kelamaan Eko menjadi akrab dengan kami sehingga tak ada
rasa curiga lagi terhadap kami.
Setelah kami puas mengelilingi
dan mendokumentasikan bangunan bunker, kami lalu bercerita dengan sang Ibu
pemilik rumah dan tanah di tempat itu, menurut sang Ibu di dalam ruangan dalam
bunker juga terdapat sebuah lorong bawah tanah namun lorong tersebut sudah
tidak bisa dimasuki karena bagian tengah lorong telah buntu akibat pembangunan
pondasi dari Hotel Sandjaja Palembang mungkin saat Hotel tersebut meningkatkan
tarafnya ke jenjang Internasional saat pembangunan gedungnya yang berlantai 7
ditahun 80an. Padahal menurut informasi yang saya dapat dahulu lorong
bawah tanah yang terdapat di bawah Bunker Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang
di sebelah RSK Charitas tersebut terkoneksi langsung dengan lorong bawah tanah
yang berada di pinggiran sungai musi, namun keberadaan lorong bawah tanah di
sungai musi sampai sekarang belum diketahui. Diperkirakan lorong bawah
tanah di bawah bunker sebelah charitas tersebut berfungsi sebagai tempat
melarikan diri ketika pihak Jepang terdesak oleh serangan tentara Sekutu.
Saya sempat menanyakan kepada ibu
pemilik rumah apakah pernah mengalami situasi mistis selama tinggal
berdampingan dengan sisa peninggalan Jepang tersebut, sang ibu menjawab tidak
pernah sama sekali tapi menurutnya para satpam RSK Charitas sering mengalami
pengalaman mistis yang diantaranya ada yang bercerita bahwa mereka sering
bermimpi di kejar oleh tentara Jepang, lalu ada juga yang bercerita bahwa
pernah suatu malam mereka mendengar langkah kaki segerombolan serdadu namun
tidak penah terlihat siapa yang melakukannya dan masih banyak lagi pengalaman
mistis yang dialami oleh para satpam di RSK Charitas namun tidak pernah sama
sekali dialami oleh ibu dan penghuni rumah lainnya.
Secara keseluruhan bangunan
Bunker Utama Pertahanan Udara Tantara Jepang di Jalan Jendral Sudirman samping
RSK Charitas ini keadaannya jauh lebih baik dari semua sisa peninggalan Tentara
Jepang di Palembang. Keadaan bangunan masih kokok walaupun tidak terawat
selain itu bangunan ini pun ruang di dalamnya masih terlihat dalam kondisi baik
dan dapat dimasuki. Diperkirakan dahulu bangunan ini digunakan sebagai
markas utama tentara Jepang dalam menghalau serangan udara tentara Sekutu ini
dapat dibuktikan dari besarnya bangunan ini yang mengidikasikan bahwa tempat
ini mungkin adalah markas utama.
Puas mendapatkan cerita yang
sangat bermanfaat dari ibu si pemilik rumah kami kemudian bersiap untuk pulang,
namun saat bergegas pulang si ibu menyajikan kami minum terlebih dahulu dengan
senang hati kami minum air yang telah disajikan oleh si ibu, lalu ibu itu pun
dengan baiknya menawarkan kami untuk ikut masuk ke dalam bunker bila berminat
saat panen wallet di lakukan sekitar tanggal 23-24 Desember 2011 mendatang,
dengan senang hati kami menerima tawaran sang ibu. Sekarang dengan
perasaan antusias dan penasaran kami menanti kesempatan masuk ke dalam Bunker
Utama Pertahanan Udara Tentara Jepang tersebut tiba.
c. Dokumentasi Bunker Utama
Pertahanan Udara Jepang
Alamat : Bunker Utama Pertahanan
Udara Jepang, Jalan Jendral Sudirman – Di Samping RSK Charitas – Palembang,
Sumatera Selatan, Indonesia.
Gambar 22. Bagian Samping
Bunker Pertahanan Udara Jepang
Gambar 23. Keadaan Bangunan
Yang Masih Sangat Kokoh Dan Kuat
Gambar 24. Sekarang Bunker
Ini Berfungsi Sebagai Sarang Burung Walet
Gambar 25. Bagian Atas
Bunker Pertahanan Udara Tentara Jepang, Di Jalan Jendral Sudirman Palembang
Gambar 26. Cerobong Bunker
Digunakan Sebagai Ruang Keluar Dan Masuk Burung Walet
Gambar 27. Bagian Dalam
Bunker Pertahanan Udara Jepang Yang Tampak Masih Kokoh Dan Kuat
Gambar 28. Bunker
Pertahanan Udara Jepang, Sisa Tinggalan Sejarah Jepang Yang Masih Berdiri Kokoh
Gambar 29. Sebuah Bak Di
Mana Di Dalamnya Terdapat Tangga Menujuh Ke Sebuah Lorong Bawah Tanah
Gambar 30. Tangga Menujuh
Lorong Bawah Tanah
Gambar 31. Bunker
Pertahanan Udara Jepang Berhadap-hadapan Dengan Gedung Bank Indonesia Palembang
Gambar 32. Saya (Kiri)
Bersama “Guide Cilik” Ika (Kanan)
Gambar 33. Sang Penjaga Si
Eko
Sejarah Yang Terlupakan
By Adrian Fajriansyah 17/12/2011
Sumber foto dan tulisan : https://adrian10fajri.wordpress.com/
By Adrian Fajriansyah 17/12/2011
No comments:
Post a Comment