CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.

01 October 2010

Resep Cara Membuat Mie Celor 26 Ilir Palembang

Foto : sumsel.tibunews.com
Resep Cara Membuat Mie Celor 26 Ilir Palembang– Kuliner Palembang tidak hanya identik dengan pempeknya saja, salah satunya adalah Mie Celor. Mie Celor ini sendiri mirip seperti mie rebus, akan tetapi kuahnya kental yang merupakan perpaduan antara udang ,santan dan telur. Mie nya berukuran besar dan lurus seperti spaghetti dan disajikan bersama serpihan daging udang, potongan telur rebus dan bawang goreng. Rasanya yang asin dan gurih yang aduhai langsung menyergap disuapan pertama serta aroma udang dan telur begitu terasa.
Rahasia untuk kelezatan Mi Celor ini terletak pada penggunaan udang sebagai pelezat utama kuah nya. Yaitu pada kaldu udang dan daging udang (terutama udang galah atau udang satang) yang di lembutkan sehingga dapat menghasilkan adonan kuah yang lembut, kental, gurih dan memiliki warna agak kemerah mudaan. Nah apakah anda tertarik untuk membuatnya, berikut ini saya akan memberikan bahan dan cara membuat Mie Celor 26 Ilir Palembang yang lezat, sebagai berikut :

Resep Cara Membuat Mie Celor 26 Ilir Palembang

Bahan untuk mie celor Palembang :
  • 300 grm udang, dikupas, sisakan ekor nya lalu kerat punggung nya (ambillah kulitnya untuk kaldu)
  • 100 grm taoge, seduh
  • 3 butir telur, rebus lalu potong-potong
  • 6 batang kucai, iris halus
  • bawang goreng 5 sendok makan
  • 1 sendok teh air jeruk limau
  • 250 grm mei telur, seduh
Bahan untuk kuah mie celor palembang :
  • 1 sendok teh air jeruk limau
  • 2 sendok makan tepung terigu encerkan dengan 50 ml air
  • 2 butir telur, kocok lepas
  • 1250 mli kaldu udang
  • 250 mli santan dari ½ btr kelapa
  • ¼ sendok teh gula pasir
  • ½ sendok teh merica bubuk
  • 1 sendok makan garam
Cara membuat Mie Celor Palembang :
  1. Pertama aduk udang dan air jeruk limau lalu diamkan selama 15 menit.
  2. Didihkan 1500 mli air, masukkan lah kulit udang lalu angkat. Kemudian ukur kaldunya 1250 ml.
  3. Selanjutnya didihkan kaldu udang, tambah kan santan, gula, merica, garam dan udang kupas, lalu rebus sampai matang ( untuk udang bisa utuh, dapat pula dihancurkan dulu dengann dicincang halus, ataupun kombinasi keduanya).
  4. Masukkan juga telur mentah sambil diaduk sampai menjadi berbutir-butir, tambah kan air jeruk limau, aduk hingga matang. Kental kan dengan larutan tepung terigu sambil diaduk hingga meletup-letup.
  5. Yang terakhir sendokkan mie dan juga taoge ke dalam mangkuk, tambah kan potongan telur rebus, siramlah dengan kuah panas, tabur kan kucai dan bawang goreng. Tambahkanlah sambal cabe rawit bila ingin pedas. (untuk khas Palembang, biasanya sambal cabe rawit hijau yg diberi air matang)
  6. Nah Mie Celor 26 Ilir Palembang siap disajikan untuk 4 orang.
Demikian Resep Cara Membuat Mie Celor 26 Ilir Palembang, yang merupakan salah satu makanan khas palembang, resep ini dari kresep.com

07 September 2010

Asal Mula Gelar Kebangsawanan Palembang Darussalam

Masyarakat Indonesia pada umumnya mengenal berbagai macam gelar kebangsawanan yang diwarisi turun temurun semenjak zaman Indonesia masih berbentuk kerajaan.Beberapa diantaranya adalah gelar yang saat ini masih digunakan oleh para keturunan priyai dari Palembang Darussalam.
Adapun sistem pewarisannya menganut garis patrilineal (ayah/laki-laki). Artinya gelar tersebut hanya boleh diwarisi seseorang jika ayahnya merupakan keturunan dari si pemegang gelar tersebut.

Gelar-gelar yang dipakai adalah sebagai berikut:
•Raden disingkat (R) gelar laki-laki dan Raden Ayu (R.A) gelar wanita.
•Masagus disingkat (Mgs) gelar laki-laki dan Masayu (Msy) gelar wanita.
•Kemas disingkat (Kms) gelar laki-laki dan Nyimas (Nys) gelar wanita.
•Kiagus disingkat (Kgs) gelar laki-laki dan Nyayu (Nya) gelar wanita.

Ditinjau dari beberapa teori-teori yang telah berkembang, maka akan timbul pertanyaan, Sejak Kapan adanya gelar-gelar kebangsawanan Palembang? Siapa yang mempeloporinya? Bagaimana sistem kekerabatannya?

Asal-usul Pemakaian Gelar Palembang

Dari beberapa temuan silsilah serta catatan mengenai sejarah Palembang, maka dapat dilihat bahwa gelar kebangsawan Palembang telah ada sejak masa awal terbentuknya Kerajaan Palembang yang dipakai oleh para Priyai-priyai yang sebagian berasal berasal dari tanah Jawa.

Pada masa awal Kerajaan Palembang, gelar yang dipakai pertama kali adalah Kyai Gede disingkat (Ki Gede). Dalam struktur masyarakat Jawa, gelar Kyai (Ki) adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada seseorang yang dianggap bijak atau memiliki asal usul keningratan. Sedangkan untuk perempuan gelarnya adalah Nyai (Nyi). Gede/Ageng artinya Besar atau Agung. Jadi sebutan Kyai Gede memiliki arti bahwa beliau merupakan seorang pemimpin masyarakat dan termasuk ke dalam golongan elit bangsawan.

Gelar ini digunakan oleh Ki Gede Ing Suro bin Pangeran Sedo Ing Lautan beserta saudaranya Ki Gede Ing Ilir. Mereka inilah peletak dasar pertama sistem kerajaan Islam Palembang. Sepeninggalnya Ki Gede Ing Suro, tahta kerajaan jatuh kepada keponakannya yang bernama Kemas Anom Dipati Jamaluddin bin Ki Gede Ing Ilir. Pemberian nama Kemas/Ki Mas/Kyai Mas di mulai pada masa ini. Mas berarti Yang Mulia. Seluruh putra-putri Kemas Anom Dipati Jamaluddin diberi nama sesuai dengan nama orang tuanya. Namun ketika Kemas Anom Dipati Jamaluddin naik tahta ia masih diberi gelar mengikuti gelar pamannya yaitu Ki Gede Ing Suro (Mudo) untuk menghormati pamannya tersebut. Inilah masa terakhir digunakannya gelar Ki Gede sebagai gelar pembesar kerajaan.

Kemudian setelah itu Ki Gede Ing Suro (Mudo) atau Kemas Anom Dipati Jamaluddin mewariskan tahta kerajaan kepada putranya yang bernama Kemas Dipati. Namun gelar Kemas untuk penguasa kerajaan Palembang ini pun tidak bertahan terlalu lama. Ketika Palembang mulai berada dibawah kekuasaan Kesultanan Mataram, gelar yang digunakan oleh pewaris tahta kerajaan adalah gelar Pangeran. Gelar Pangeran berarti yang memerintah. Gelar ini diberikan kepada anak laki-laki dari Raja. Tetapi gelar ini tidak otomatis, artinya gelar hanya diberikan atas perkenan Raja. Oleh karena itu gelar ini sering juga diberikan raja kepada orang yang dikehendakinya. Sementara putra-putra raja yang lain masih tetap diberikan gelar Kemas.

Perlu menjadi catatan, bahwa pada masa itu tradisi pemakaian gelar berdasarkan sistem “Bilateral” yaitu sistem kekerabatan yang memakai salah satu dari dua garis keturunan dari Bapak/Ibu (garis Laki-laki/Wanita) tradisi dan Budaya Jawa.
Perubahan gelar penguasa dan keturunan palembang mulai terjadi dimasa kekuasaan Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean) bin Tumenggung Manco Negaro. Sebagai keturunan dari penguasa Jawa, yaitu Prabu Satmata Muhammad ‘Ainul Yaqin (Sunan Giri/Raden Paku) ia mulai menggunakan pemberian gelar Raden dan Raden Ayu kepada sebagian putra-putrinya. Apalagi ditunjang pernikahannya dengan keturunan Panembahan Kalinyamat yang masih memiliki hubungan kerabat dengan Kesultanan Mataram. Meskipun begitu, sebagian putra-putrinya yang lain masih diberikan gelar Kemas maupun Masayu.

Puncaknya perubahan gelar dan struktur kerajaan Palembang terjadi dimasa kekuasaan Pangeran Ario Kesumo Abdurrohim (Kemas Hindi). Karena merasa bahwa dukungan dari Kesultanan Mataram sudah mulai berkurang dalam menghadapi serbuan kerajaan lain, maka beliau mengambil keputusan untuk memisahkan diri dari kekuasaan Kesultanan Mataram serta memproklamirkan berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam dengan gelar Sultan. Lalu kepada anak-anaknya beliau memberikan gelar Raden dan Raden Ayu. Sedangkan untuk Putra Mahkota gelar yang Tertinggi adalah Pangeran Ratu (Biasanya anak laki-laki tertua dari Sultan). Namun demikian pernah terjadi Sultan memberi gelar anak laki-lakinya yang tertua dengan gelar Pangeran Adipati atau Prabu Anom .

Pangeran Adipati dipakai oleh anak tertua dari Sultan Abdurrahman yang tidak sempat menjadi raja, dan kedudukannya digantikan oleh adiknya Pangeran Aria (Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago) dan pada tahun 1821-1825 pemberian dan pemakaian gelar Prabu Anom dilakukan Oleh Sultan Ahmad Najamuddin II (Husin Dhiauddin). Hal ini dilakukan karena anak laki-laki dari saudaranya yang tertua (anak Sultan Mahmud Badaruddin II) yang masih hidup telah memakai gelar Pangeran Ratu. Gelar Prabu adalah gelar yang diberikan kepada anak laki-laki Sultan ketika sultan sedang berkuasa.

Mengenai pemakaian gelar Ratu, gelar ini biasanya diberikan kepada Putri Raja yang naik tahta atau Permaisuri (Istri raja) yang disebut dengan Panggilan Ratu Agung atau Ratu Sepuh. Selain itu gelar ini juga diberikan kepada keempat isteri pendamping, karena pada umumnya raja memiliki istri lebih dari satu tetapi bukan selir.Selain Ratu Sepuh ratu-ratu yang lain diberi gelar tambahan/memiliki panggilan tersendiri seperti Ratu Gading, Ratu Mas. Ratu Sepuh Asma, Ratu Ulu, Ratu Ilir, dsb).

Selain gelar untuk para pemegang kekuasaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, di Palembang juga ada gelar-gelar kebangsawanan lain yang masih menunjukkan hubungan antara pemilik gelar tersebut dengan kalangan penguasa baik melalui hubungan keturunan maupun hubungan saudara.
Diantara gelar tersebut adalah sebagai berikut:
• Masagus disingkat (Mgs) gelar laki-laki dan Masayu (Msy) gelar wanita.
Gelar Masagus (Mgs) berarti berharga banyak. Gelar ini diperkirakan mulai muncul dan dibakukan di zaman kekuasaan Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago. Bahwa apabila para Pangeran atau Raden menikah dgn wanita yang tdk memiliki gelar atau berasal dari golongan rakyat maka anak-anaknya kelak diberikan gelar Masagus dan Masayu.
• Kiagus disingkat (Kgs) gelar laki-laki dan Nyayu (Nya) gelar wanita.
Kiagus asalnya Ki Bagus, singkatan dan Kyai Bagus, sebuah gelaran yang diberikan Sultan Demak pada seorang Ulama asal negeri Arab (keturunan Hadramaut) yang bernama Abdurrohman bin Pangeran Fatahillah. Setelah Kiai Bagus menikah dengan seorang salah seorang keluarga Keraton juga diberi gelar Bodrowongso (ada versi lain Bondowongso) dan isteri Kyai Bagus dipanggil dengan sebuatan Nyai Ayu, disingkat Nyiayu, dan di Palembang sering disebut dengan Nyayu.

Kyai Bagus Abdurrohman ini ditenggarai hijrah ke Palembang pada gelombang kedua setelah rombongan pertama yang dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan. Ia mengabdi menjadi Panglima Pasukan Kerajaan Palembang di masa kekuasaan Pangeran Sedo Ing Kenayan. Ketika terjadi huru hara yang menyebabkan terbunuhnya Pangeran Sedo Ing Kenayan beserta seluruh anggota keluarganya akibat ulah Jaladeri, Kyai Bagus Abdurrohman menjadi pahlawan yang berhasil membalaskan dendam keluarga Kerajaan dengan membunuh Jaladeri.
Sebetulnya pada waktu itu Kyai Bagus Abdurrohman memiliki kesempatan untuk menjadi penguasa Kerajaan Palembang, mengingat tidak tersisa lagi keturunan dari penguasa sebelumnya. Namun karena ia khawatir bahwa keturunannya kelak akan saling berebut kekuasaan maka tampuk kepemimpinan beliau serahkan kepada saudara misan Pangeran Sedo Ing Kenayan yaitu Pangeran Muhammad Ali (Sedo Ing Pasarean).

Atas dasar jasanya tersebut, lalu diamanahkan oleh penguasa Palembang kepada para keturunannya untuk selalu menghormati keturunan dari Kyai Bagus Abdurrohman dan menganggap mereka sebagai keluarga sendiri.
Dalam catatan yang kami temukan, Kyai Bagus Abdurrohman diketahui memiliki beberapa orang putra, diantaranya adalah:
1. Ki Panggung
2. Ki Mantuk
3. Kiagus Muhammad (Khalifah Gemuk)
4. Kiagus Abdul Ghani
5. Ki Bodrowongso Mudo

Dari catatan tersebut, yang diketahui menurunkan zuriat Kiagus adalah dari jalur Kiagus Muhammad (Khalifah Gemuk). Sementara putra-putra Kyai Bagus Abdurrohman yang lain kami masih belum menemukan catatannya.
Catatan: Ada beberapa tulisan sejarah yang menceritakan bahwa gelar Masagus dan Kemas juga berasal dari jalur keturunan Kyai Bagus Abdurrohman. Tapi dari beberapa naskah catatan yang kami temukan tidak terdapat bukti bahwa ada keturunan Kyai Bagus Abdurrohman yang bergelar Masagus ataupun Kemas.
Kyai Bagus Abdurrohman diketahui juga memiliki kakak kandung yang bernama Kyai Mas Abdul Aziz (Tumenggung Nagawangsa) bin Pangeran Fatahillah. Kelak dari jalur Kyai Mas Abdul Aziz ini juga menurunkan gelar Kemas dan Nyimas di Palembang.

Catatan: Selain gelar Kiagus yang diturunkan dari jalur Kyai Bagus Abdurrohman terdapat juga jalur lain. Silahkan baca artikel saya yang berjudul “Nasab Keluarga Besar Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam”.

Oleh: Megatian Ananda Kemas, S.psi

Sumber: dirangkum dari berbagai sumber

09 August 2010

Perkembangan Benteng Kuto Besak

Kuto Besak adalah pusat Kesultanan Palembang Darussalam.Sebagai pusat kekuasaan tradisional yang mengalami proses perubahan dari zaman madya mnenuju zaman baru di abad ke-19, baik perubahan nilai-nilai tradisional maupun encekamnya doktrin Barat tentang kapitalisrne dan kolonialisme, yang saling bertentangan dan berkepentingan, menjadikan sejarah Kuto Besak mempunyai keunikan sendiri.

Benteng Kuto Besak terletak di belahan sisi utara sungai Musi, pada bidang tanah yang dulunya merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Palembang-Darussalam yang ketiga setelah Kuto Gawang dan Beringin Janggut. Pada saat Kuto Besak dibangun, di sebelah timurnya terdapat bangunan keraton Kuto Lama. Kompleks keraton ini dikelilingi oleh sungai dan parit. Di sebelah selatan terdapat sungai Musi, di sebelah barat mengalir sungai Sekanak, di sebelah utara mengalir sungai Kapuran yang bersambung dengan sungai Sekanak di sisi barat dan sungai Tengkuruk di sisi timur, dan di sebelah timur mengalir sungai Tengkuruk.

Sungai Tengkuruk pada tahun 1928 ditimbun, dan pada saat ini telah menjadi Jl. Jendral Soedirman yang bersambung ke Jembatan Ampera. Pada lahan yang dikelilingi oleh sungai-sungai tersebut, pada masa Kesultanan Palembang-Darussalam (abad ke-18-20) terdapat bangunan Kuta Lama (Kuta Tengkuruk), Masjid Agung, dan Kuta Besak. Sementara itu, di sisi utara dari Kuto Lama dan Kuto Besak serta di sisi barat Mesjid Agung merupakan tanah kosong (lapangan). Peta situasi ini dapat dilihat pada peta yang dibuat tahun 1811.


Hasil gambar untuk sketsa kota palembang 1811  

Sketsa Kota Palembang tahun 1811 oleh Jaekes. Di sebelah kanan tampak gapura pintu masuk Kuta Lama dan di sebelah kiri gapura pintu masuk Kuta Besak. Di sebelah kanan gapura Kuta Lama tampak bagian puncak menara Masjid Agung

Sebagaimana umumnya kota-kota yang bernuansa Islam, di dekat keraton biasanya terdapat bangunan masjid. Pada keraton di Jawa, di sebelah utara terdapat alun-alun, dan bangunan masjid biasanya terletak di sebelah barat alun-alun. Bangunan keraton menghadap ke arah utara. Di Palembang keadaannya berbeda dengan di Jawa. Bangunan keraton di jaman Kesultanan Palembang dibuat di tepi utara sungai Musi (bangunan keraton menghadap ke selatan), sedangkan bangunan masjid terletak di sebelah timur laut keraton.

Mesjid Agung Palembang pada mulanya disebut Mesjid Sultan dan dibangun pada tahun 1738 oleh Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo. Peresmian pemakaian mesjid ini dilakukan pada tanggal 28 Jumadil Awal 1151 H (26 Mei 1748). Masjid yang mempunyai arsitektur yang khas dengan atap limas-nya ini, konon merupakan bangunan masjid yang terbesar di nusantara pada kala itu. Arsiteknya orang Eropa dan beberapa bahan bangunannya seperti marmer dan kacanya diimpor dari luar nusantara. Kala itu daerah pengekspor marmer adalah Eropa. Dari gambar sketsa yang sampai kepada kita, atap limas mesjid ini bernuansa Cina dengan bagian ujung atapnya melengkung ke atas. Dengan demikian, pada bangunan mesjid itu terdapat perpaduan arsitektur Eropa dan Cina.

Pada awal pembangunannya (1738-1748), sebagaimana mesjid-mesjid tua di Indonesia, Mesjid Sultan ini pada awalnya tidak mempunyai menara. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamudin (1758-1774) barulah dibangun menara yang letaknya agak terpisah di sebelah barat. Bentuk menaranya seperti pada menara bangunan kelenteng dengan bentuk atapnya berujung melengkung. Pada bagian luar badan menara terdapat teras berpagar yang mengelilingi bagian badan.

Bentuk mesjid yang sekarang dikenal dengan nama Mesjid Agung, jauh berbeda tidak seperti yang kita lihat sekarang. Bentuk yang sekarang ini telah mengalami berkali-kali perombakan dan perluasan. Pada mulanya perbaikan dilakukan oleh pemerintah Belanda setelah terjadi perang besar tahun 1819 dan 1821. Setelah dilakukan perbaikan kemudian dilakukan penambahan/perluasan pada tahun 1893, 1916, 1950-an, 1970-an, dan terakhir pada tahun 1990-an. Pada pekerjaan renovasi dan pembangunan tahun 1970-an oleh Pertamina, dilakukan juga pembangunan menara sehingga mencapai bentuknya yang sekarang. Menara asli dengan atapnya yang bergaya Cina tidak dirobohkan.

Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo sebelum membangun Mesjid Agung, beliau membangun keraton Kuta Lama atau dikenal juga Kuta Tengkuruk. Entah pada tahun berapa keraton ini mulai dibangun karena tidak ada data sejarah yang menyebutkan awal pembangunannya. Keberadaan bangunan fisik keraton ini berlangsung hingga tahun 1821. Akibat kekalahan Palembang pada perang besar tahun 1819 dan 1821, bangunan keraton Kuta Lama dihancurkan Belanda.

Hasil gambar untuk Sketsa Masjid Agung Palembang tahun 1848. Sketsa ini dibuat setelah renovasi oleh Belanda pada tahun 1823
Sketsa Masjid Agung Palembang tahun 1848. Sketsa ini dibuat setelah renovasi oleh Belanda pada tahun 1823 (Sumber: Cultureel Indie 1939)
Di atas runtuhan puing keraton dibangun rumah Komisaris (regeering commisaris) Belanda. Bahan bangunannya seperti lantainya diambil dari lantai bekas keraton. Komisaris Belanda yang pertama kali menempati bangunan ini pada tahun 1825 adalah J.L. van Sevenhoven. Pada saat ini bangunan ini telah berubah fungsi menjadi bangunan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

Kuto Besak pembangunannya dimulai pada tahun 1780 dan diresmikan pemakaiannya pada tanggal 21 Februari 1797. Hingga saat ini belum diketahui arsiteknya karena data tertulis yang sampai kepada kita belum ditemukan. Pemrakarsa pembangunan benteng ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin I, tetapi pelaksanaan dan penyelesaian pembangunannya dilakukan oleh Sultan Muhammad Bahauddin. Biaya pembangunannya cukup besar dan harus dikeluarkan
sendiri oleh Sultan dari perbendaharaannya.
 
Lawang Buratan (gerbang sisi barat) Benteng Kuto Besak yang masih tersisa

Foto : gahetna.nl
Di sisi timur, selatan, dan barat terdapat pintu masuk benteng. Pintu gerbang utama yang disebut lawang kuto terletak di sisi sebelah selatan menghadap ke Sungai Musi. Pintu masuk lainnya yang disebut lawang buratan jumlahnya ada dua, tetapi yang masih tersisa tinggal satu buah ada di sisi barat. Istana tempat tinggal Sultan yang disebut dalem atau rumah sirah terletak di bagian dalam benteng. Untuk mencapainya harus melalui beberapa pintu lagi. Selain bangunan dalem di dalam lingkungan benteng terdapat bangunan lain, yaitu pemarekan (pendopo), kaputren (tempat putri), segaran (kolam), taman, dan nudan (alun-alun). Di bagian luar dinding Benteng Kuto Besak terdapat bangunan-bangunan lain, misalnya pemarekan (gedung tempat menerima tamu asing), dan pendopo pemarekan. Kedua bangunan ini terletak di sebelah kanan (timur) lawang kuto. Di samping itu ada bangunan lain yang belum diketahui namanya.

Ketika Kesultanan Palembang-Darussalam diperintah oleh Sultan Mahmud Badaruddin II (putra Sultan Muhamad Bahauddin), di Palembang terjadi perang besar melawan Belanda. Sultan Mahmud Badaruddin II membuktikan ketangguhan kekuatan Benteng Kuto Besak dalam perang Menteng (1819), yaitu sewaktu peluru korvet-korvet armada Belanda tidak dapat menggetarkan dinding-dinding Kuta Besak tersebut. Bukan itu saja, bahkan pada kelanjutan perang ini melalui benteng dan benteng pendukung lain di Pulau Bangka dan Plaju, armada Belanda berhasil dipukul mundur. Pada akhirnya di tahun 1821, setelah dipertahankan mati-matian benteng ini jatuh ke tangan Belanda. Kuta Besak tidak diruntuhkan, tetapi Kuta Lama diratakan dengan tanah untuk dibangun rumah kediaman Komisaris Belanda.

Keadaan Masjid Agung Palembang setelah renovasi tahun 2000. Bentuk asli bangunan masjid masih dipertahankan, tetapi letaknya seolah-olah di bagian belakang masjid kalau dilihat dari arah Jl. Jenderal Soedirman

(Dok. Bambang Budi Utomo)

12 July 2010

Kue Gomak Khas Palembang

Foto : cookpad.com
Ini dia kue kesukaan saya, kue gomak. Bagi anda yang ingin mencari cara membuat kue gomak anda berada di tempat yang tepat karena kali ini kami akan berbagi resep cara membuat kue gomak. Kue gomak adalah kue yang dibuat dari singkong dan di kombinaskian dengan beberapa bahan dan bumbu yang membuatnya enak dan lezat. Berikut ini adalah cara membuat kue gomak.

Bahan
  •         1 kg singkong
  •         2 butir telur
  •         1/2 kaleng susu kental
  •         1 ons gula pasir
  •     1 sendok makan garam
  •          1/4 butir kelapa

Cara membuat
  •  Singkong di kupas, diparut dan diperas untuk dibung airnya.
  •  Kalapa diparut, lalu campurkan dengan parutan dingkong.
  • Kocok telur dan masukkan kedalam adonan tadi, masukkan susu kental dan aduk hingga rata. Buat bulatan bulatan dengan adonan tadi kemudian goreng hingga matang.
  • Demikian tadi resep membuat kue gomak yang enak mudah dan praktis, temukan resep masakan khas daerah, resep kue baik resep kue basah maupun resep kue kering lainnya dengan menuju kategori sesuai dengan anda inginkan.