Masyarakat Indonesia pada umumnya
mengenal berbagai macam gelar kebangsawanan yang diwarisi turun temurun
semenjak zaman Indonesia masih berbentuk kerajaan.Beberapa diantaranya adalah
gelar yang saat ini masih digunakan oleh para keturunan priyai dari Palembang
Darussalam.
Adapun sistem pewarisannya menganut garis patrilineal (ayah/laki-laki). Artinya
gelar tersebut hanya boleh diwarisi seseorang jika ayahnya merupakan keturunan
dari si pemegang gelar tersebut.
Gelar-gelar yang dipakai adalah sebagai berikut:
•Raden disingkat (R) gelar laki-laki dan
Raden Ayu (R.A) gelar wanita.
•Masagus disingkat (Mgs) gelar laki-laki
dan Masayu (Msy) gelar wanita.
•Kemas disingkat (Kms) gelar laki-laki
dan Nyimas (Nys) gelar wanita.
•Kiagus disingkat (Kgs) gelar laki-laki
dan Nyayu (Nya) gelar wanita.
Ditinjau dari beberapa teori-teori yang telah berkembang, maka akan timbul
pertanyaan, Sejak Kapan adanya gelar-gelar kebangsawanan Palembang? Siapa yang
mempeloporinya? Bagaimana sistem kekerabatannya?
Asal-usul Pemakaian Gelar Palembang
Dari beberapa temuan silsilah serta catatan mengenai sejarah Palembang, maka
dapat dilihat bahwa gelar kebangsawan Palembang telah ada sejak masa awal
terbentuknya Kerajaan Palembang yang dipakai oleh para Priyai-priyai yang
sebagian berasal berasal dari tanah Jawa.
Pada masa awal Kerajaan Palembang, gelar yang dipakai pertama kali adalah Kyai
Gede disingkat (Ki Gede). Dalam struktur masyarakat Jawa, gelar Kyai (Ki)
adalah gelar kehormatan yang diberikan kepada seseorang yang dianggap bijak
atau memiliki asal usul keningratan. Sedangkan untuk perempuan gelarnya adalah
Nyai (Nyi). Gede/Ageng artinya Besar atau Agung. Jadi sebutan Kyai Gede
memiliki arti bahwa beliau merupakan seorang pemimpin masyarakat dan termasuk
ke dalam golongan elit bangsawan.
Gelar ini digunakan oleh Ki Gede Ing Suro bin Pangeran Sedo Ing Lautan beserta
saudaranya Ki Gede Ing Ilir. Mereka inilah peletak dasar pertama sistem
kerajaan Islam Palembang. Sepeninggalnya Ki Gede Ing Suro, tahta kerajaan jatuh
kepada keponakannya yang bernama Kemas Anom Dipati Jamaluddin bin Ki Gede Ing
Ilir. Pemberian nama Kemas/Ki Mas/Kyai Mas di mulai pada masa ini. Mas berarti
Yang Mulia. Seluruh putra-putri Kemas Anom Dipati Jamaluddin diberi nama sesuai
dengan nama orang tuanya. Namun ketika Kemas Anom Dipati Jamaluddin naik tahta
ia masih diberi gelar mengikuti gelar pamannya yaitu Ki Gede Ing Suro (Mudo)
untuk menghormati pamannya tersebut. Inilah masa terakhir digunakannya gelar Ki
Gede sebagai gelar pembesar kerajaan.
Kemudian setelah itu Ki Gede Ing Suro (Mudo) atau Kemas Anom Dipati Jamaluddin
mewariskan tahta kerajaan kepada putranya yang bernama Kemas Dipati. Namun
gelar Kemas untuk penguasa kerajaan Palembang ini pun tidak bertahan terlalu lama.
Ketika Palembang mulai berada dibawah kekuasaan Kesultanan Mataram, gelar yang
digunakan oleh pewaris tahta kerajaan adalah gelar Pangeran. Gelar Pangeran
berarti yang memerintah. Gelar ini diberikan kepada anak laki-laki dari Raja.
Tetapi gelar ini tidak otomatis, artinya gelar hanya diberikan atas perkenan
Raja. Oleh karena itu gelar ini sering juga diberikan raja kepada orang yang
dikehendakinya. Sementara putra-putra raja yang lain masih tetap diberikan
gelar Kemas.
Perlu menjadi catatan, bahwa pada masa itu tradisi pemakaian gelar berdasarkan
sistem “Bilateral” yaitu sistem kekerabatan yang memakai salah satu dari dua
garis keturunan dari Bapak/Ibu (garis Laki-laki/Wanita) tradisi dan Budaya
Jawa.
Perubahan gelar penguasa dan keturunan palembang mulai terjadi dimasa kekuasaan
Pangeran Ratu Jamaluddin Mangkurat V (Sedo Ing Pasarean) bin Tumenggung Manco
Negaro. Sebagai keturunan dari penguasa Jawa, yaitu Prabu Satmata Muhammad
‘Ainul Yaqin (Sunan Giri/Raden Paku) ia mulai menggunakan pemberian gelar Raden
dan Raden Ayu kepada sebagian putra-putrinya. Apalagi ditunjang pernikahannya
dengan keturunan Panembahan Kalinyamat yang masih memiliki hubungan kerabat
dengan Kesultanan Mataram. Meskipun begitu, sebagian putra-putrinya yang lain
masih diberikan gelar Kemas maupun Masayu.
Puncaknya perubahan gelar dan struktur kerajaan Palembang terjadi dimasa
kekuasaan Pangeran Ario Kesumo Abdurrohim (Kemas Hindi). Karena merasa bahwa
dukungan dari Kesultanan Mataram sudah mulai berkurang dalam menghadapi serbuan
kerajaan lain, maka beliau mengambil keputusan untuk memisahkan diri dari
kekuasaan Kesultanan Mataram serta memproklamirkan berdirinya Kesultanan
Palembang Darussalam dengan gelar Sultan. Lalu kepada anak-anaknya beliau
memberikan gelar Raden dan Raden Ayu. Sedangkan untuk Putra Mahkota gelar yang
Tertinggi adalah Pangeran Ratu (Biasanya anak laki-laki tertua dari Sultan).
Namun demikian pernah terjadi Sultan memberi gelar anak laki-lakinya yang
tertua dengan gelar Pangeran Adipati atau Prabu Anom .
Pangeran Adipati dipakai oleh anak tertua
dari Sultan Abdurrahman yang tidak sempat menjadi raja, dan kedudukannya
digantikan oleh adiknya Pangeran Aria (Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago)
dan pada tahun 1821-1825 pemberian dan pemakaian gelar Prabu Anom dilakukan
Oleh Sultan Ahmad Najamuddin II (Husin Dhiauddin). Hal ini dilakukan karena
anak laki-laki dari saudaranya yang tertua (anak Sultan Mahmud Badaruddin II)
yang masih hidup telah memakai gelar Pangeran Ratu. Gelar Prabu adalah gelar
yang diberikan kepada anak laki-laki Sultan ketika sultan sedang berkuasa.
Mengenai pemakaian gelar Ratu, gelar ini biasanya diberikan kepada Putri Raja
yang naik tahta atau Permaisuri (Istri raja) yang disebut dengan Panggilan Ratu
Agung atau Ratu Sepuh. Selain itu gelar ini juga diberikan kepada keempat
isteri pendamping, karena pada umumnya raja memiliki istri lebih dari satu
tetapi bukan selir.Selain Ratu Sepuh ratu-ratu yang lain diberi gelar
tambahan/memiliki panggilan tersendiri seperti Ratu Gading, Ratu Mas. Ratu
Sepuh Asma, Ratu Ulu, Ratu Ilir, dsb).
Selain gelar untuk para pemegang
kekuasaan seperti yang telah disebutkan sebelumnya, di Palembang juga ada
gelar-gelar kebangsawanan lain yang masih menunjukkan hubungan antara pemilik
gelar tersebut dengan kalangan penguasa baik melalui hubungan keturunan maupun
hubungan saudara.
Diantara gelar tersebut adalah sebagai berikut:
• Masagus disingkat (Mgs) gelar laki-laki
dan Masayu (Msy) gelar wanita.
Gelar Masagus (Mgs) berarti berharga banyak. Gelar ini diperkirakan mulai
muncul dan dibakukan di zaman kekuasaan Sultan Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago.
Bahwa apabila para Pangeran atau Raden menikah dgn wanita yang tdk memiliki
gelar atau berasal dari golongan rakyat maka anak-anaknya kelak diberikan gelar
Masagus dan Masayu.
• Kiagus disingkat (Kgs) gelar laki-laki
dan Nyayu (Nya) gelar wanita.
Kiagus asalnya Ki Bagus, singkatan dan Kyai Bagus, sebuah gelaran yang
diberikan Sultan Demak pada seorang Ulama asal negeri Arab (keturunan
Hadramaut) yang bernama Abdurrohman bin Pangeran Fatahillah. Setelah Kiai Bagus
menikah dengan seorang salah seorang keluarga Keraton juga diberi gelar
Bodrowongso (ada versi lain Bondowongso) dan isteri Kyai Bagus dipanggil dengan
sebuatan Nyai Ayu, disingkat Nyiayu, dan di Palembang sering disebut dengan
Nyayu.
Kyai Bagus Abdurrohman ini ditenggarai hijrah ke Palembang pada gelombang kedua
setelah rombongan pertama yang dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan. Ia
mengabdi menjadi Panglima Pasukan Kerajaan Palembang di masa kekuasaan Pangeran
Sedo Ing Kenayan. Ketika terjadi huru hara yang menyebabkan terbunuhnya
Pangeran Sedo Ing Kenayan beserta seluruh anggota keluarganya akibat ulah
Jaladeri, Kyai Bagus Abdurrohman menjadi pahlawan yang berhasil membalaskan
dendam keluarga Kerajaan dengan membunuh Jaladeri.
Sebetulnya pada waktu itu Kyai Bagus Abdurrohman memiliki kesempatan untuk
menjadi penguasa Kerajaan Palembang, mengingat tidak tersisa lagi keturunan
dari penguasa sebelumnya. Namun karena ia khawatir bahwa keturunannya kelak
akan saling berebut kekuasaan maka tampuk kepemimpinan beliau serahkan kepada
saudara misan Pangeran Sedo Ing Kenayan yaitu Pangeran Muhammad Ali (Sedo Ing
Pasarean).
Atas dasar jasanya tersebut, lalu diamanahkan oleh penguasa Palembang kepada
para keturunannya untuk selalu menghormati keturunan dari Kyai Bagus
Abdurrohman dan menganggap mereka sebagai keluarga sendiri.
Dalam catatan yang kami temukan, Kyai Bagus Abdurrohman diketahui memiliki
beberapa orang putra, diantaranya adalah:
1. Ki Panggung
2. Ki Mantuk
3. Kiagus Muhammad (Khalifah Gemuk)
4. Kiagus Abdul Ghani
5. Ki Bodrowongso Mudo
Dari catatan tersebut, yang diketahui menurunkan zuriat Kiagus adalah dari
jalur Kiagus Muhammad (Khalifah Gemuk). Sementara putra-putra Kyai Bagus
Abdurrohman yang lain kami masih belum menemukan catatannya.
Catatan: Ada beberapa tulisan sejarah yang menceritakan bahwa gelar Masagus dan
Kemas juga berasal dari jalur keturunan Kyai Bagus Abdurrohman. Tapi dari
beberapa naskah catatan yang kami temukan tidak terdapat bukti bahwa ada
keturunan Kyai Bagus Abdurrohman yang bergelar Masagus ataupun Kemas.
Kyai Bagus Abdurrohman diketahui juga memiliki kakak kandung yang bernama Kyai
Mas Abdul Aziz (Tumenggung Nagawangsa) bin Pangeran Fatahillah. Kelak dari
jalur Kyai Mas Abdul Aziz ini juga menurunkan gelar Kemas dan Nyimas di
Palembang.
Catatan: Selain gelar Kiagus yang diturunkan dari jalur Kyai Bagus Abdurrohman
terdapat juga jalur lain. Silahkan baca artikel saya yang berjudul “Nasab
Keluarga Besar Zuriat Kesultanan Palembang Darussalam”.
Oleh: Megatian Ananda Kemas, S.psi
Sumber: dirangkum dari berbagai sumber