CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.
Showing posts with label BKB. Show all posts
Showing posts with label BKB. Show all posts

07 December 2016

Mi Tek-tek BKB, Primadona Baru Warga Palembang

SRIPOKU.COM, PALEMBANG- Menikmati sepiring mi tek-tek di Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang, merupakan salah satu cara wong kito mengisi waktu luang.
Mi tek-tek sebenarnya bukanlan kuliner khas Palembang. Namun, belakangan makanan berbahan dasar mi ini menjadi primadona baru bagi pengunjung BKB yang terletak di pinggir Sungai Musi dengan ikon Jembatan Ampera itu.
Puluhan pedagang mi tek-tek menggelar dagangan mereka di pelataran BKB sejak sore hingga dini hari.
Mereka menggunakan terpal sebagai atap dan kursi-kursi kecil sebagai tempat duduk. Klik https://youtu.be/lc_ylZ38zyw untuk melihat videonya.


Di sini mi tek-tek disajikan dalam dua cara, bisa disertai kuah atau tanpa kuah alias kering. Nah, mau basah atau kering, cukup bayar Rp 8.000 saja.
Menikmati mi tek-tek malam hari di BKB memang luar biasa sensasinya. Tak hanya karena rasanya yang khas, suasana di sekitar tempat menikmatinya juga menyuguhkan pemandangan yang indah.
tek3
SRIPOKU.COM/YANDI TRIANSYAH

Sambil makan mi tek-tek, pengunjung bisa sambil menikmati pemandangan di Sungai Musi. Dan yang pasti, mata akan semakin terpesona dengan keindahan Jembatan Ampera. Heri, salah seorang pedagang mi tek-tek mengatakan, ada dua kota di Sumatera yang terkenal dengan mie tek-tek, yakni, Palembang dan Lampung.
Menurut Heri, dua kota ini menjadi surganya penjual mie tek-tek. Dalam semalam, pedagang bisa menghabiskan 50-70 porsi mie tek-tek. Kondisi ini akan lebih baik jika menjelang akhir pekan. Karena pengunjungn lebih ramai. Mie tek-tek sendiri hampir sama seperti mie tumis di Pulau Jawa. Namun proses pembuatannya yang berbeda.
Di Palembang, ukuran mi relatif kecil, rasa kuahnya memiliki ciri khas, serta telur yang dimasak jadi satu dengan mi yang telah dicampur sayur sayuran.
tek2
SRIPOKU.COM/IGUN BAGUN SAPUTRA
Anda mau mencoba? Tidak perlu pusing memikirkan cara untuk datang ke tempat ini. Sebab letak Benteng Kuto Besak dan Jembatan Ampera berada di tengah Kota Palembang. Hampir seluruh angkot, menjadikan Ampera sebagai tujuan terakhirnya. Dari mana pun Anda datang, baik itu Pakjo, Perumnas Sako, Sekip, Lemabang, KM 5, sampai Plaju, Anda cukup menaiki angkot dengan tujuan Ampera dan merogoh kocek Rp 3.500.

01 December 2015

Masih Mencari Nafka Meskipun Sudah Tua

Hasil gambar untuk Masih Mencari Nafka Meskipun Sudah Tua
Zainuddin warga jalan Pom 9 Lorong Muhajirin 4 ini masih semangat mencari uang dengan jadi tukang foto keliling meskipun umurnya sudah menginjak umur 70 tahun.
Kakek 4 cucung tesebut mengaku tlah 14 tahun bekerja sebagai tukang foto keliling, dia mengaku sebelum jadi tukang foto keliling bekerja sebagai PNS di UNSRI, karena pensiunan yang diterima masih kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga dia milih untuk mencari tambahan penghasilan dengan jadi tukang foto keliling.
Zainuddin mengaku biasa mangkal di kawasan Monpera dan Benteng Kuto Besak, sejak banyak HP kamera saat ini orang yang minta difoto tlah mulai bekurang. Kalau dulu katika waktu masih menggunakan kamera film dalam sehari dapat sampai 20 orang yang minta foto tapi saat ini 10 orang saja susah, untuk sebuah foto langsung jadi dihargai sebesar 15 ribu rupiah.
Biasanya banyak orang yang minta foto ialah ketika hari minggu dan hari libur. Kebanyakan yang minta foto ialah pengunjung dari luar Kota Palembang kalau dari dalam Kota Palembang ini tlah jarang.

25 June 2012

Renovasi Dermaga BKB Palembang

Hasil gambar untuk Renovasi Dermaga BKB Palembang

Pembangunan dermaga di Benteng Kuto Besak mulai berjalan. Kepala Dinas Perhubungan Kota Palembang Masripin Thoyib mengatakan, selain mempercantik BKB, pembangunan dermaga juga untuk menambah kapasitas dermaga di bawah Ampera.

“Dermaganya dibangun dua lantai,” ujar Masripin, dibincangi seusai menghadiri rapat paripurna di DPRD Palembang, Rabu (19/10).

Pembangunan dermaga itu diserahkan kepada pihak ketiga. Begitu juga pengelolaannya. “Dishub hanya memberikan izin,” kata Masripin.

Beberapa waktu lalu, Chairul Murod, ketua desainer pembangunan dermaga itu mengatakan, di tempat seluas 2 x 1.500 meter persegi tersebut akan disiapkan sejumlah fasilitas. Selain tempat kapal bersandar, akan dibangun pula pusat kuliner khas Palembang.

“Dermaga dibangun dua lantai. Disiapkan pula 20 food court,” ujar Chairul.

Ia memperkirakan dana pembangunan di dermaga senilai Rp 10 miliar. “Itu dari pihak ketiga,” katanya.

Wali Kota Palembang Eddy Santana Putra menargetkan pembangunan dermaga berangka baja itu rampung sebelum SEA Games, November tahun ini.

Dengan begitu, para tamu dari mancanegara bisa berkunjung dan menikmati keindahan Palembang, setidaknya dari dermaga BKB.

Dermaga itu, kata Eddy, kemungkinan dibangun investor dengan sistem BOT (build operate transfer) selama 35 tahun. Setelah itu baru jadi milik pemerintah kota.

”Tapi investor tetap kita kenakan kewajiban membayar sewa perairan, karena sepenuhnya pembangunan di atas lahan milik pemerintah (perairan Sungai Musi),” katanya. (git)

Sumber tulisan : bulletinmetropolis.com

Palembang, Ampera, 0612, Dodi NP

09 August 2010

Perkembangan Benteng Kuto Besak

Kuto Besak adalah pusat Kesultanan Palembang Darussalam.Sebagai pusat kekuasaan tradisional yang mengalami proses perubahan dari zaman madya mnenuju zaman baru di abad ke-19, baik perubahan nilai-nilai tradisional maupun encekamnya doktrin Barat tentang kapitalisrne dan kolonialisme, yang saling bertentangan dan berkepentingan, menjadikan sejarah Kuto Besak mempunyai keunikan sendiri.

Benteng Kuto Besak terletak di belahan sisi utara sungai Musi, pada bidang tanah yang dulunya merupakan pusat pemerintahan Kesultanan Palembang-Darussalam yang ketiga setelah Kuto Gawang dan Beringin Janggut. Pada saat Kuto Besak dibangun, di sebelah timurnya terdapat bangunan keraton Kuto Lama. Kompleks keraton ini dikelilingi oleh sungai dan parit. Di sebelah selatan terdapat sungai Musi, di sebelah barat mengalir sungai Sekanak, di sebelah utara mengalir sungai Kapuran yang bersambung dengan sungai Sekanak di sisi barat dan sungai Tengkuruk di sisi timur, dan di sebelah timur mengalir sungai Tengkuruk.

Sungai Tengkuruk pada tahun 1928 ditimbun, dan pada saat ini telah menjadi Jl. Jendral Soedirman yang bersambung ke Jembatan Ampera. Pada lahan yang dikelilingi oleh sungai-sungai tersebut, pada masa Kesultanan Palembang-Darussalam (abad ke-18-20) terdapat bangunan Kuta Lama (Kuta Tengkuruk), Masjid Agung, dan Kuta Besak. Sementara itu, di sisi utara dari Kuto Lama dan Kuto Besak serta di sisi barat Mesjid Agung merupakan tanah kosong (lapangan). Peta situasi ini dapat dilihat pada peta yang dibuat tahun 1811.


Hasil gambar untuk sketsa kota palembang 1811  

Sketsa Kota Palembang tahun 1811 oleh Jaekes. Di sebelah kanan tampak gapura pintu masuk Kuta Lama dan di sebelah kiri gapura pintu masuk Kuta Besak. Di sebelah kanan gapura Kuta Lama tampak bagian puncak menara Masjid Agung

Sebagaimana umumnya kota-kota yang bernuansa Islam, di dekat keraton biasanya terdapat bangunan masjid. Pada keraton di Jawa, di sebelah utara terdapat alun-alun, dan bangunan masjid biasanya terletak di sebelah barat alun-alun. Bangunan keraton menghadap ke arah utara. Di Palembang keadaannya berbeda dengan di Jawa. Bangunan keraton di jaman Kesultanan Palembang dibuat di tepi utara sungai Musi (bangunan keraton menghadap ke selatan), sedangkan bangunan masjid terletak di sebelah timur laut keraton.

Mesjid Agung Palembang pada mulanya disebut Mesjid Sultan dan dibangun pada tahun 1738 oleh Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo. Peresmian pemakaian mesjid ini dilakukan pada tanggal 28 Jumadil Awal 1151 H (26 Mei 1748). Masjid yang mempunyai arsitektur yang khas dengan atap limas-nya ini, konon merupakan bangunan masjid yang terbesar di nusantara pada kala itu. Arsiteknya orang Eropa dan beberapa bahan bangunannya seperti marmer dan kacanya diimpor dari luar nusantara. Kala itu daerah pengekspor marmer adalah Eropa. Dari gambar sketsa yang sampai kepada kita, atap limas mesjid ini bernuansa Cina dengan bagian ujung atapnya melengkung ke atas. Dengan demikian, pada bangunan mesjid itu terdapat perpaduan arsitektur Eropa dan Cina.

Pada awal pembangunannya (1738-1748), sebagaimana mesjid-mesjid tua di Indonesia, Mesjid Sultan ini pada awalnya tidak mempunyai menara. Kemudian pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamudin (1758-1774) barulah dibangun menara yang letaknya agak terpisah di sebelah barat. Bentuk menaranya seperti pada menara bangunan kelenteng dengan bentuk atapnya berujung melengkung. Pada bagian luar badan menara terdapat teras berpagar yang mengelilingi bagian badan.

Bentuk mesjid yang sekarang dikenal dengan nama Mesjid Agung, jauh berbeda tidak seperti yang kita lihat sekarang. Bentuk yang sekarang ini telah mengalami berkali-kali perombakan dan perluasan. Pada mulanya perbaikan dilakukan oleh pemerintah Belanda setelah terjadi perang besar tahun 1819 dan 1821. Setelah dilakukan perbaikan kemudian dilakukan penambahan/perluasan pada tahun 1893, 1916, 1950-an, 1970-an, dan terakhir pada tahun 1990-an. Pada pekerjaan renovasi dan pembangunan tahun 1970-an oleh Pertamina, dilakukan juga pembangunan menara sehingga mencapai bentuknya yang sekarang. Menara asli dengan atapnya yang bergaya Cina tidak dirobohkan.

Sultan Mahmud Badaruddin I Jayo Wikramo sebelum membangun Mesjid Agung, beliau membangun keraton Kuta Lama atau dikenal juga Kuta Tengkuruk. Entah pada tahun berapa keraton ini mulai dibangun karena tidak ada data sejarah yang menyebutkan awal pembangunannya. Keberadaan bangunan fisik keraton ini berlangsung hingga tahun 1821. Akibat kekalahan Palembang pada perang besar tahun 1819 dan 1821, bangunan keraton Kuta Lama dihancurkan Belanda.

Hasil gambar untuk Sketsa Masjid Agung Palembang tahun 1848. Sketsa ini dibuat setelah renovasi oleh Belanda pada tahun 1823
Sketsa Masjid Agung Palembang tahun 1848. Sketsa ini dibuat setelah renovasi oleh Belanda pada tahun 1823 (Sumber: Cultureel Indie 1939)
Di atas runtuhan puing keraton dibangun rumah Komisaris (regeering commisaris) Belanda. Bahan bangunannya seperti lantainya diambil dari lantai bekas keraton. Komisaris Belanda yang pertama kali menempati bangunan ini pada tahun 1825 adalah J.L. van Sevenhoven. Pada saat ini bangunan ini telah berubah fungsi menjadi bangunan Museum Sultan Mahmud Badaruddin II.

Kuto Besak pembangunannya dimulai pada tahun 1780 dan diresmikan pemakaiannya pada tanggal 21 Februari 1797. Hingga saat ini belum diketahui arsiteknya karena data tertulis yang sampai kepada kita belum ditemukan. Pemrakarsa pembangunan benteng ini adalah Sultan Mahmud Badaruddin I, tetapi pelaksanaan dan penyelesaian pembangunannya dilakukan oleh Sultan Muhammad Bahauddin. Biaya pembangunannya cukup besar dan harus dikeluarkan
sendiri oleh Sultan dari perbendaharaannya.
 
Lawang Buratan (gerbang sisi barat) Benteng Kuto Besak yang masih tersisa

Foto : gahetna.nl
Di sisi timur, selatan, dan barat terdapat pintu masuk benteng. Pintu gerbang utama yang disebut lawang kuto terletak di sisi sebelah selatan menghadap ke Sungai Musi. Pintu masuk lainnya yang disebut lawang buratan jumlahnya ada dua, tetapi yang masih tersisa tinggal satu buah ada di sisi barat. Istana tempat tinggal Sultan yang disebut dalem atau rumah sirah terletak di bagian dalam benteng. Untuk mencapainya harus melalui beberapa pintu lagi. Selain bangunan dalem di dalam lingkungan benteng terdapat bangunan lain, yaitu pemarekan (pendopo), kaputren (tempat putri), segaran (kolam), taman, dan nudan (alun-alun). Di bagian luar dinding Benteng Kuto Besak terdapat bangunan-bangunan lain, misalnya pemarekan (gedung tempat menerima tamu asing), dan pendopo pemarekan. Kedua bangunan ini terletak di sebelah kanan (timur) lawang kuto. Di samping itu ada bangunan lain yang belum diketahui namanya.

Ketika Kesultanan Palembang-Darussalam diperintah oleh Sultan Mahmud Badaruddin II (putra Sultan Muhamad Bahauddin), di Palembang terjadi perang besar melawan Belanda. Sultan Mahmud Badaruddin II membuktikan ketangguhan kekuatan Benteng Kuto Besak dalam perang Menteng (1819), yaitu sewaktu peluru korvet-korvet armada Belanda tidak dapat menggetarkan dinding-dinding Kuta Besak tersebut. Bukan itu saja, bahkan pada kelanjutan perang ini melalui benteng dan benteng pendukung lain di Pulau Bangka dan Plaju, armada Belanda berhasil dipukul mundur. Pada akhirnya di tahun 1821, setelah dipertahankan mati-matian benteng ini jatuh ke tangan Belanda. Kuta Besak tidak diruntuhkan, tetapi Kuta Lama diratakan dengan tanah untuk dibangun rumah kediaman Komisaris Belanda.

Keadaan Masjid Agung Palembang setelah renovasi tahun 2000. Bentuk asli bangunan masjid masih dipertahankan, tetapi letaknya seolah-olah di bagian belakang masjid kalau dilihat dari arah Jl. Jenderal Soedirman

(Dok. Bambang Budi Utomo)

02 January 2010

Foto Pertama dI Tahun 2010

Inilah "landmark" kota, yang menjadi foto pertama yang di ambil pada pagi hari tahun 2010.

Jembatan ini dibangun diatas sungai Musi dengan panjang 1.177 meter, lebar 22 meter dan tinggi diatas permukaan air 11, 50 meter, dengan dana pampasan perang dari Pemerintah Jepang atas perintah Soekarno pada bulan April 1962 dan diresmikan Mei 1965.

Orang menyebutnya Jembatan AMPERA karena pemakaiannya secara resmi dilakukan pada saat masa menegakkan Orde Baru yang sebelumnya bernama Jembatan "Musi". Jembatan AMPERA berarti jembatan Amanat Penderitaan Rakyat.

Bagian tengan jembatan ini dulu dapat diangkat dan dilalui kapal yang tingginya maksimum 44,50 meter , sedangkan bila tidak diangkat hanya 9 meter, namun pada saat ini mobilitas penduduk semakin tinggi dan jumlah kendaraan bertambah banyak serta dasar lain yang bersifat teknis maka pada tahun 1977 jembatan tersebut tidak dapat lagi dinaikkan bagian tengahnya. Pada tahun 2004 jembatan ini direnovasi. Keindahaan jembatan ampera ini akan semakin nampak jika pada malam hari dengan lampu-lampu yang berwarna warni menghiasinya.

06 May 2009

Mandi Di Dermaga BKB Palembang







Panas-panas sambil main air itu yang di cari oleh anak-anak ini seperti yang terlihat di kawasan dermaga BKB, anak-anak sering sekali terlihat mandi di sini.

29 April 2009

Main Bola Di Halaman BKB






Walau terik matahari sangat menyengat keasikan anak-anak ini bermain bola sangat semangat, dengan keringat bercucuran dan yang jadi kiper justru cewek.

28 April 2009

Hydran Di BKB



Hydran yang berfungsi sebagai sumber air jika terjadi kebakaran, memang hdyran seperti ini banyak di perlukan sebagaian besar hydran yang ada di Palembang banyak yang tidak berfungsi baik kendala supply air maupun rusaknya hydran tersebut.

27 March 2009

Tangga Di BKB


Tangga ini merupakan tangga yang di gunakan oleh warga di yang tinggal di dalam Benteng Kuto Besak yang mayoritas merupakan keluarga Veteran dan Purnawirawan ABRI, mungkin bagi mereka jalan ini merupakan jalan pintas untuk keluar ketimbang melalui jalan umum.

24 March 2009

Gerbang Barat Benteng Kuto Besak Palembang


Gerbang Bagian Barat BKB merupakan peninggalan tempo dulu yang sekarang ini kurang terawat, padahal gerbang ini merupakan bagian dari warisan sejarah benteng Kuto besak dan kota ini.

20 March 2009

Odong-Odong

Tidak tahu siapa yang memulai usaha Odong-odong ini tetapi sejak banyaknya larangan Becak di kawasan tertentu banyak becak yang di modifikasi menjadi Odong-odong yang banyak di minati oleh anak-anak, dengan seribu rupiah anak-anak bisa menikmati mainan tersbut +/- 5 menit, ternyata satu unit odong-odong lumayan mahal di patok kisaran 6-7 juta.

Pedagang Di BKB Palembang


Mungkin kalau di kawasan BKB ini di buat seperti kawasan "Food Court", mungkin kawasan ini akan lebih teratur dan rapi di mana dengan konsep wisata sungai sekalian wisata kuliner, di bandingkan dengan penjual hamparan yang membuat kotor objek wisata.

16 March 2009

Senja Di BKB Uptade


Menjelang senja di BKB merupakan hal yang banyak di tunggu di salah satu tempat wisata di kota ini.

12 March 2009

Penjual Kemplang


Penjual kemplang tunu seperti ini banyak sekali di temui di kawasan BKB, sambil berkeliling dan menjajakan "kemplangnya" seharga 500 rupiah per buah, cukup menjadi cemilan saat menikmati keindahaan di BKB.

02 February 2009

Ruben Onsu "On Action" dI Benteng Kuto Besak

Rubben onsu saat "on action" di BKB, Palembang

Saat melintas di BKB tidak sengaja melihat artis sedang suting tetapi setelah di perhatikan ternyata Ruben Dan Saras yang sedang melakukan suting, mungkin ini ada kaitannya dengan acara di PIM yang akan datang di mana salah satu host nya adalah Ruben.

29 November 2008

Taman Kembar Di Bawah Jembatan Ampera

Taman kembar ini makin lama makin cantik apalagi setelah penggantian lantai plaza, semoga warga di kota ini bisa ikut merawat dan memelihara tempat wisata yang satu ini.

24 September 2008

Ngamen





walau modal suara pas-pasan tetapi dengan "keroyokan" bisa menambah keberanian juga, begitulah tingkah pola pengamen-pengamen yang bisa di lihat di seputaran BKB dan beberapa wilayah di kota ini.

23 September 2008

Gawe Budak




Memang anak-anak selalu di penuhi keceriaan seperti bermain prosotan walaupun baju kotor dan badan sakit tetapi mereka tetap tertawa.

02 September 2008

Menunggu Berbuka




Berdiri di pinggir Sungai Musi di sore hari apalagai pada saat bulan puasa ini merupakan salah satu cara menghabiskan waktu sambil menunggu berbuka. Kalau orang Palembang sering menyebut dengan "Anten-Anten Nunggu Buko" sama seperti tradisi "Ngabuburit" di Bandung.