CANTUMKAN SUMBERNYA JIKA MENGGUNAKAN GAMBAR ATAU ARTIKEL DARI BLOG INI - HORMATI HAK CIPTA ORANG LAIN.

14 February 2008

Sejarah Kecelakaan Pesawat DC-2 Di Palembang 1937

bencana udara. Pesawat Woodpecker, sebuah Douglas DC-2 jatuh di Palembang. Indonesia, Hindia Belanda, 1937 foto : gehatnal.nl

Pada 06 Oktober 1937 pernah juga terjadi kecelakaan terhadap pesawat Douglas DC-2 PH ALS "Specht" milik maskapai Belanda KLM di Palembang tepatnya di Talang Betutu dengan rute Batavia - Singapura yang sempat transit di Palembang, yang menyebabkan tewasnya Kapten F.M Strok  teknisi J.J. Ruben, operator radio J.J. Stodieck, dan seorang penumpang bernama Mr. G.A. Steenbergen, sedangkan Kopilot dan penumpangg lainnya mengalami luka-luka. Hal ini di sebabkan pesawat terhempas tak lama setelah take Off dari bandara Talang Betutu yang menyebabkan kerusakan parah.

bencana udara. Woodpecker, sebuah Douglas DC-2 jatuh di Palembang. Indonesia, Hindia Belanda, 1937 2. Foto : gehatnal.nl

Lihat Link : Penerbangan Civil Pertama di Palembang

13 February 2008

Pengerajin Lakuer (Leker) Palembang



Ada kerajinan Lakuer/Leker diadopsi dari istilah bahasa inggris lacquer yaitu bahan damar yang dihasilkan oleh sejenis serangga bernama laccifer lacca . Tumbuhan tempat bertenggernya serangga ini banyak ditemukan di Jepang, Tiongkok dan daerah pegunungan Himalaya. Orang Jepang menyadapnya dari pohon tersebut sekali dalam 10 tahun. Di Sumatera Selatan pohon tersebut dikenal dengan nama pohon kemalo.

Dalam proses pembuatan Lakuer/Leker Palembang ini, pengrajin mengoperasikan bubut untuk membentuk sebongkah kayu menjadi bulat atau silindris. Sedang bentuk kotak atau dinding pemisah (sketsel dak perlu pembubutan, cukup dengan membentuknya dari bilah-bilah papan kayu yang terbaik untuk bahan baku sesungguhnya mahoni. Tapi untuk saat ini perajin mulai beralih ke tambesu sebab mahoni sulit didapat.

Selanjutnya permukaan lakuer dihaluskan dengan ampelas diberikan warna dasar dengan oker, lantas dijemur sampai kering. Lubang-lubang didempul kembali diampelas barulah mereka membubuhkan lukisan dengan tinta china. Motif hiasannya biasa terinspirasi oleh lekuk-lekuk di alam seperti tumbuhan bunga dan sebagainya.

Ragam hias yang telah dilukis biasanya diwarnai merah kesumba, merah darah hitam dan emas (prada). Warna dasar yang digunakan hitam dan merah kesumba. Terakhir dilakukan bal yaitu dipoles agar permukaannya berkilauan supaya cat tahan lama dan kelihatan cemerlang perajin melapisinya lagi dengan cairan serlak vernis lalu dijemur kembali.



Tulisan di rangkum dari berbagai sumber

Masjid Al Mahmudiyah (Masjid Suro)


Nama asli dari masjid ini adalah masjid Al-Mahmudiyah yang terletak di persimpangan jalan Ki. Gede Ing Suro dan Jalan Ki. Rangga Wira sentika, sehingga itulah sering di sebut dengan masjid suro yang merupakan kependekan dari nama Ki. Gede Ing Suro.

Masjid besar Al Mahmudiyah berlokasi di Jl Ki Gede Ing Suro, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat (IB) II, Palembang merupakan salah satu masjid bersejarah. Tempat ibadah umat muslim yang akrab disebut Masjid Suro ini sempat terlantar sejak didirikan oleh Ki H Abdurahman Delamat bin Syarifuddin bersama sahabatnya Kiai Ki Agus H. Mahmud Usman (Kgs. Khotib) tahun 1889.

Pada masa penjajahan Belanda, Masjid Suro ini pernah dibongkar dan dilarang untuk dipergunakan sebagai tempat ibadah selama kurang lebih 36 tahun. Setelah kepengurusan masjid diserahkan kepada Kiai. Kgs. H. Mahmud Usman atau Kiai Khotib, akhimya nama masjid ini berubah menjadi Masjid Al-Mahmudiyah sesuai nama pengurusnya.

Setelah Kiai Kgs. H. Mahmud Usman meninggal dunia maka sekitar tahun 1343 H/1919 M diadakanlah pertemuan antara pemuka agama dan masyarakat di Kelurahan 30 Ilir untuk membentuk kepengurusan masjid yang baru. Ini atas prakarsa Kiai Kiemas H. Syekh Zahri. Maka, terpilihlah kepengurusan BAM yang diketuai oleh Kgs H.M. Ali Mahmud.

Di masa kepengurusannya, pada tahun 1920, masjid ini mulai dibongkar untuk diperbaiki. Pada tahun 1925 dibangun menara masjid, Yang lebih penting bagi masyarakat, diperbolehkannya kembali shalat Jumat oleh Tuan Residen.

Masjid yang pemah dipakai sebagai tempat berkumpulnya pemuda-pemuda pejuang yang tergabung dalam BPRI (Badan Pelopor Republik Indonesia), pemah mendapat bantuan dana dari Bapak H. Alamsyah Ratu perwiranegara, semasa ia menjadi Menteri Agama.

Tulisan  di rangkum dari berbagai sumber