Tidak
banyak masyarakat di lorong Kebangkan, Jl Segaran, Kelurahan 9 Ilir mengetahui
jika kawasanya merupakan pusat penyiaran radio pertama para pejuang era
kemerdekaan. Keterangan banyak di dapat para orang tua yang sudah cukup lama
tinggal di kawasan tersebut.
Hermanto
(71), salah satu warga setempat mengingat, saat ia kecil, di RT 7 RW 02 saat
ini terdapat rumah panggung besar. Rumah panggung ini merupakan tempat
berkumpulnya para pejuang usai kemerdekaan sekitar tahun 1946. Dari rumah
itulah, para pejuang menyiarkan berita seputar perjuangan membakar semangat
masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan karena datangnya Belanda usai
proklamasi.
Lorong RRI Pertama yang terletak di Jalan Veteran (Mei 2012) |
Menyusuri
Lrg Kebangkan, ternyata tembus ke Jl Veteran. Masuk dari jalan Veteran,
terdapat lorong yang kini dinamai lorong RRI Pertama. Mengisyaratkan, kawasan
tersebut sebagai tempat penyiaran RRI pertama kali.
Keterangan
Nuntcik AB (90), rumah panggung digunakan pejuang sebagai tempat penyiaran
dulunya samasekali tidak mempunyai nama. Seingat pria yang lahir tahun 1921
ini, tak lama diproklamirkanya kemerdekaan, rumah panggung yang dulunya kosong
digunakan Nur Hasim Umar. Orang pertama yang diketahui Nuntcik sebagai
penyiar.
“Namanya
dulu bukan RRI. Tapi saat mengudara menyebutkan ini merupakan siaran radio
Palembang,” ungkap Nuntjik. Blak-blakan, Nuntcik mengaku tidak pernah
secara langsung mendengarkan siaran radio Palembang tersebut. Alasanya
sederhana, hanya segelintir masyarakat kala itu memiliki radio. Ketika siaran,
masyarakat berkumpul di salah satu rumah dan mendengarkanya bersama-sama.
“Cuma
dari keterangan yang saya dapat, siaranya memang untuk memberitakan dan
mengibarkan semangat perjuangan. Saya sendiri, lebih suka datang ke kantor
ledeng mendengarkan pidato langsung Pak AK Gani atau Pak Abdul Rozak,” tandas
Nuntcik.
Kepala
Stasiun RRI Palembang, Drs H Herman Zuhdi MSi membenarkan cikal bakal
berdirinya RRI dari lorong Kebangka, 9 Ilir. Dari data RRI sendiri, pemancar radio
ini diambil alih dari tangan Jepang, Maret 1946. Dengan gelombang 37 meter,
kekuatan 300 watt.
Secara
nasional, pemancar radio kebanyakan diambil alih dari tangan Jepang, seiring
kekalahan tentara negeri Matahari Terbit ini dari tentara sekutu. Bahkan, malam
tanggal 17 Agustus 1945, teks proklamasi menyatakan kemerdekaan RI, dibacakan
kembali oleh pejuang melalui radio di relay ke beberapa kota besar.
Gedung RRI Palembang di Jl. Radio saat ini Sumber foto : worldradio.map |
Tahun
1949, pemuda tergabung dalam AURI dan PTT bekerja sama membangun pemancar baru
dengan kekuatan 150 watt dengan panggilan “Disini Radio Perjuangan Bukit
Barisan”, berkedudukan di Muara Aman.
Saat
inilah dikenal namanya perang antar radio. Belanda yang menguasai Palembang dan
menguasai radio resmi Palembang selalu mendapat gangguan. Radio Bukit Barisan
milik pejuang kemerdekaan dengan gelombang 61,2 meter pun diincar untuk di bumi
hanguskan.
Setelah
beberapa kali mengalami perpindahan, kantor studio dan peralatan kemudian
kembali masuk ke dalam kota seiring perpindahan kekuasan. Tahun 1962, gedung studio RRI di jalan Radio Km 4 selesai dibangun, kemudian diresmikan oleh
presiden Soekarno. Hingga kini markas RRI Palembang dengan coverage Sumsel
berada di jalan Radio. (wwn)
Sumber Tulisan : http://sumeksminggu.com/
No comments:
Post a Comment