Pasukan Belanda saat bersantai menggunakan Becak (1947) Sumber : Tropen Museum |
Becak di Palembang berbeda dengan becak-becak di tempat lainnya dimana seperti di Jawa becak biasanya ada tutup untuk roda samping ataupun bentuk atap yang melengkung.
Di Palembang becaknya tanpa tutup roda dan atapnya pun tidak terlalu tinggi dan kalau barang banyak yang di bawa atap nya bisa di copot.
Adapun awal mula kendaraan yang bernama becak ini masuk ke Indonesa terutama Palembang adalah Rikshaw (becak Cina) yang di tarik oleh orang cina dan banyak terdapat pada tahun 1920-1940an. Tapi karena di anggap kurang manusiawi maka Rikshaw (becak Cina) di hapuskan dan di ganti dengan becak seperti yang ada saat ini.
Pemerintah kolonial Belanda merasa senang dengan
transportasi baru ini. Namun belakangan pemerintah kolonial mulai melarang keberadaan becak
karena jumlahnya terus bertambah, membahayakan keselamatan penumpang, dan
menimbulkan kemacetan.
Jumlah becak justru meningkat pesat ketika Jepang
datang ke Indonesia pada 1942. Kontrol Jepang yang sangat ketat terhadap
penggunaan bensin serta larangan kepemilikan kendaraan bermotor pribadi
menjadikan becak sebagai satu-satunya alternatif terbaik moda transportasi di
kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Bahkan penguasa membentuk dan
memobilisasi kelompok-kelompok, termasuk tukang becak, demi kepentingan perang
melalui pusat pelatihan pemuda, yang mengajarkan konsep politik dan teknik
organisasi.
Di setiap kota besar polemik becak hampir semua sama, di anggap sebagai biang kemacetan padahal becak merupakan angkutan anti polusi walau sebagain orang menganggap sebagai angkutan yang tidak manusiawi, tergantung bagai mana kita menilai dan dari sudut mana kita melihatnya.
Sumber tulisan : di rangkum dari berbagai tulisan.
Sumber Foto Lama : Tropen Museum
Sumber Foto Lama : Tropen Museum
No comments:
Post a Comment